Minggu, 21 Oktober 2012 1 comments

Mengapa Harus Outsourching? (BI SS 2012)



Penerapan sistem outsourching selama ini menempatkan pada posisi pekerja yang tidak dilindungi dan dapat di PHK tanpa alasan dan juga tanpa pesangon yang memadai setelah masa kontrak kerja mereka berakhir. Padahal, secara hukum sebenarnya outsourcing, tidak mesti mengabaikan perlindungan hak-hak buruh. Jika pun terjadi pengabaian hak-hak terhadap para buruh dalam praktik outsourcing, itu merupakan kreasi dunia kerja saja. Karena itu, dengan pemahaman mengenai outsourching ini terhadap ruang lingkup dunia kerja semakin dapat manfaat dari bisnis outsourcing, kesalahpahaman demikian diharapkan berangsur dapat diminimalisasi atau diletakkan dalam kerangka yang lebih proporsional.  Sebab, bisnis outsourcing bukan saja berfaedah bagi dunia swasta, tetapi juga bagi badan yang berasal dari pemerintah. Dalam hubungan ini, pengaturan regulasi outsourcing yang jelas dan tidak multitafsir dalam perlindungan hak buruh sekaligus bermanfaat dalam dunia bisnis dan pemerintahan. 

Ruang lingkup
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membawa banyak perubahan yang terjadi di dalam hubungan perburuhan. Salah satunya perubahan yang cukup penting adalah di izinkannya praktek outsourcing. Outsourching adalah suatu bentuk hubungan kerja sama  yang termasuk dalam kategori Precarious Work, istilah ini biasanya dipakai secara internasional untuk menunjukan situasi hubungan kerja yang tidak tetap, waktu  yang dibatasi , pekerja lepas, tidak terjamin dan tidak pasti. Praktek seperti ini sepintas terlihat wajar namun mendorong akan terjadinya eksploitasi buruh yang cukup parah. Sayangnya praktek outsourcing ini tidak di imbangi dengan pengawasan-pengawasan yang ketat yang seharusnya pemerintah dapat menjamin terpenuhinya hak-hak para buruh. Tuntutan utama para buruh adalah menghapus sistem alih daya dan menolak upah murah/minimum.

Hubungan kerja kontrak dan sistem kerja outsourcing adalah sebuah praktek dunia kerja dalam hal berbisnis. Namun di Indonesia dan lebih banyak di negara lainnya, praktek ini membawa efek fragmentatif, degradatif, diskriminatif dan eksploitatif terhadap buruh di tengah semakin lemahnya kompetensi, peran dan fungsi pengawasan oleh Disnakertans dalam kerangka Otonomi Daerah. Tentu saja persoalan ini tidak berdiri sendiri melainkan  situasi ini harus segera dipahami dalam rangka hubungan industrial yang lebih luas dimana pemerintah menempatkan dirinya hanya sebagai ‘pembuat peraturan semata’ dan tidak mengambil tanggung jawab untuk melindungi hak-hak buruh pada umumnya. Efek yang ditimbulkan itu semakin terasa di dalam situasi dimana tidak ada Sistem Jaminan Sosial yang memadai di Indonesia. Serta tidak adanya jaminan kesehatan yang memadai untuk  pekerja buruh untuk mendapatkan kesehatan secara gratis dan memadai. Padahal pekerja outsourching sangat berperan penting bagi operasional suatu perusahaan. Pekerja buruh sama-sama saling menguntungkan bagi perusahaan untuk itu mereka berhak mengemukakan keinginannya untuk menolak upah yang murah. Karena harga kebutuhan yang semakin meningkat tidak seimbang dengan upah yang mereka dapatkan. Karena Indonesia adalah negara yang demokratis sangat mudah bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya agar pendapat mereka didengar oleh pemerintah untuk menikmati kehidupan yang lebih makmur dan sejahtera. 

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar kembali menjajikan akan mencabut izin perusahaan penyalur tenaga kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Penindakan dan pengawasan terhadap outsourching harus tegas sesuai dengan kewenangannya. Saya meminta kepada pemerintah untuk mencabut izin operasional pengerah tenaga outsourching yang tidak taat pada aturan yang berlaku dengan perundang-undangn kata Muhaimin Iskandar.

