Minggu, 21 November 2010

RANGKUMAN MAKALAH DEBAT KELOMPOK ILMU SOSIAL DASAR TINGKAT PERTUMBUHAN PENDUDUK DI IBUKOTA

Mengantisipasi ledakan penduduk pasca Lebaran, Pemprov DKI Jakarta berupaya memutar otak. Salah satu cara yang dilakukan adalah memperketat pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tidak hanya itu. Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) pun akan digelar secara intensif untuk menyisir keberadaan penduduk yang tidak memenuhi syarat tinggal di ibukota.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 di ibukota mencapai 1,40 persen per tahun. Persentase ini jauh lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan dari 1990 hingga 2000 yang cuma 0.17 persen per tahun. Jika laju im tidak dikendalikan, pada 2020 Jakarta berpotensi mengalami ledakan penduduk.
Deputi Gubernur DKI Bidang Pengendalian Lingkungan Margani M Mustar mengatakan, untuk mengatasi masalah kependudukan. Pemprov melakukan pendekatan secara administratif kependudukan dan pengawasan terhadap jumlah pendatang. Kemudian, solusinya yaitu dengan dibangunnya progam Keluarga Bencana.
Dengan adanya keluarga berencana (KB) yang berkesinambungan di Jakarta termasuk daerah yang berhasil mengendalikan angka kelahiran. Langkah lainnya adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Permasalahan lonjakan penduduk di Ibukota DKI Jakarta bukan semata-mata masalah Pemprov DKI Jakarta sendiri melainkan harus ada kerja sama dengan daerah lain dan pemerintah pusat. Termasuk memperluas pemerataan pembangunan. Ini merupakan satu upaya komprehensif dan terintegrasi dan terus berjalan.
Jakarta milik semua, tapi kita harus membenahi pemahaman kepada orang bahwa Jakarta purn ada kapasitas yang terbatas. Gubernur mengimbau para pendatang agar kembali berpikir ketika hendak menginjakkan kakinya di Jakarta. Sebab, dengan bertambahnya jumlah penduduk  kesempatan mencari pekerjaan pun semakin sedikit. Jika tetap memaksakan diri masuk ke Jakarta, kemungkinan gagalnya juga tinggi. Menurutnya, alangkah baiknya jika masyarakat di luar Jakarta membangun daerahnya masing-masing. Supaya tingkat pengangguran tidak bertambah dan bisa di kendalikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,58 juta. Kepadatan rata-rata penduduknya sebesar 14.470 jiwa per km persegi. Kalau dikalkulasi dari total jumlah penduduk yang baru, Jakarta bisa bertambah 134.234 jiwa per tahun.
Sedangkan jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabo-detabek) mencapai 26,6 juta. Jumlah penduduk Jabodetabek tersebut setara dengan jumlah penduduk di empat negara, yakni Australia 20.8 juta jiwa. Singapura 4,4 juta jiwa. Timor Leste 1,1 juta jiwa dan Brunai Darussalam 0.39 juta jiwa.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta operasi yustisi bukan untuk membatasi jumlah penduduk di ibukota, melainkan hanya untuk tertib administrasi. Namun, operasi ini juga berimbas pada pembatasan jumlah warga yang tinggal di Jakarta. Sebab, warga yang tak punya identitas akan dipulangkan sehingga kepadatan Jakarta berkurang.
Mengenai pembatasan pembuatan KTP, mungkin dilakukan sebab, dalam UU 23 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak ada larangan dalam pembuatan KTP. Sehingga yang dapat dilakukan hanya dengan memperketat   persyaratan-persyaratannya.
Karena itulah, pembuatan KTP dilakukan secara online agar tidak terjadi penggandaan. Kami tidak bisa membatasi pembuatan KTP, yang mungkin bisa dilakukan adalah memperketat persyaratan.
Dinas Dukcapil mendata jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 8,52 juta jiwa. Jumlah ini berbeda dengan hasil sensus penduduk BPS yang menyebutkan jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 56 juta jiwa. Menurutnya, perbedaan angka tersebut karena Dispendukcapil menghitung dan memaparkan data yang teregistrasi administratif.
Share on :
Show comments
Hide comments

1 comments:

Blog bayu widiyanto mengatakan...

