Nama : Laisa Nurin Mentari
Npm : 13110955
Kelas : 2ka04
MAKALAH INFLASI
BAB I.
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Secara
teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga suatu
barang dan jasa yang pada umumnya terjadi
secara terus menerus. Dan bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya
Pemerintah Indonesia untuk menjaga kestabilan mata uang telah menuju ke arah yang lebih baik.
Prof. M. Sadli mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia
tinggi sekali di zaman PresidenSukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter
sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman
Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun
rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda,
antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan dana kredit likuiditas tanpa batas. Setelah itu pada zaman reformasi, Presiden
Habibie membuat
keputusan yaitu fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi
karena sejarah dan karena pandangan masyarakat yang bertolak ke belakang,artinya bercermin
kepada sejarah maka
dari itu, inflasi
masih lebih besar dari pada 5 persen pertahun. Pada tahun 1990-an,
Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjaga tingkat inflasi dengan
rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa krisismoneter Indonesia
dan Asia 1997 inflasi kembali meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi
77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu nilai tukar rupiah juga anjlok
dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS
(1998). Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan moneter yang sangat ketat dan menghasilkan tingkat
inflasi yang paling rendah yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01% pada tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2000 sampai tahun 2006 Inflasi terus terjadi
dengan nilai yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata
mencapai 10%. Inflasi tahun 2005 dengan nilai sebesar 17,11% adalah inflasi
tertinggi pasca krisis moneter Indonesia pada tahun 1997/1998, tekanan akan penyesuaian harga
bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi
tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional menyebakan
Pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat mempengaruhi
kondisi makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsi BBM sudah mencapai 47.4 % pada tahun 2000 dari total konsumsi energi Indonesia. Inflasi bergerak pada angka
yang sangat mendekati yaitu 6,60% yaitu pada tahun 2006 dan 6,59% pada tahun 2007. Bila saja inflasi yang
terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa BBM sebagai
faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005 berada diluar kendali. Maka Pemerintah meningkatkan inflasi dalam 2000-2006 tahun
terakhir dan dapat dikatakan cukup terkendali. Pemerintah pada masa
pasca reformasi sepertinya
telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi, namun berbagai tekanan dari dalam
maupun luar negeri pasca reformasi tahun 1997 masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan
perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia dan
beberapa negara Asean lainnya yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang
berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan
maka upaya untuk menjaga kestabilan makro ekonomi dalam
jangka panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia saja.
1.2 Identifikasi
Masalah
Inflasi merupakan suatu gejala
ekonomi yang mendapatkan banyak perhatian dari para ekonom. Bahkan, karena
sering timbulnya berita mengenai inflasi, masyarakat awam pun sudah tidak asing
lagi dengan istilah inflasi. Dalam banyak kasus, inflasi merupakan salah satu
contoh yang merugikan bagi orang-orang yang berpenghasilan tetap yang mengalami
penurunan. Misalnya, sebelum inflasi seseorang dapat membeli 100 kg tepung.
Namun karena adanya inflasi, jumlah uang yang sama ia hanya mampu membeli
sebanyak 60 kg tepung saja. Selain pihak yang berpenghasilan tetap, produsen
juga mengalami kerugian akibat inflasi. Inflasi tersebut menyebabkan harga
barang-barang kebutuhan mengalami kenaikan sehingga biaya produksi pun ikut
menurun. Dengan meningkatnya biaya produksi, barang-barang kebutuhan yang
dihasilkan oleh para produsen menjadi lebih sedikit walapun dengan modal yang
sama.
1.3 Landasan
Teori
Seperti dikemukakan diatas, penentuan
sasaran inflasi dilakukan dengan memperhatikan prospek ekonomi makro dan
didasarkan pada perkembangan dari proyeksi arah pergerakan ekonomi kedepan. Hal
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat
ketidak sejalanan (trade-off) antara pencapaian inflasi yang rendah dengan
keinginan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dalam kaitan
ini, Bank Indonesia tidak ingin menargetkan inflasi yang terlalu rendah karena
dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional. Untuk ini dengan menggunakan
model-model makro ekonomi yang
dikembangkan. Bank Indonesia menganalisis dan
memproyeksi beberapa laju pertumbuhan ekonomi kedepannya, dengan berbagai
komponen-komponennya dan komposisinya yang didorong oleh sisi permintaan dan
dari sisi penawaran. Dengan cara ini, dapat diukur kecenderungan terjadinya
kesengajaan antara besarnya permintaan dengan penawaran agregat (yang diukur
dengan output potensial), atau yang sering disebut output gap ‘kesenjangan
output’. Besarnya output gap inilah yang diperkirakan akan menentukan besarnya
tekanan terhadap inflasi kedepannya.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
BAB II.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INFLASI
Inflasi adalah kondisi dimana terjadi kemerosotan nilai
mata uang karena banyaknya uang yang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga
barang-barang. Kenaikan harga itu, berlangsung dalam jangka panjang. Kenaikan
harga yang bersifat sementara seperti kenaikan harga pada masa lebaran tidak
dianggap sebagai inflasi. Hal ini karena biasanya setelah lebaran harga barang
kebutuhan akan turun kembali. Inflasi secara umum terjadi karena jumlah uang
yang beredar lebih banyak dari pada yang diperlukan.inflasi juga merupkan suatu
gejala ekonomi yang tidak pernah dapat dihilangkan secara tuntas. Usaha yang
perlu dilakukan dengan mengurangi dan mengendalikan.