Secara terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta kepada pemerintah untuk mengikuti regulasi dalam menangani masalah ketenagakerjaan sehingga tidak tunduk begitu saja terhadap tekanan yang rubuh lewat suatu unjuk rasa.

Para pengusaha membutuhkan jaminan perlindungan dan penegakan hukum agar mereka bisa memproduksi dan menciptakan lapangan kerja dengan tenang. Namun pemerintah harus tegas menghentikan kebijakan populis yang menyesatkan dan tidak mendukung iklim investasi yang bergerak dalam bidang tersebut.

Penyimpangan
Dalam praktiknya, pengaturan UUK perihal outsourcing diatas sering menimbulkan  beberapa penafsiran yang salah. Setiap pekerjaan seolah bisa dialihkan, bahkan pekerjaan inti dari  sebuah perusahaan tersebut. Selain itu, perlindungan terhadap pekerja juga sangat minim dan juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Maka dari itu, pekerja diikat dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), sehingga ketika kontrak habis maka jalinan hubungan pekerjaan dengan perusahaan juga akan berakhir, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan kompensasi dan pesangon terhadap pekerja yang di-PHK. Hal ini harus diakui sebagai suatu kelemahan yang ditimbulkan oleh adanya sistem kerja outssourching. Lalu, konsep norma outsourcing yang diatur dalam UUK harus segera direvisi agar para pekerja mendapatkan pekerjaan yang layak di dunia kerja dan dunia usaha pada umumnya.

Dasar hukumnya
Ada beberapa peraturan dari tingkat UU, Keputusan Menteri maupun Peraturan Menteri yang mengatur hubungan kerja macam itu, yaitu:

UU 13/2003 psl.59 (2):
Perjanjian kerja paruh waktu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi oleh waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam perusahaan ataupun pekerjaan yang bukan bersifat musiman.

UU 13/2003 psl.66:
Yang dimaksud dengan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan umum.

Dampak yang ditimbulkan

1. Bagi buruh
Diskriminasi kesempatan kerja bagi mereka yang di luar kelompok usia 18-24 tahun, kesempatan kerja lebih banyak untuk perempuan, kesempatan kerja pendek, tak ada kompensasi pada akhir hubungan kerja, kesejahteraan menurun, upah tidak pernah naik, dan tidak dapat berserikat. Dalam sistem hubungan kerja kontrak/ Outsourcing, suatu perusahaan pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon ketika masa kontrak tersebut telah selesai. Kontrak terus-menerus dengan upah minimum, berarti tidak ada jaminan atas pekerjaan, tidak ada jaminan atas penghasilan, tidak ada jaminan atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Di Indonesia, hingga saat ini belum terbangun suatu fasilitas dimana sistem jaminan sosial nasional yang dapat menjadi sandaran ketika seseorang tidak memiliki penghasilan atau tidak bekerja. Akibatnya, ketika buruh yang bekerja dengan sistem kontrak/outsorcing tidak dapat bekerja karena diputus kontraknya, maka matilah sumber penghidupan baginya.

2. Terhadap pengusaha
Urusan ketenagakerjaan semakin praktis, biaya tenaga kerja jauh berkurang hingga 20%, biaya tinggi dalam jangka pendek tetapi rendah dalam jangka panjang: membayar management fee dan pesangon dalam rangka pengalihan hubungan kerja tetap menjadi kontrak tetapi tidak perlu memberikan kompensasi dan pensiun ketika hubungan kerja berakhir, mengurangi resiko dan kerugian karena fluktuasi dalam dunia bisnis tersebut.