Sangat membantu saya menegerjakan tugas

Posting Komentar

Mengantisipasi ledakan penduduk pasca Lebaran, Pemprov DKI Jakarta berupaya memutar otak. Salah satu cara yang dilakukan adalah memperketat pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tidak hanya itu. Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) pun akan digelar secara intensif untuk menyisir keberadaan penduduk yang tidak memenuhi syarat tinggal di ibukota.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 di ibukota mencapai 1,40 persen per tahun. Persentase ini jauh lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan dari 1990 hingga 2000 yang cuma 0.17 persen per tahun. Jika laju im tidak dikendalikan, pada 2020 Jakarta berpotensi mengalami ledakan penduduk.
Deputi Gubernur DKI Bidang Pengendalian Lingkungan Margani M Mustar mengatakan, untuk mengatasi masalah kependudukan. Pemprov melakukan pendekatan secara administratif kependudukan dan pengawasan terhadap jumlah pendatang. Kemudian, solusinya yaitu dengan dibangunnya progam Keluarga Bencana.
Dengan adanya keluarga berencana (KB) yang berkesinambungan di Jakarta termasuk daerah yang berhasil mengendalikan angka kelahiran. Langkah lainnya adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Permasalahan lonjakan penduduk di Ibukota DKI Jakarta bukan semata-mata masalah Pemprov DKI Jakarta sendiri melainkan harus ada kerja sama dengan daerah lain dan pemerintah pusat. Termasuk memperluas pemerataan pembangunan. Ini merupakan satu upaya komprehensif dan terintegrasi dan terus berjalan.
Jakarta milik semua, tapi kita harus membenahi pemahaman kepada orang bahwa Jakarta purn ada kapasitas yang terbatas. Gubernur mengimbau para pendatang agar kembali berpikir ketika hendak menginjakkan kakinya di Jakarta. Sebab, dengan bertambahnya jumlah penduduk  kesempatan mencari pekerjaan pun semakin sedikit. Jika tetap memaksakan diri masuk ke Jakarta, kemungkinan gagalnya juga tinggi. Menurutnya, alangkah baiknya jika masyarakat di luar Jakarta membangun daerahnya masing-masing. Supaya tingkat pengangguran tidak bertambah dan bisa di kendalikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,58 juta. Kepadatan rata-rata penduduknya sebesar 14.470 jiwa per km persegi. Kalau dikalkulasi dari total jumlah penduduk yang baru, Jakarta bisa bertambah 134.234 jiwa per tahun.
Sedangkan jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabo-detabek) mencapai 26,6 juta. Jumlah penduduk Jabodetabek tersebut setara dengan jumlah penduduk di empat negara, yakni Australia 20.8 juta jiwa. Singapura 4,4 juta jiwa. Timor Leste 1,1 juta jiwa dan Brunai Darussalam 0.39 juta jiwa.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta operasi yustisi bukan untuk membatasi jumlah penduduk di ibukota, melainkan hanya untuk tertib administrasi. Namun, operasi ini juga berimbas pada pembatasan jumlah warga yang tinggal di Jakarta. Sebab, warga yang tak punya identitas akan dipulangkan sehingga kepadatan Jakarta berkurang.
Mengenai pembatasan pembuatan KTP, mungkin dilakukan sebab, dalam UU 23 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak ada larangan dalam pembuatan KTP. Sehingga yang dapat dilakukan hanya dengan memperketat   persyaratan-persyaratannya.
Karena itulah, pembuatan KTP dilakukan secara online agar tidak terjadi penggandaan. Kami tidak bisa membatasi pembuatan KTP, yang mungkin bisa dilakukan adalah memperketat persyaratan.
Dinas Dukcapil mendata jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 8,52 juta jiwa. Jumlah ini berbeda dengan hasil sensus penduduk BPS yang menyebutkan jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 56 juta jiwa. Menurutnya, perbedaan angka tersebut karena Dispendukcapil menghitung dan memaparkan data yang teregistrasi administratif.

