Kamis, 04 Juli 2013 1 comments

Sampai Kapan Android Mendominasi Pasar Os Di Dunia (Bi Ss 2013)

 Samsung dilaporkan semakin menguasai pasar smartphone. Sekitar separuh dari smartphone yang terjual di dunia merupakan buatan Samsung, berdasarkan riset dari Kantar Worldpanel ComTech. Android yang diandalkan Samsung memang menjadi sistem operasi terpopuler di benua biru, dengan market share sekitar 70% di pasar-pasar utama. Sedangkan market share iOS yang digunakan iPhone hanya di kisaran 17,8%. 
Sistem operasi Android baru saja menjungkalkan Symbian, sebagai OS mobile terpopuler di dunia. Ini adalah tonggak yang penting bagi Google dan memberikan sinyal bahwa Android memang akan mendominasi ranah ponsel di dunia. Sampai kapan android akan mendominasi pasar dan  kira-kira, apa sebabnya Android bisa melesat dan menguasai pasar smartphone dengan cepat?

Berikut ada delapan alasannya, yaitu :
 
1. Setiap Versi Bertambah Baik

Dengan upgrade rutin yang dilakukan, setiap versi Android dijamin semakin baik performa maupun fiturnya. Versi terbaru yakni Android 3.0 atau Honeycomb menjanjikan penambahan kualitas yang signifikan.

2. Smartphone Android Memang Bagus

Kesuksesan Android tidak lepas dari smartphone pengusung OS ini, yang memiliki bermacam fitur bagus. Sebut saja Droid X, Galaxy S sampai HTC Evo memiliki banyak kelebihan sehingga konsumen tertarik membelinya.


3. Membiarkan RIM Terlena

Pada awalnya, Google seakan terkesan membiarkan BlackBerry dari RIM menguasai pasar enterprise. Penjualan Android lebih terfokus pada konsumen umum. Namun setelah sukses di pasar consumer, kini Android mulai membidik pebisnis dan makin banyak kalangan korporat memakai Android ketimbang BlackBerry.

4. Dengan Sedikit Model, Apple Tidak Dapat Melawan Android

Dengan hanya memasarkan iPhone 3GS dan iPhone 4, Apple semakin kelabakan melawanAndroid. Lusinan smartphone Android bukanlah lawan yang sebanding meski iPhone sebenarnya masih sangat laris.

5. Penurunan Pangsa Pasar Microsoft

Peruntungan Microsoft di ranah OS mobile kurang baik belakangan ini. Peluncuran Windows Phone 7 dinilai terlambat dan pangsa pasar mereka menurun. Hal ini memberi celah bagi Android meraih semakin banyak kue pasar smartphone.

6. Nokia Sempoyongan

Dari yang semula sangat dominan menguasai arena smartphone, Nokia kini mulai sempoyongan. Salah satu alasannya, OS Symbian yang kukuh mereka pakai dianggap ketinggalan zaman dibandingkan Android. Jadilah konsumen mulai banyak melirik OS robot hijau.

7. Dukungan Vendor Kelas Atas

Dukungan penuh vendor kelas atas amat membantu melonjakkan popularitas Android. Bahkan mungkin tanpa dukungan nama-nama seperti Samsung, Motorola dan HTC yang menyajikan ponsel berkelas, Android tidak bakal sesukses sekarang.

8. Keampuhan Merek Google

Reputasi merek Google yang hebat membuat para konsumen tidak meragukan Android. Mereka sepertinya memercayai Android akan memberikan sebuah pengalaman memakai smartphone yang bisa mereka nikmati.


Kamis, 04 Juli 2013 0 comments

Menguak Fitur Baru Android Jelly Bean 4.3 (BI SS 2013)

Sebelum dirilis secara resmi, versi terbaru Android Jelly Bean 4.3 sudah bocor duluan. File instalasi ini pun dibedah untuk menemukan fitur apa saja yang ada di dalamnya. Pekan lalu banyak beredar bocoran Jelly Bean 4.3 yang diduga siap pakai untuk perangkat Nexus. Namun ada juga yang menilai bahwa update tersebut hanya bisa dipakai untuk Galaxy S4, hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa blog pengulas Android seperti Sam mobile.
Dari hasil percobaan tersebut sekilas Jelly Bean 4.3 ini tidak banyak berbeda dengan seri sebelumnya, paling tidak soal tampilan antar muka yang mirip. Paling hanya di bedakan dari jenis huruf yang digunakan. Namun jika ditilik lebih dalam, ternyata ada beberapa update kecil yang terlihat menggoda untuk dicicipi. Apa saja itu?

