Sabtu, 27 Oktober 2012

KPK Di Mataku (BI SS 2012)




Komisi Pemberantasan Korupsi atau lebih dikenal dengan singkatan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Pada saat periode 2006-2011 KPK dipimpin oleh 4 orang wakil ketuanya yaitu Chandra Matra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar setelah perpu Plt, kemudian KPK ditolak oleh DPR pada tanggal 25 November 2010,Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR dan sekarang KPK dipimpin oleh Abraham Samad sejak tahun 2011.

Fungsi dan Tugas KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas yaitu :
    
1.    1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

    2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana  korupsi,
   
    3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi,

    4.  Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan
  
    5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang sebagai berikut :

   1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus pidana korupsi,

    2.   Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi,

   3.   Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait,

  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak korupsi dan

  5.  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Revisi Undang-Undang KPK

Mengenai adanya revisi undang-undang KPK yang disiapkan oleh anggota DPR dinilai sebagai bentuk nyata untuk memereteli kewenangan yang berada di dalam tubuh KPK tersebut. Situasinya semakin lama semakin berat setelah pihak polisi dan KPK berselisih dengan mencuatnya masalah yang sedang dihadapi pihak polri. Semua langkah yang di lakukan untuk pelemahan tersebut dinilai sebagai tindakan balas dendam terhadap KPK.

Namun kalangan DPR tampaknya yang paling getol untuk menyuarakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat internal Komisi III DPR  tanggal 3 Juli 2012, bahwa semua fraksi menyatakan setuju dengan adanya revisi terhadap UU KPK tersebut. Akan tetapi, setelah publik bersuara mengenai adanya perubahan rencana revisi UU tersebut, sebagian dari kalangan DPR pun mulai goyah.

Memang anggota DPR termasuk yang sangat banyak diburu oleh pihak KPK dalam kasus-kasus besar seperti korupsi. Menurut wakil ketua Busyro Muqaddas, pihak KPK telah meyeret 240 para terdakwa kasus korupsi ke penjara. Banyak diantara kasus-kasus terdakwa korupsi tersebut itu diseret ke penjara yang merupakan anggota DPR dan anggota DPRD tersebut.
 
Kasus-kasus korupsi yang melibatkan para anggota DPR antara lain pada proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, dana penyesuaian infrastruktrur daerah (DPID) dan proyek pengadaan Al Quran. Beberapa nama yang terseret dalam kasus korupsi antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Zulkarnaen Djabar dan sejumlah kasus-kasus korupsi yang lainnya. 

Pada umumnya partai memang resah terhadap tindakan dan langkah para pihak KPK untuk menindak lanjuti kasus-kasus korupsi yang belum terbongkar. Pasalnya, pembiayaan dana politik partai diduga berasal dari sumber nonfiktif dan itu menjadi target pihak KPK. Anggota Komisi III DPR mengakui adanya tendensi ‘membonsai’ kewenangan KPK agar tidak efektif dalam memberantas korupsi. 

Upaya pelemahan KPK disebabkan oleh mengendurnya semangat untuk memberantas tindakan korupsi di negara kita. Para elite-elite politik yang duduk di suprastruktur dan infrastruktur politik hampir semuanya berubah dan banyak yang duduk di parlemen sekarang sudah tidak lagi mengkhayati kekuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru sehingga semangat pemberantasan korupsi tidak terlalu dikhayati lagi. Maka dari itu, orang yang tidak mengkhayati latar belakang atas berdirinya lembaga KPK itulah yang sekarang banyak berperan di dalam tubuh politik tersebut. 

Sangat ironis sekali, bahwa sudah banyak para elite politik sekarang yang berpendapat sebaiknya KPK dibubarkan saja karena langkah-langkah KPK untuk penyadapan sudah mengkhawatirkan banyak orang yang tidak ingin privasi pribadinya terganggu. Bahkan pihak KPK beranggapan bahwa kami satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki kewenangan penyadapan yang sesuai dengan standar law full dari dunia internasional.

