Sabtu, 04 Mei 2013

Dampak Konflik Korea Pada Bursa Saham (Bi Ss 2013)



Bursa saham utama Korea Selatan, membukukan kejatuhan terbesar dalam waktu sehari. Kejatuhan yang paling buruk dalam kurun waktu empat bulan terakhir mengakibatkan eskalasi ancaman dari pihak Korea Utara dan penutupan kawasan industri Kaesong sehari sebelumnya. 
Indeks patokan KOSPI merosot 1,2 persen dan ditutup pada level 1.959,45 yang merupakan kerugian harian terbesar sejak 15 November tahun lalu. Indeks sempat terjun ke posisi paling rendah 1.938,89 saat tersiar kabar bahwa pekerja asal Korea Selatan (Korsel) diperintahakan keluar dari areal industri Kaesong oleh militer Korea Utara (Korut). Akan tetapi, indeks kembali menanjak setelah ada konfirmasi bahwa berita tersebut tidaklah benar.
Kawasan industri Kaesong didirikan oleh pemerintahan Seoul di dalam wilayah Korut, tepatnya sekitar 10 kilometer dari batasan di kedua negara. Di kawasan tersebut berdiri sekitar 120 perusahaan Korsel yang mempekerjakan 53.000 tenaga Korut. Industri ini didirikan sejak tahun 2004, sepanjang perjalanan sejarahnya, kawasan ini tidak pernah terusik oleh naik turunnya oleh politik dan militer di Semenanjung Korea, yang faktanya tidak pernah benar-benar bebas dari situasi “keadaan perang”. Oleh sebab itu, industri Kaesong dianggap sebagai simbol paling akhir dari kerja sama antar Korea.
Namun, blokade oleh militer Korut tidak membuat pertahanan Kaesong jebol. Sehari setelah pemblokadean, sekitar 600 manajer asal Korsel, dari total 860 orang, memilih tetap bertahan di lokasi-lokasi pabrik Kaesong. Meski mereka diizinkan meninggalkan wilayah industri dan kembali ke Selatan oleh pihak militer Korut, para manajer itu memilih bertahan bersama para pekerja mereka. 
Kim Won Soo, manajer pabrik sepatu Kaesong, mengatakan saat ini pabriknya kekurangan pasokan bahan untuk lini rakitan. Mereka terpaksa menghentikan produksinya karena benar-benar sudah tidak ada bahan baku. Tidak hanya itu, bahan makanan juga yang sudah semakin menipis di beberapa supermarket lokal di sebagian daerah. Sementara itu, para manajer, pekerja, dan sopir berbaur serta bergerombol mendiskusikan situasi yang masih bergejolak. Hal yang paling mereka cemaskan adalah bagaimana dan berapa lama lagi 123 pabrik di Kaesong bisa tetap bertahan untuk beroperasi.
Kawasan industri Kaesong dapat menelan investasi senilai 800 juta dollar AS yang ditanamkan oleh para pengusaha-pengusaha Korsel. Dari kawasan ini mengalir devisa senilai 800 juta dollar AS per tahun bagi Korut dalam bentuk gaji yang diterima oleh para pegawainya.
Sumber : www.kompas.com

Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar



Bursa saham utama Korea Selatan, membukukan kejatuhan terbesar dalam waktu sehari. Kejatuhan yang paling buruk dalam kurun waktu empat bulan terakhir mengakibatkan eskalasi ancaman dari pihak Korea Utara dan penutupan kawasan industri Kaesong sehari sebelumnya. 
Indeks patokan KOSPI merosot 1,2 persen dan ditutup pada level 1.959,45 yang merupakan kerugian harian terbesar sejak 15 November tahun lalu. Indeks sempat terjun ke posisi paling rendah 1.938,89 saat tersiar kabar bahwa pekerja asal Korea Selatan (Korsel) diperintahakan keluar dari areal industri Kaesong oleh militer Korea Utara (Korut). Akan tetapi, indeks kembali menanjak setelah ada konfirmasi bahwa berita tersebut tidaklah benar.
Kawasan industri Kaesong didirikan oleh pemerintahan Seoul di dalam wilayah Korut, tepatnya sekitar 10 kilometer dari batasan di kedua negara. Di kawasan tersebut berdiri sekitar 120 perusahaan Korsel yang mempekerjakan 53.000 tenaga Korut. Industri ini didirikan sejak tahun 2004, sepanjang perjalanan sejarahnya, kawasan ini tidak pernah terusik oleh naik turunnya oleh politik dan militer di Semenanjung Korea, yang faktanya tidak pernah benar-benar bebas dari situasi “keadaan perang”. Oleh sebab itu, industri Kaesong dianggap sebagai simbol paling akhir dari kerja sama antar Korea.
Namun, blokade oleh militer Korut tidak membuat pertahanan Kaesong jebol. Sehari setelah pemblokadean, sekitar 600 manajer asal Korsel, dari total 860 orang, memilih tetap bertahan di lokasi-lokasi pabrik Kaesong. Meski mereka diizinkan meninggalkan wilayah industri dan kembali ke Selatan oleh pihak militer Korut, para manajer itu memilih bertahan bersama para pekerja mereka. 
Kim Won Soo, manajer pabrik sepatu Kaesong, mengatakan saat ini pabriknya kekurangan pasokan bahan untuk lini rakitan. Mereka terpaksa menghentikan produksinya karena benar-benar sudah tidak ada bahan baku. Tidak hanya itu, bahan makanan juga yang sudah semakin menipis di beberapa supermarket lokal di sebagian daerah. Sementara itu, para manajer, pekerja, dan sopir berbaur serta bergerombol mendiskusikan situasi yang masih bergejolak. Hal yang paling mereka cemaskan adalah bagaimana dan berapa lama lagi 123 pabrik di Kaesong bisa tetap bertahan untuk beroperasi.
Kawasan industri Kaesong dapat menelan investasi senilai 800 juta dollar AS yang ditanamkan oleh para pengusaha-pengusaha Korsel. Dari kawasan ini mengalir devisa senilai 800 juta dollar AS per tahun bagi Korut dalam bentuk gaji yang diterima oleh para pegawainya.
Sumber : www.kompas.com



Bursa saham utama Korea Selatan, membukukan kejatuhan terbesar dalam waktu sehari. Kejatuhan yang paling buruk dalam kurun waktu empat bulan terakhir mengakibatkan eskalasi ancaman dari pihak Korea Utara dan penutupan kawasan industri Kaesong sehari sebelumnya. 
Indeks patokan KOSPI merosot 1,2 persen dan ditutup pada level 1.959,45 yang merupakan kerugian harian terbesar sejak 15 November tahun lalu. Indeks sempat terjun ke posisi paling rendah 1.938,89 saat tersiar kabar bahwa pekerja asal Korea Selatan (Korsel) diperintahakan keluar dari areal industri Kaesong oleh militer Korea Utara (Korut). Akan tetapi, indeks kembali menanjak setelah ada konfirmasi bahwa berita tersebut tidaklah benar.
Kawasan industri Kaesong didirikan oleh pemerintahan Seoul di dalam wilayah Korut, tepatnya sekitar 10 kilometer dari batasan di kedua negara. Di kawasan tersebut berdiri sekitar 120 perusahaan Korsel yang mempekerjakan 53.000 tenaga Korut. Industri ini didirikan sejak tahun 2004, sepanjang perjalanan sejarahnya, kawasan ini tidak pernah terusik oleh naik turunnya oleh politik dan militer di Semenanjung Korea, yang faktanya tidak pernah benar-benar bebas dari situasi “keadaan perang”. Oleh sebab itu, industri Kaesong dianggap sebagai simbol paling akhir dari kerja sama antar Korea.
Namun, blokade oleh militer Korut tidak membuat pertahanan Kaesong jebol. Sehari setelah pemblokadean, sekitar 600 manajer asal Korsel, dari total 860 orang, memilih tetap bertahan di lokasi-lokasi pabrik Kaesong. Meski mereka diizinkan meninggalkan wilayah industri dan kembali ke Selatan oleh pihak militer Korut, para manajer itu memilih bertahan bersama para pekerja mereka. 
Kim Won Soo, manajer pabrik sepatu Kaesong, mengatakan saat ini pabriknya kekurangan pasokan bahan untuk lini rakitan. Mereka terpaksa menghentikan produksinya karena benar-benar sudah tidak ada bahan baku. Tidak hanya itu, bahan makanan juga yang sudah semakin menipis di beberapa supermarket lokal di sebagian daerah. Sementara itu, para manajer, pekerja, dan sopir berbaur serta bergerombol mendiskusikan situasi yang masih bergejolak. Hal yang paling mereka cemaskan adalah bagaimana dan berapa lama lagi 123 pabrik di Kaesong bisa tetap bertahan untuk beroperasi.
Kawasan industri Kaesong dapat menelan investasi senilai 800 juta dollar AS yang ditanamkan oleh para pengusaha-pengusaha Korsel. Dari kawasan ini mengalir devisa senilai 800 juta dollar AS per tahun bagi Korut dalam bentuk gaji yang diterima oleh para pegawainya.
Sumber : www.kompas.com