Sumber :

Kamis, 04 Juli 2013 1 comments

Mahal! Kerugian Akibat Serangan Cyber Sampai Rp 8 Miliar (BI SS 2013)

Survei yang dilakukan Kaspersky Lab menyatakan serangan cyberpada perusahaan besar bisa menyebabkan kerugian hingga lebih dari Rp 8 miliar. Kerugian terbesar ditimbulkan oleh insiden serangan itu sendiri, hilangnya peluang dan laba, serta pembayaran kepada spesialis remediasi pihak ketiga. 
Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh serangan cyber terhadap perusahaan memperlihatkan betapa pentingnya memiliki solusi keamanan yang tepat dan bisa diandalkan.  Hal ini bukan saja akan menyelamatkan perusahaan dari berbagai serangan tetapi juga menghemat biaya besar yang harus dikeluarkan bila perusahaan terlanjur menjadi korban serangan cyber.
Survei ini sendiri bertajuk Global Corporate IT Security Risks 2013, yang dilakukan oleh Kaspersky Lab bekerja sama dengan B2B International. Perusahaan ini menghitung kerugian yang ditimbulkan oleh serangan berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap berbagai perusahaan di seluruh dunia.  Negara-negara yang menjadi sampel penelitian antara lain Rusia, Jerman, Inggris, Kanada, Meksiko, Brazil, Amerika Serikat, Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, India, China, Jepang, Australia, dan lain-lain.
Demi mendapatkan hasil akurat, B2B hanya memasukkan insiden serangan yang terjadi dalam 12 bulan terakhir. Penilaian dilakukan berdasarkan informasi mengenai kerugian yang timbul sebagai akibat langsung dari insiden terkait keamanan. Dua komponen utama yang dihitung adalah: Kerusakan atau kerugian yang timbul dari insiden itu sendiri, misalnya kerugian akibat bocornya data penting, kelangsungan bisnis, dan biaya untuk membayar spesialis yang memperbaiki masalah.
Biaya 'respons' tak terduga yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya serangan serupa di masa depan, yang mencakup perekrutan/pelatihan staf serta update hardware, software, dan infrastruktur lain. 

Struktur Biaya

        Dari pengolahan hasil survei, terlihat bahwa kerugian terbesar ditimbulkan oleh insiden serangan itu sendiri, hilangnya peluang dan laba, serta pembayaran kepada spesialis remediasi pihak ketiga, dengan rata-rata biaya mencapai Rp 5,6 miliar lebih. 
Pengeluaran 'respons' untuk merekrut atau melatih staf, serta mengupdate hardware, software dan infrastruktur lain menimbulkan biaya tambahan rata-rata sekitar Rp 823 juta. Namun jumlah kerugian yang ditimbulkan berbeda-beda bergantung dari lokasi perusahaan yang mengalami serangan.  Sebagai contoh, kerugian terbesar diasosiasikan dengan insiden yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Amerika Utara, dengan rata-rata kerugian mencapai Rp 8,1 miliar. Insiden di Amerika Selatan menimbulkan kerugian sekitar Rp 8 miliar, sementara di Eropa Barat angkanya, meskipun lebih rendah tetapi tetap signifikan bagi perusahaan, mencapai sekitar Rp 6,2 miliar. 

Kerugian pada UKM

        Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan cyber terhadap perusahaan skala kecil dan menengah (UKM) relatif lebih rendah dibanding kerugian yang diderita perusahaan besar.  Namun, mengingat kecilnya skala UKM, angka kerugian tetap menjadi masalah besar. Kerugian yang ditimbulkan oleh insiden terkait keamanan IT pada UKM rata-rata mencapai sekitar Rp 496 juta.  Dari angka tersebut sekitar Rp 357 juta ditimbulkan oleh insiden itu sendiri, sementara sisanya berasal dari pengeluaran lain terkait insiden keamanan tersebut.
        Kerugian rata-rata terbesar untuk serangan cyber terhadap UKM tercatat di Asia Pasifik yang mencapai lebih dari Rp 952 juta. Kerugian terbesar berikutnya tercatat di Amerika Utara dengan rata-rata kerugian mencapai Rp 814 juta sementara angka kerugian terendah berada di Rusia yaitu sekitar Rp 208 juta.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus kerugian finansial yang diderita oleh perusahaan kecil diikuti dengan kerugian lain yang jumlahnya mencapai 5% dari pendapatan tahunan perusahaan tersebut. 