Pengawasan terhadap KPK untuk saat ini dibangun oleh beberapa argumen yang mungkin kelihatan wajar namun dasar argumentasinya masih sangat rendah. Anggota DPR yang mengajukan revisi UU KPK tak punya spritualitas Orde Reformasi dan salah satu semangat reformasi itu dengan pemberantasan korupsi harus tuntas.

Sesuai dengan konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi yang juga diratifikasi Indonesia, negara juga sangat membutuhkan suatu lembaga independen untuk mengatasi tindakan korupsi yang bebas dari suatu intervensi dari kekuasaan mana pun. 

Untuk merevisi undang-undang KPK tidaklah benar sebagai langkah DPR untuk memperlemah kewenangan KPK, karena titik krusial yang hendak direvisi adalah masalah kekosongan jabatan di dalam tubuh KPK yang belum diatur di dalam undang-undang yang lama. Persoalan yang sebenarnya bukan pada masalah UU pada KPK melainkan keberanian, integritas dan visi setiap individu para pemimpin KPK tersebut.  


                    www.kompas.com

Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar




Komisi Pemberantasan Korupsi atau lebih dikenal dengan singkatan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Pada saat periode 2006-2011 KPK dipimpin oleh 4 orang wakil ketuanya yaitu Chandra Matra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar setelah perpu Plt, kemudian KPK ditolak oleh DPR pada tanggal 25 November 2010,Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR dan sekarang KPK dipimpin oleh Abraham Samad sejak tahun 2011.

Fungsi dan Tugas KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas yaitu :
    
1.    1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

    2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana  korupsi,
   
    3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi,

    4.  Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan
  
    5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang sebagai berikut :

   1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus pidana korupsi,

    2.   Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi,

   3.   Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait,

  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak korupsi dan

  5.  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Revisi Undang-Undang KPK

Mengenai adanya revisi undang-undang KPK yang disiapkan oleh anggota DPR dinilai sebagai bentuk nyata untuk memereteli kewenangan yang berada di dalam tubuh KPK tersebut. Situasinya semakin lama semakin berat setelah pihak polisi dan KPK berselisih dengan mencuatnya masalah yang sedang dihadapi pihak polri. Semua langkah yang di lakukan untuk pelemahan tersebut dinilai sebagai tindakan balas dendam terhadap KPK.

Namun kalangan DPR tampaknya yang paling getol untuk menyuarakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat internal Komisi III DPR  tanggal 3 Juli 2012, bahwa semua fraksi menyatakan setuju dengan adanya revisi terhadap UU KPK tersebut. Akan tetapi, setelah publik bersuara mengenai adanya perubahan rencana revisi UU tersebut, sebagian dari kalangan DPR pun mulai goyah.

Memang anggota DPR termasuk yang sangat banyak diburu oleh pihak KPK dalam kasus-kasus besar seperti korupsi. Menurut wakil ketua Busyro Muqaddas, pihak KPK telah meyeret 240 para terdakwa kasus korupsi ke penjara. Banyak diantara kasus-kasus terdakwa korupsi tersebut itu diseret ke penjara yang merupakan anggota DPR dan anggota DPRD tersebut.
 
Kasus-kasus korupsi yang melibatkan para anggota DPR antara lain pada proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, dana penyesuaian infrastruktrur daerah (DPID) dan proyek pengadaan Al Quran. Beberapa nama yang terseret dalam kasus korupsi antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Zulkarnaen Djabar dan sejumlah kasus-kasus korupsi yang lainnya. 

Pada umumnya partai memang resah terhadap tindakan dan langkah para pihak KPK untuk menindak lanjuti kasus-kasus korupsi yang belum terbongkar. Pasalnya, pembiayaan dana politik partai diduga berasal dari sumber nonfiktif dan itu menjadi target pihak KPK. Anggota Komisi III DPR mengakui adanya tendensi ‘membonsai’ kewenangan KPK agar tidak efektif dalam memberantas korupsi. 