B. JENIS-JENIS INFLASI
Jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan tingkat
keparahan, sumber dan penyebabnya.
1. Jenis Inflasi Berdasarkan Tingkat
Keparahan
a. Inflasi Ringan
Inflasi ringan adalah inflasi yang masih belum begitu
mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini, masih mudah dikendalikan. Harga-harga
naik secara umum, tetapi belum menimbulkan krisis dalam bidang ekonomi. Inflasi
ringan berada dibawah 10% per tahun.
b. Inflasi Sedang
Inflasi sedang belum membahayakan kegiatan ekonomi.
Tetapi inflasi ini sudah menurunkan kesehjateraan orang-orang yang
berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10-30% per tahun.
c. Inflasi Berat
Inflasi ini sudah
mengacaukan kondisi perekonomian. Pada inflasi berai ini, orang cenderung
menyimpan barang dan pada umumnya orang enggan untuk menabung, karena bunga
tabungan yang ditawarkan jauh lebih rendah ketimbang laju inflasi. Inflasi
berat berkisar antara 30-100% per tahun.
d. Inflasi Sangat Berat
Inflasi jenis ini sangat mengacaukan kondisi perekonomian
dan susah untuk dikendalikan. Walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Inflasi ini tergolong sangat berat berada di atas 100% per tahun.
2. Jenis Inflasi Berdasarkan
Sumbernya
a. Inflasi Yang Bersumber Dari Luar
Negeri
Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan harga diluar
negeri. Dalam perdagangan bebas, banyak negara yang saling berhubungan dalam
bidang perdagangan. Jika suatu negara mengimpor barang dari negara yang
mengalami suatu inflasi, maka secara otomatis kenaikan harga (inflasi) akan
mempengaruhi harga-harga dalam negerinya sehingga menimbulkan suatu inflasi.
b. Inflasi Yang
Bersumber Dari Dalam Negeri
Inflasi yang bersumber dari dalam negeri dapat terjadi
karena pencetakan uang baru oleh pemerintah atau penerapan anggaran defisit.
Inflasi yang bersumber dari dalam negeri juga dapat terjadi karena kegagalan
panen. Kegagalan panen yang menyebabkan suatu jenis barang berkurang, sedangkan
permintaan terhadap suatu barang tetap sehingga harga-harga akan naik.
3. Jenis Inflasi Berdasarkan
Penyebabnya
a. Inflasi Karena Kenaikan Suatu
Permintaan
Kenaikan suatu permintaan terkadang tidak dapat dipenuhi
oleh produsen. Oleh karena itu, harga-harga kebutuhan akan cenderung naik.
Padahal sesuai dengan hukum ekonmi “jika permintaan naik sedangkan penawaran
tetap, maka harga cenderung naik”.
b. Inflasi Karena Kenaikan Biaya
Produksi
Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga penawaran
suatu barang cenderung naik, sehingga dapat menimbulkan inflasi.
C.
TEORI INFLASI
Secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi. Ketiga
teori itu yaitu sebagai berikut :
1. Teori Kuantitas
Kaum klasik berpendapat bahwa tingkat harga ditentukan
oleh jumlah uang yang beredar pada masyarakat. Harga akan naik jika ada
penambahan uang yang beredar. Jika jumlah barang yang ditawarkan tetap,
sedangkan jumlah uang ditambah menjadi 2 kali lipat, maka cepat atau lambat
harga akan naik menjadi 2 kali lipat.
2. Teori Keynes
Keynes melihat bahwa inflasi yang terjadi karena adanya
nafsu yang berlebihan dari suatu golongan masyarakat yang ingin memanfaatkan
lebih banyak barang dan jasa yang tersedia. Karena keinginan memenuhi kebutuhan
secara berlebihan, permintaan bertambah, sedangkan penawaran tetap, yang akan
terjadi adalah harga akan naik. Misalnya
pemerintah dapat membeli barang dan jasa dengan cara mencetak uang.
Inflasi juga dapat terjadi karena keberhasilan pengusaha memperoleh kredit.