Mengantisipasi ledakan penduduk pasca Lebaran, Pemprov DKI Jakarta berupaya memutar otak. Salah satu cara yang dilakukan adalah memperketat pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tidak hanya itu. Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) pun akan digelar secara intensif untuk menyisir keberadaan penduduk yang tidak memenuhi syarat tinggal di ibukota.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 di ibukota mencapai 1,40 persen per tahun. Persentase ini jauh lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan dari 1990 hingga 2000 yang cuma 0.17 persen per tahun. Jika laju im tidak dikendalikan, pada 2020 Jakarta berpotensi mengalami ledakan penduduk.
Deputi Gubernur DKI Bidang Pengendalian Lingkungan Margani M Mustar mengatakan, untuk mengatasi masalah kependudukan. Pemprov melakukan pendekatan secara administratif kependudukan dan pengawasan terhadap jumlah pendatang. Kemudian, solusinya yaitu dengan dibangunnya progam Keluarga Bencana.
Dengan adanya keluarga berencana (KB) yang berkesinambungan di Jakarta termasuk daerah yang berhasil mengendalikan angka kelahiran. Langkah lainnya adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Permasalahan lonjakan penduduk di Ibukota DKI Jakarta bukan semata-mata masalah Pemprov DKI Jakarta sendiri melainkan harus ada kerja sama dengan daerah lain dan pemerintah pusat. Termasuk memperluas pemerataan pembangunan. Ini merupakan satu upaya komprehensif dan terintegrasi dan terus berjalan.
Jakarta milik semua, tapi kita harus membenahi pemahaman kepada orang bahwa Jakarta purn ada kapasitas yang terbatas. Gubernur mengimbau para pendatang agar kembali berpikir ketika hendak menginjakkan kakinya di Jakarta. Sebab, dengan bertambahnya jumlah penduduk  kesempatan mencari pekerjaan pun semakin sedikit. Jika tetap memaksakan diri masuk ke Jakarta, kemungkinan gagalnya juga tinggi. Menurutnya, alangkah baiknya jika masyarakat di luar Jakarta membangun daerahnya masing-masing. Supaya tingkat pengangguran tidak bertambah dan bisa di kendalikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,58 juta. Kepadatan rata-rata penduduknya sebesar 14.470 jiwa per km persegi. Kalau dikalkulasi dari total jumlah penduduk yang baru, Jakarta bisa bertambah 134.234 jiwa per tahun.
Sedangkan jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabo-detabek) mencapai 26,6 juta. Jumlah penduduk Jabodetabek tersebut setara dengan jumlah penduduk di empat negara, yakni Australia 20.8 juta jiwa. Singapura 4,4 juta jiwa. Timor Leste 1,1 juta jiwa dan Brunai Darussalam 0.39 juta jiwa.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta operasi yustisi bukan untuk membatasi jumlah penduduk di ibukota, melainkan hanya untuk tertib administrasi. Namun, operasi ini juga berimbas pada pembatasan jumlah warga yang tinggal di Jakarta. Sebab, warga yang tak punya identitas akan dipulangkan sehingga kepadatan Jakarta berkurang.
Mengenai pembatasan pembuatan KTP, mungkin dilakukan sebab, dalam UU 23 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak ada larangan dalam pembuatan KTP. Sehingga yang dapat dilakukan hanya dengan memperketat   persyaratan-persyaratannya.
Karena itulah, pembuatan KTP dilakukan secara online agar tidak terjadi penggandaan. Kami tidak bisa membatasi pembuatan KTP, yang mungkin bisa dilakukan adalah memperketat persyaratan.
Dinas Dukcapil mendata jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 8,52 juta jiwa. Jumlah ini berbeda dengan hasil sensus penduduk BPS yang menyebutkan jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 56 juta jiwa. Menurutnya, perbedaan angka tersebut karena Dispendukcapil menghitung dan memaparkan data yang teregistrasi administratif.