Upaya pelemahan KPK disebabkan oleh mengendurnya semangat untuk memberantas tindakan korupsi di negara kita. Para elite-elite politik yang duduk di suprastruktur dan infrastruktur politik hampir semuanya berubah dan banyak yang duduk di parlemen sekarang sudah tidak lagi mengkhayati kekuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru sehingga semangat pemberantasan korupsi tidak terlalu dikhayati lagi. Maka dari itu, orang yang tidak mengkhayati latar belakang atas berdirinya lembaga KPK itulah yang sekarang banyak berperan di dalam tubuh politik tersebut. 

Sangat ironis sekali, bahwa sudah banyak para elite politik sekarang yang berpendapat sebaiknya KPK dibubarkan saja karena langkah-langkah KPK untuk penyadapan sudah mengkhawatirkan banyak orang yang tidak ingin privasi pribadinya terganggu. Bahkan pihak KPK beranggapan bahwa kami satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki kewenangan penyadapan yang sesuai dengan standar law full dari dunia internasional.

Pengawasan terhadap KPK untuk saat ini dibangun oleh beberapa argumen yang mungkin kelihatan wajar namun dasar argumentasinya masih sangat rendah. Anggota DPR yang mengajukan revisi UU KPK tak punya spritualitas Orde Reformasi dan salah satu semangat reformasi itu dengan pemberantasan korupsi harus tuntas.

Sesuai dengan konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi yang juga diratifikasi Indonesia, negara juga sangat membutuhkan suatu lembaga independen untuk mengatasi tindakan korupsi yang bebas dari suatu intervensi dari kekuasaan mana pun. 

Untuk merevisi undang-undang KPK tidaklah benar sebagai langkah DPR untuk memperlemah kewenangan KPK, karena titik krusial yang hendak direvisi adalah masalah kekosongan jabatan di dalam tubuh KPK yang belum diatur di dalam undang-undang yang lama. Persoalan yang sebenarnya bukan pada masalah UU pada KPK melainkan keberanian, integritas dan visi setiap individu para pemimpin KPK tersebut.  


                    www.kompas.com




Komisi Pemberantasan Korupsi atau lebih dikenal dengan singkatan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Pada saat periode 2006-2011 KPK dipimpin oleh 4 orang wakil ketuanya yaitu Chandra Matra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar setelah perpu Plt, kemudian KPK ditolak oleh DPR pada tanggal 25 November 2010,Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR dan sekarang KPK dipimpin oleh Abraham Samad sejak tahun 2011.

Fungsi dan Tugas KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas yaitu :
    
1.    1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

    2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana  korupsi,
   
    3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi,

    4.  Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan
  
    5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang sebagai berikut :

   1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus pidana korupsi,

    2.   Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi,

   3.   Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait,

  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak korupsi dan

  5.  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Revisi Undang-Undang KPK

Mengenai adanya revisi undang-undang KPK yang disiapkan oleh anggota DPR dinilai sebagai bentuk nyata untuk memereteli kewenangan yang berada di dalam tubuh KPK tersebut. Situasinya semakin lama semakin berat setelah pihak polisi dan KPK berselisih dengan mencuatnya masalah yang sedang dihadapi pihak polri. Semua langkah yang di lakukan untuk pelemahan tersebut dinilai sebagai tindakan balas dendam terhadap KPK.

Namun kalangan DPR tampaknya yang paling getol untuk menyuarakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat internal Komisi III DPR  tanggal 3 Juli 2012, bahwa semua fraksi menyatakan setuju dengan adanya revisi terhadap UU KPK tersebut. Akan tetapi, setelah publik bersuara mengenai adanya perubahan rencana revisi UU tersebut, sebagian dari kalangan DPR pun mulai goyah.

Memang anggota DPR termasuk yang sangat banyak diburu oleh pihak KPK dalam kasus-kasus besar seperti korupsi. Menurut wakil ketua Busyro Muqaddas, pihak KPK telah meyeret 240 para terdakwa kasus korupsi ke penjara. Banyak diantara kasus-kasus terdakwa korupsi tersebut itu diseret ke penjara yang merupakan anggota DPR dan anggota DPRD tersebut.
 