Kamis, 04 Juli 2013 0 comments

Kenaikan Harga Bbm Dan Daya Beli Masyarakat (Bi Ss 2013)

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan beberapa data makro ekonomi Indonesia dalam sebulan terakhir. Meskipun Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi. Bulan Mei kemarin, pergerakan ekonomi global yang kurang stabil telah membuat ekonomi Indonesia mengalami guncangan. Hal tersebut, ditandai dengan bergerak liarnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan terkoreksinya pasar saham.
"Angka inflasi pada bulan Juni, diperkirakan bisa melebihi 1 persen secara month-on-month (mom) dari deflasi 0,03 persen pada Mei lalu. "Tekanan inflasi bisa cukup tinggi karena sudah mendekati musim inflasi menjelang bulan puasa, ditambah ekspektasi inflasi sejak awal Juni mengantisipasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, dan karena pelemahan rupiah yang menuju level Rp9.000-Rp10.000 per USD sepanjang Juni lalu.
Menurutnya, pengalaman kenaikan harga BBM subsidi sebesar 33 persen pada Maret 2005, membuat inflasi Maret melesat ke 1,91 persen secara mom dari deflasi 0,17 persen pada Februari atau naik sebesar 2,08 persen mom akibat kenaikan harga BBM tersebut. 
"Sementara itu tekanan inflasi Juni 2013 ini lebih besar dibandingkan tekanan inflasi pada pengalaman kenaikan harga BBM 23 Maret 2005. Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, puncak inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan akan terjadi pada pertengahan Juli ini. Kenaikan BBM tersebut akan sangat terasa pada bulan pertama sejak diberlakukan kenaikan pada 22 Juni 2013 lalu.
Dari hasil pengamatan sejumlah pedagang di pasar tradisional mengeluhkan turunnya penjualan akibat melemahnya daya beli masyarakat terhadap beberapa barang komoditas. Di sisi lain, mereka juga semakin sulit karena waktu untuk menjual sejumlah komoditas menjadi lebih lama dan untuk menjaga kualitas komoditas mesti mengeluarkan biaya lebih. Contohnya untuk komoditas daging ayam, beberapa ekor ayam yang tidak laku mesti dibekukan agar dapat dijual pada keesokan harinya. Bagi sejumlah pedagang, membeli es mesti mengeluarkan biaya operasional yang tidak sedikit. Selain itu, harga dari distributor pun telah mengalami kenaikan. Penyebabnya, mereka tidak mampu mengimbangi harga komoditas dengan anggaran keuangan yang mereka miliki.
Kenaikan harga sejumlah komoditas pokok di pasar tradisional murni disebabkan kenaikan harga BBM dan tidak ada peran para pedagang yang melakukan spekulasi. “Dari sisi pasokan juga lancar – lancar saja. Akan tetapi, harganya sangat mahal.

Sumber :


Kamis, 04 Juli 2013 0 comments

Blsm : Demi Rakyat Atau Demi Partai Politik (Bi Ss 2013)

BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) adalah program kompensasi kenaikan harga BBM bagi rakyat miskin. Berbagai kritik dilontarkan terkait dengan ini. Kritik yang sering muncul adalah saratnya kepentingan politik dibalik pembagian BLSM ini, dan juga ketika BLSM dilaksanakan, bagaimana salah sasaran, ketidak-merataan, dan berdesak-desakannya masyarakat antri BLSM ini.
Kalau kita melihat dari sisi rakyat miskin, BLSM dan juga dalam hal ini KJS (Kartu Jakarta Sehat), apapun itu motif dibaliknya, adalah bermanfaat. Jika ada yang memberikan semacam stigmatisasi bahwa pemberian BLSM akan membuat rakyat semakin malas ini adalah semacam menggeser permasalahan. Bukan (terutama) karena rakyat malas mereka menjadi miskin, tetapi karena hidup bersama inilah yang dikelola tidak efisien. Siapa yang mengelola hidup bersama dalam negara? Pemerintahlah dalam hal ini seakan membiarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia ini lebih banyak dinikmati oleh sekelompok kecil saja. Bagaimana pajak-pajak tidak dikelola secara efisien menunjuk betapa besarnya kebocoran pajak dalam hal ini. Juga bagaimana mafia-mafia tetap kokoh mencengkeram NKRI ini, dari mafia BBM, mafia kayu, mafia beras, mafia kedelai, dan seterusnya. Juga dipelabuhan-pelabuhan. Atau proyek-proyek yang dikelola secara ugal-ugalan, kasus Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat, bisa menunjukkan hal itu, misalnya.
Atau lihatlah, pemerintah lebih memilih, melalui direksi PT KAI, memasang AC di kereta ekonomi dengan akibat naiknya harga tiket lebih dari 100 persen. Kereta api ekonomi Tawang Jaya jurusan Semarang-Jakarta, terakhir saya naik sebelum dipasang AC tarifnya adalah Rp 36.000. Perbaikan-perbaikan seperti menghilangkan karcis berdiri sebenarnya sudah sangat memberikan tambahan kenyamanan. Setelah diberi AC, harga karcis menjadi dalam rentang Rp 80.000 – Rp 200.000. Tidak ada makan gratis, begitu mungkin yang ada di kepala direksi PT KAI itu. Tapi cobalah lihat -jika ada CCTV yang merekam, bagaimana rata-rata ‘penampilan’ penumpang saat ketika kereta yang paling murah itu bertiket Rp 36.000 dan sekarang menjadi Rp 80.000, paling murah. Jika ada yang mengatakan, naik kereta api yang paling murah pun tidak mampu, maka ia miskin, siapa yang membuat miskin dalam konteks KA Tawang Jaya ini? Bukankah kita punya PT INKA yang mampu membuat gerbong-gerbong baru, tanpa AC, demi terjangkaunya modus transportasi massal bagi rakyat miskin? Yang berpenampilan ‘sangat sederhana’ ketika naik Tawang Jaya itu pun bukannya gratis, dia mau kok keluar uang Rp 36.000. Tetapi jelas ia harus berhitung ulang ketika harga naik menjadi paling murah Rp 80.000, apapun ‘kemewahan’ yang ditawarkan PT KAI dengan harga tersebut.
Kembali ke BLSM, apapun itu, sekali lagi, bagi rakyat miskin adalah sangat berarti memperoleh Rp 300.000 tunai, apalagi dia akan merasakan terima rutin selama kurun waktu tertentu, layaknya orang gajian. Yang patut kita kritik adalah, memang mengapa kenaikan harga BBM yang kemudian diikuti dengan BLSM ini dilaksanakan dengan kebetulan pembagian BLSM dekat dengan pemilu? Padahal banyak analisa, dan juga isu kenaikan harga BBM ini sudah jauh-jauh hari muncul. Juga permasalahan di lapangan yang muncul saat pembagian BLSM. Bagaimana pendataannya? Ada kesan tergesa-gesa dalam hal ini, dan ini semakin meyakinkan orang bahwa pertimbangan politik praktis menjelang pemilu 2014 lah yang memaksa ketergesa-gesa-an ini seakan dipaksakan. Semacam mengejar setoran saja. Melupakan ‘biaya sosial” (social cost) yang mungkin muncul akibat ekses karenangebetnya ‘mengejar setoran’ itu.
Maka, yang menjadi masalah adalah, bukan pada yang miskin penerima BLSM, tetapi biaya sosial akibat salah sasaran, pendataan yang tidak akurat, keberdesak-desakannya dalam antrian yang cenderung nampak tidak ‘memanusiakan’ itu. Dan pendataan, salah sasaran, dan seterusnya, itu bukanlah  domain  rakyat miskin penerima BLSM. Itu adalah domain pemerintah! Sebuah masalah yang sebenarnya berulang dan berulang. Dan kita sepertinya tidak pernah belajar dengan baik soal itu. Kenapa? Jangan-jangan mungkin karena concern-nya memang lebih pada keuntungan politik praktis, khususnya terkait dengan pemilihan umum, bukan pada masalah yang miskin. Sedikit banyak, permasalahan KJS beberapa waktu lalu agak mirip dengan permasalahan BLSM. Bedanya adalah, BLSM tidak bisa menunjuk dokter dan rumah sakit sebagai salah satu biang permasalahan. Benarkah mereka, dokter dan rumah sakit, pangkal permasalahan KJS? Sebaiknya kita mawas diri bersama dalam hal ini.