3.  Pemerintah
Terjadi pelanggaran dan pembiaran pelanggaran terhadap peraturan dan UU mengenai outsourcing dan kebebasan berserikat, pasar tenaga kerja mengalami distorsi karena angkatan kerja harus membayar untuk mendapatkan pekerjaan, perluasan kesempatan kerja di sektor formal semakin sempit karena preferensi terhadap kelompok usia tertentu, gejala informalisasi meluas karena kesempatan kerja di sektor formal yang semakin pendek dan terbatas, penurunan wibawa, kompetensi dan profesionalisme aparat disnaker. Selama ini pada usia 18 – 55 tahun dipandang sebagai usia yang sangat produktif. Tapi sistem kerja Kontrak/Outsourcing yang mengutamakan angkatan kerja yang ‘sangat muda’ akan menyebabkan kesempatan kerja bagi buruh usia >30 tahun makin menyempit. Bila peluang kerja di sektor formal bagi Angkatan kerja ‘tua’ makin menyempit, maka akan terjadi ledakan sektor informal yang selama ini pun sudah mendominasi struktur angkatan kerja Indonesia.

Masalah outsourching masih saja dibicarakan dan tidak adanya kejelasan dari pemerintah untuk bertindak tegas atas penyelewengan yang terjadi pada sistem outsourching ini untuk melindungi hak-hak para buruh. Pemerintah seyogyanya juga harus memberikan hak-hak khusus pada buruh tidak hanya menguntungkan bagi pihak perusahaan saja tapi juga para pekerja untuk bekerja dengan baik dan tidak dibatasi oleh suatu kontrak yang hanya menguntungkan pihak perusahaan dan sangat merugikan bagi buruh. Semoga pemerintah memberikan suatu solusi atau alternatif untuk merivisi undang-undang mengenai sistem kerja buruh agar buruh bisa menikmati kehidupan yang layak dan sejahtera.
Semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat...


SUMBER :

2 comments

Alternatif Solusi Mengurangi Frekuensi Tawuran (BI SS 2012)