Kasus-kasus korupsi yang melibatkan para anggota DPR antara lain pada proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, dana penyesuaian infrastruktrur daerah (DPID) dan proyek pengadaan Al Quran. Beberapa nama yang terseret dalam kasus korupsi antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Zulkarnaen Djabar dan sejumlah kasus-kasus korupsi yang lainnya. 

Pada umumnya partai memang resah terhadap tindakan dan langkah para pihak KPK untuk menindak lanjuti kasus-kasus korupsi yang belum terbongkar. Pasalnya, pembiayaan dana politik partai diduga berasal dari sumber nonfiktif dan itu menjadi target pihak KPK. Anggota Komisi III DPR mengakui adanya tendensi ‘membonsai’ kewenangan KPK agar tidak efektif dalam memberantas korupsi. 

Upaya pelemahan KPK disebabkan oleh mengendurnya semangat untuk memberantas tindakan korupsi di negara kita. Para elite-elite politik yang duduk di suprastruktur dan infrastruktur politik hampir semuanya berubah dan banyak yang duduk di parlemen sekarang sudah tidak lagi mengkhayati kekuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru sehingga semangat pemberantasan korupsi tidak terlalu dikhayati lagi. Maka dari itu, orang yang tidak mengkhayati latar belakang atas berdirinya lembaga KPK itulah yang sekarang banyak berperan di dalam tubuh politik tersebut. 

Sangat ironis sekali, bahwa sudah banyak para elite politik sekarang yang berpendapat sebaiknya KPK dibubarkan saja karena langkah-langkah KPK untuk penyadapan sudah mengkhawatirkan banyak orang yang tidak ingin privasi pribadinya terganggu. Bahkan pihak KPK beranggapan bahwa kami satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki kewenangan penyadapan yang sesuai dengan standar law full dari dunia internasional.

Pengawasan terhadap KPK untuk saat ini dibangun oleh beberapa argumen yang mungkin kelihatan wajar namun dasar argumentasinya masih sangat rendah. Anggota DPR yang mengajukan revisi UU KPK tak punya spritualitas Orde Reformasi dan salah satu semangat reformasi itu dengan pemberantasan korupsi harus tuntas.

Sesuai dengan konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi yang juga diratifikasi Indonesia, negara juga sangat membutuhkan suatu lembaga independen untuk mengatasi tindakan korupsi yang bebas dari suatu intervensi dari kekuasaan mana pun. 

Untuk merevisi undang-undang KPK tidaklah benar sebagai langkah DPR untuk memperlemah kewenangan KPK, karena titik krusial yang hendak direvisi adalah masalah kekosongan jabatan di dalam tubuh KPK yang belum diatur di dalam undang-undang yang lama. Persoalan yang sebenarnya bukan pada masalah UU pada KPK melainkan keberanian, integritas dan visi setiap individu para pemimpin KPK tersebut.  


                    www.kompas.com




Komisi Pemberantasan Korupsi atau lebih dikenal dengan singkatan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Pada saat periode 2006-2011 KPK dipimpin oleh 4 orang wakil ketuanya yaitu Chandra Matra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar setelah perpu Plt, kemudian KPK ditolak oleh DPR pada tanggal 25 November 2010,Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR dan sekarang KPK dipimpin oleh Abraham Samad sejak tahun 2011.

Fungsi dan Tugas KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas yaitu :
    
1.    1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

    2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana  korupsi,
   
    3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi,

    4.  Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan
  
    5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang sebagai berikut :

   1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus pidana korupsi,

    2.   Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi,

   3.   Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait,

  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak korupsi dan

  5.  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Revisi Undang-Undang KPK

Mengenai adanya revisi undang-undang KPK yang disiapkan oleh anggota DPR dinilai sebagai bentuk nyata untuk memereteli kewenangan yang berada di dalam tubuh KPK tersebut. Situasinya semakin lama semakin berat setelah pihak polisi dan KPK berselisih dengan mencuatnya masalah yang sedang dihadapi pihak polri. Semua langkah yang di lakukan untuk pelemahan tersebut dinilai sebagai tindakan balas dendam terhadap KPK.