Kredit yang diperoleh ini digunakan untuk membeli barang dan jasa sehingga
permintaan meningkat, sedangkan penawaran tetap. Kondisi ini, berakibat pada
kenaikan harga-harga.
3. Teori Struktural
Teori ini menyorot khusunya penyebab inflasi dario segi
struktural ekonomi yang kaku. Produsen tidak dapat mengantisipasi dengan cepat
kenaikan permintaan yang disebabkan oleh pertambahan penduduk. Permintaan yang
sulit dipenuhi ketika adanya kenaikan jumlah penduduk, jika yang digunakan
adalah teknologi sederhana.
D. EFEK YANG
DITIMBULKAN DARI INFLASI
1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yaitu Rp. 50.000,00.
2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi Dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu kepada masyarakat :
1. Inflasi akan
menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.
2. Inflasi akan
mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
3.
Memperburuk pembagian kekayaan.
E.
DAMPAK INFLASI
1. Bila harga barang secara umum
naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik,sehingga perekonomian tidak
berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong
barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang,
akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2. Sebagai akibat dari kepanikan
tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan
menumpuk barang sehingga banyak bank di rush,akibatnya bank kekurangan dana dan
berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang
tersedia.
3. Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan
kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan
harga di pasaran, sehingga harga akan terus-menerus naik.
4. Distribusi barang relatif tidak adil karena
adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya
dekat dengan sumber produksi dan yangmasyarakatnya memiliki banyak uang.
5. Bila inflasi berkepanjangan, maka produsen
banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal
sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6. Jurang antara kemiskinan dan kekayaan
masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan
ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7. Dampak positif dari inflasi adalah bagi
pengusaha barang-barang mewah (highend)yang mana barangnya lebih laku pada saat
harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8. Masyarakat akan semakin selektif dalam
mengkonsumsi, produksi akan diusahakanseefisien mungkin dan konsumtifisme dapat
ditekan.
9. Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan
industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
10. Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan
tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau
membuka usaha
F. CARA
MENCEGAH INFLASI
1. Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter diambil dengan maksud untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Bank sentral sebagai pemegang otoritas dibidang keuangan dapat mengambil beberapa kebijakan untuk menekan laju inflasi.
Kebijakan itu diantara lain :
-
Kebijakan penetapan persediaan
kas
-
Kebijakan diskonto
-
Kebijakan operasi pasar terbuka
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total.
Kebijaksanaan fiskal itu
diantara lain
-
Menghemat pengeluaran pemerintah
-
kenaikan pajak akan dapat mengurangi
permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.
5.Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan,
pembersihan,reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain: Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian simpanan pada bank ±
bank dengan ketentuan bahwa simpanan yangdibekukan akan diganti menjadi
simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
6.Devaluasi
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap
mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah
melakukan intervensi agar nilaimata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah
devaluasi lebih sering dikaitkan denganmenurunnya nilai uang satu negara
terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi jugamerujuk kepada kebijakan
pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadapmata uang asing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat penulis sampaikan sebagai berikut :
1.
Inflasi yang terjadi di Indonesia dari tahun 2001 –
2005 ini adalah cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan dampak krisis moneter
yang terjadi pada tahun 1998 yang lalu,
2.
Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada kecemburuan sosial,
3.
Para produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan
harga untuk memperbesar keuntungan,
4. Masyarakat akan semakin
selektif dalam mengkonsumsi suatu barang kebutuhan dan
5.
Bila inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut
karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
Saran
Pemerintah hendaknya melakukan pembenahan didalam
struktur dan sistem birokrasi dari penyaluran-penyaluran anggaran pembangunan
agar dapat meminimalisir penyelewengan yang selama ini terjadi, sehingga
efisiensi dan efektivitas pengeluaran pemerintah dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Alam S.,MM.2007.Pengantar Teori Ekonomi Makro.Jakarta:PT.Gelora
Aksara Pratama
0 comments:
Posting Komentar
BAB I.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yaitu Rp. 50.000,00.
2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi Dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu kepada masyarakat :
1. Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter diambil dengan maksud untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Bank sentral sebagai pemegang otoritas dibidang keuangan dapat mengambil beberapa kebijakan untuk menekan laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total.
3. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.
BAB I.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yaitu Rp. 50.000,00.
2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi Dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu kepada masyarakat :
1. Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter diambil dengan maksud untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Bank sentral sebagai pemegang otoritas dibidang keuangan dapat mengambil beberapa kebijakan untuk menekan laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total.
3. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.
BAB I.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yaitu Rp. 50.000,00.
2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi Dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu kepada masyarakat :
1. Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter diambil dengan maksud untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Bank sentral sebagai pemegang otoritas dibidang keuangan dapat mengambil beberapa kebijakan untuk menekan laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total.
3. Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.