Bursa saham utama Korea Selatan, membukukan kejatuhan terbesar dalam waktu sehari. Kejatuhan yang paling buruk dalam kurun waktu empat bulan terakhir mengakibatkan eskalasi ancaman dari pihak Korea Utara dan penutupan kawasan industri Kaesong sehari sebelumnya. 
Indeks patokan KOSPI merosot 1,2 persen dan ditutup pada level 1.959,45 yang merupakan kerugian harian terbesar sejak 15 November tahun lalu. Indeks sempat terjun ke posisi paling rendah 1.938,89 saat tersiar kabar bahwa pekerja asal Korea Selatan (Korsel) diperintahakan keluar dari areal industri Kaesong oleh militer Korea Utara (Korut). Akan tetapi, indeks kembali menanjak setelah ada konfirmasi bahwa berita tersebut tidaklah benar.
Kawasan industri Kaesong didirikan oleh pemerintahan Seoul di dalam wilayah Korut, tepatnya sekitar 10 kilometer dari batasan di kedua negara. Di kawasan tersebut berdiri sekitar 120 perusahaan Korsel yang mempekerjakan 53.000 tenaga Korut. Industri ini didirikan sejak tahun 2004, sepanjang perjalanan sejarahnya, kawasan ini tidak pernah terusik oleh naik turunnya oleh politik dan militer di Semenanjung Korea, yang faktanya tidak pernah benar-benar bebas dari situasi “keadaan perang”. Oleh sebab itu, industri Kaesong dianggap sebagai simbol paling akhir dari kerja sama antar Korea.
Namun, blokade oleh militer Korut tidak membuat pertahanan Kaesong jebol. Sehari setelah pemblokadean, sekitar 600 manajer asal Korsel, dari total 860 orang, memilih tetap bertahan di lokasi-lokasi pabrik Kaesong. Meski mereka diizinkan meninggalkan wilayah industri dan kembali ke Selatan oleh pihak militer Korut, para manajer itu memilih bertahan bersama para pekerja mereka. 
Kim Won Soo, manajer pabrik sepatu Kaesong, mengatakan saat ini pabriknya kekurangan pasokan bahan untuk lini rakitan. Mereka terpaksa menghentikan produksinya karena benar-benar sudah tidak ada bahan baku. Tidak hanya itu, bahan makanan juga yang sudah semakin menipis di beberapa supermarket lokal di sebagian daerah. Sementara itu, para manajer, pekerja, dan sopir berbaur serta bergerombol mendiskusikan situasi yang masih bergejolak. Hal yang paling mereka cemaskan adalah bagaimana dan berapa lama lagi 123 pabrik di Kaesong bisa tetap bertahan untuk beroperasi.
Kawasan industri Kaesong dapat menelan investasi senilai 800 juta dollar AS yang ditanamkan oleh para pengusaha-pengusaha Korsel. Dari kawasan ini mengalir devisa senilai 800 juta dollar AS per tahun bagi Korut dalam bentuk gaji yang diterima oleh para pegawainya.
Sumber : www.kompas.com