Namun kalangan DPR tampaknya yang paling getol untuk menyuarakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat internal Komisi III DPR  tanggal 3 Juli 2012, bahwa semua fraksi menyatakan setuju dengan adanya revisi terhadap UU KPK tersebut. Akan tetapi, setelah publik bersuara mengenai adanya perubahan rencana revisi UU tersebut, sebagian dari kalangan DPR pun mulai goyah.

Memang anggota DPR termasuk yang sangat banyak diburu oleh pihak KPK dalam kasus-kasus besar seperti korupsi. Menurut wakil ketua Busyro Muqaddas, pihak KPK telah meyeret 240 para terdakwa kasus korupsi ke penjara. Banyak diantara kasus-kasus terdakwa korupsi tersebut itu diseret ke penjara yang merupakan anggota DPR dan anggota DPRD tersebut.
 
Kasus-kasus korupsi yang melibatkan para anggota DPR antara lain pada proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, dana penyesuaian infrastruktrur daerah (DPID) dan proyek pengadaan Al Quran. Beberapa nama yang terseret dalam kasus korupsi antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Zulkarnaen Djabar dan sejumlah kasus-kasus korupsi yang lainnya. 

Pada umumnya partai memang resah terhadap tindakan dan langkah para pihak KPK untuk menindak lanjuti kasus-kasus korupsi yang belum terbongkar. Pasalnya, pembiayaan dana politik partai diduga berasal dari sumber nonfiktif dan itu menjadi target pihak KPK. Anggota Komisi III DPR mengakui adanya tendensi ‘membonsai’ kewenangan KPK agar tidak efektif dalam memberantas korupsi. 

Upaya pelemahan KPK disebabkan oleh mengendurnya semangat untuk memberantas tindakan korupsi di negara kita. Para elite-elite politik yang duduk di suprastruktur dan infrastruktur politik hampir semuanya berubah dan banyak yang duduk di parlemen sekarang sudah tidak lagi mengkhayati kekuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru sehingga semangat pemberantasan korupsi tidak terlalu dikhayati lagi. Maka dari itu, orang yang tidak mengkhayati latar belakang atas berdirinya lembaga KPK itulah yang sekarang banyak berperan di dalam tubuh politik tersebut. 

Sangat ironis sekali, bahwa sudah banyak para elite politik sekarang yang berpendapat sebaiknya KPK dibubarkan saja karena langkah-langkah KPK untuk penyadapan sudah mengkhawatirkan banyak orang yang tidak ingin privasi pribadinya terganggu. Bahkan pihak KPK beranggapan bahwa kami satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki kewenangan penyadapan yang sesuai dengan standar law full dari dunia internasional.

Pengawasan terhadap KPK untuk saat ini dibangun oleh beberapa argumen yang mungkin kelihatan wajar namun dasar argumentasinya masih sangat rendah. Anggota DPR yang mengajukan revisi UU KPK tak punya spritualitas Orde Reformasi dan salah satu semangat reformasi itu dengan pemberantasan korupsi harus tuntas.

Sesuai dengan konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi yang juga diratifikasi Indonesia, negara juga sangat membutuhkan suatu lembaga independen untuk mengatasi tindakan korupsi yang bebas dari suatu intervensi dari kekuasaan mana pun. 

Untuk merevisi undang-undang KPK tidaklah benar sebagai langkah DPR untuk memperlemah kewenangan KPK, karena titik krusial yang hendak direvisi adalah masalah kekosongan jabatan di dalam tubuh KPK yang belum diatur di dalam undang-undang yang lama. Persoalan yang sebenarnya bukan pada masalah UU pada KPK melainkan keberanian, integritas dan visi setiap individu para pemimpin KPK tersebut.  


                    www.kompas.com