Mengantisipasi ledakan penduduk pasca Lebaran, Pemprov DKI Jakarta berupaya memutar otak. Salah satu cara yang dilakukan adalah memperketat pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tidak hanya itu. Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) pun akan digelar secara intensif untuk menyisir keberadaan penduduk yang tidak memenuhi syarat tinggal di ibukota.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 di ibukota mencapai 1,40 persen per tahun. Persentase ini jauh lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan dari 1990 hingga 2000 yang cuma 0.17 persen per tahun. Jika laju im tidak dikendalikan, pada 2020 Jakarta berpotensi mengalami ledakan penduduk.
Deputi Gubernur DKI Bidang Pengendalian Lingkungan Margani M Mustar mengatakan, untuk mengatasi masalah kependudukan. Pemprov melakukan pendekatan secara administratif kependudukan dan pengawasan terhadap jumlah pendatang. Kemudian, solusinya yaitu dengan dibangunnya progam Keluarga Bencana.
Dengan adanya keluarga berencana (KB) yang berkesinambungan di Jakarta termasuk daerah yang berhasil mengendalikan angka kelahiran. Langkah lainnya adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Permasalahan lonjakan penduduk di Ibukota DKI Jakarta bukan semata-mata masalah Pemprov DKI Jakarta sendiri melainkan harus ada kerja sama dengan daerah lain dan pemerintah pusat. Termasuk memperluas pemerataan pembangunan. Ini merupakan satu upaya komprehensif dan terintegrasi dan terus berjalan.
Jakarta milik semua, tapi kita harus membenahi pemahaman kepada orang bahwa Jakarta purn ada kapasitas yang terbatas. Gubernur mengimbau para pendatang agar kembali berpikir ketika hendak menginjakkan kakinya di Jakarta. Sebab, dengan bertambahnya jumlah penduduk  kesempatan mencari pekerjaan pun semakin sedikit. Jika tetap memaksakan diri masuk ke Jakarta, kemungkinan gagalnya juga tinggi. Menurutnya, alangkah baiknya jika masyarakat di luar Jakarta membangun daerahnya masing-masing. Supaya tingkat pengangguran tidak bertambah dan bisa di kendalikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,58 juta. Kepadatan rata-rata penduduknya sebesar 14.470 jiwa per km persegi. Kalau dikalkulasi dari total jumlah penduduk yang baru, Jakarta bisa bertambah 134.234 jiwa per tahun.
Sedangkan jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabo-detabek) mencapai 26,6 juta. Jumlah penduduk Jabodetabek tersebut setara dengan jumlah penduduk di empat negara, yakni Australia 20.8 juta jiwa. Singapura 4,4 juta jiwa. Timor Leste 1,1 juta jiwa dan Brunai Darussalam 0.39 juta jiwa.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta operasi yustisi bukan untuk membatasi jumlah penduduk di ibukota, melainkan hanya untuk tertib administrasi. Namun, operasi ini juga berimbas pada pembatasan jumlah warga yang tinggal di Jakarta. Sebab, warga yang tak punya identitas akan dipulangkan sehingga kepadatan Jakarta berkurang.
Mengenai pembatasan pembuatan KTP, mungkin dilakukan sebab, dalam UU 23 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak ada larangan dalam pembuatan KTP. Sehingga yang dapat dilakukan hanya dengan memperketat   persyaratan-persyaratannya.
Karena itulah, pembuatan KTP dilakukan secara online agar tidak terjadi penggandaan. Kami tidak bisa membatasi pembuatan KTP, yang mungkin bisa dilakukan adalah memperketat persyaratan.
Dinas Dukcapil mendata jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 8,52 juta jiwa. Jumlah ini berbeda dengan hasil sensus penduduk BPS yang menyebutkan jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 56 juta jiwa. Menurutnya, perbedaan angka tersebut karena Dispendukcapil menghitung dan memaparkan data yang teregistrasi administratif.