Perkelahian atau yang biasa disebut dengan tawuran, sering terjadi di antara pelajar bahkan pula sudah merambah pada kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa tawuran merupakan hal yang sangat wajar pada kenakalan para remaja. Sebab itu, tawuran pun sangat beragam mulai dari hal sepele sampai pada hal yang menjuruskan suatu tindakan bentrok antar pelajar.
Tawuran antar pelajar merupakan penyimpangan sosial yang berupa perkelahian. Penyimpangan sosial ini harus segera dicari solusinya agar tidak timbul perkelahian antar pelajar dan tidak menimbulkan korban jiwa. Namun dalam waktu setahun saja, sudah ada 14 pelajar di jabodetabek yang tewas mengenaskan gara-gara tawuran dan sudah sepantasnya pelaku tawuran dihukum pidana agar kasus seperti ini diproses secara hukum yang berlaku dengan undang-undang sehingga memberikan efek jera bagi para pelajar.
 Tidak hanya itu, pihak sekolah juga harus menunjukan sikap yang tegas kepada para pelajar yang ikut terlibat dalam tawuran yaitu berupa sangsi yang tegas.  Di lain pihak polisi juga ikut serta dalam berkoordinasi dengan menteri pendidikan dan pihak sekolah untuk mencari sistem pencegahan kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan sekolah agar lebih efektif.
Pemberian sangsi selanjutnya, bisa dengan menurunkan status sekolah menjadi status sekolah biasa. Perlu adanya inovasi dari dinas pendidikan dan sekolah untuk meredam aksi tawuran antar pelajar. Kalau perlu, tindakan tegas bagi institusi sekolah dan pelajar yang terlibat tawuran tersebut.
Tindakan tegas itu sangat diperlukan karena tawuran sudah mengarah pada tindakan kejahatan, bukan sekedar kenakalan remaja pada umumnya. Selama ini sekolah berkilah, bahwa terjadinya tawuran bukan sekedar merupakan tanggung jawab pihak sekolah melainkan terjadi di luar lingkungan sekolah dan jam sekolah. Padahal sangat jelas bahwa sekolah ikut serta bertanggung jawab kepada para pelajar yang terlibat pada aksi tawuran tersebut. Namun pada faktanya pihak sekolah tidak mau disalahkan akan terjadinya tawuran di lingkungan sekolah itu sendiri. Ini merupakan suatu contoh yang buruk bagi sistem pendidikan. 
Dosen psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman mengatakan bahwa persoalan kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar dan penanganannya belum banyak beranjak. Persoalan tawuran ini baru dapat dilihat sebatas masalah lokal, bukan masalah nasional. Kalau sudah menjadi masalah nasional, semua elemen masyarakat ikut terlibat dan ikut waspada di semua lini yang ada. Winarini juga menambahkan bahwa pada masa orientasi sekolah menjadi masa paling krusial untuk memutuskan mata rantai kekerasan kelompok.
Masa itu harus diisi oleh hal-hal yang produktif karena masa orientasi sekolah justru biasanya masa ketika kebencian kelompok itu diturunkan kepada para siswa baru disekolah tersebut. Psikologi forensik yang juga Kepala Bagian Psikologi Polda Metro Jaya Arif Nurcahyo menjelaskan, ada dua perspektif dalam kasus tawuran yaitu psikologi para remaja dan psikologi massa.
Pada fase remaja, siswa mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Perspektif psikologi massa menyangkut proses meleburnya individu dalam perilaku massa. Sebagai bagian dari perilaku massa, para remaja mengalami deindividuasi yang berupa hilangnya tanggung jawab pribadi, tindakan irasional dan tindakan sugestif.
Bagi saya bahwa kekerasan para pelajar sudah sangat memprihatinkan bahkan bisa menjadi ancaman dari berbagai pihak. Padahal pola antisipasi agar tidak terjadinya tawuran sudah dikoordinasikan dan sepertinya harus sangat diperlukan. Tawuran ini sendiri juga bisa dihindari dengan pola yang ditanamkan dari lingkungan keluarga bahkan dari lingkungan sekolah yang mengajarkan para murid untuk disiplin. Sangat jelas sekali bahwa dampak yang ditimbulkan oleh perkelahian antar pelajar itu sudah sangat merugikan banyak pihak. Maka dari itu, tindakan kekerasan pada pelajar harus di tindaklanjuti dan diberikan arahan agar para pelajar sadar bahwa tindakan tersebut merupakan suatu tindakan yang kriminal.
Dampak Perkelahian Pelajar
Yang pertama, pelajar dan keluarganya yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif yaitu bila mengalami cedera atau bahkan tewas pada saat tawuran itu terjadi. Kedua, rusaknya beberapa fasilitas-fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko, kendaraan umum maupun pribadi. Ketiga, terganggunya proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. Dan yang terakhir adalah yang paling dikhawatirkan bagi para pendidik, yaitu berkurangnya penghargaan bagi para siswa terhadap toleransi antar sesama, perdamaian dan nilai-nilai pengendalian sosial pada orang lain. Pengendalian sosial dapat dilakukan melalui institusi atau non institusi, secara lisan, simbolik, dan melalui kekerasan atau biasa disebut pengendalian secara koersif, menggunakan hukuman atau imbalan dan secara formal dan informal. Sementara itu, pengendalian sosial dapat dilakukan melalui sosialisasi dan dapat dilakukan melalui tekanan sosial.  
Bagi para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, yaitu dengan perkelahian dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar mencapai suatu tujuan. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi pada jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia dan kehidupan bermasyarakat menjadi tidak nyaman akibat yang ditimbulkan oleh tawuran tersebut.
Tinjauan Psikologi Penyebab Remaja Terlibat Perkelahian Pelajar
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat aksi perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Akan tetapi,  pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi untuk pengembangan diri mereka sendiri. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan dan perhatian khusus dari orang-orang yang ada disekitarnya.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi dengan kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak buruk pada kondisi lahir maupun batin pada seorang anak. Ketika meningkat menjadi seorang remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dalam dirinya, dan merupakan hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh menjadi sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani untuk mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah terlebih dahulu harus dinilai kualitasnya dari segi pengajaran maupun segi mendidiknya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting dan juga guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan yang berlaku disekolah, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam  cara mendidik para siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang para remaja untuk belajar dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi tersebut.



Solusi Mengurangi Frekuensi Tawuran
 Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat mengatasi tawuran yaitu:
1.      Mengadakan seminar atau workshop yang diadakan di sekolah ataupun di lingkungan  universitas tentang cara mengatasi tawuran yang semakin marak terjadi di lingkungan sekitar
2.      Orang tua juga harus memberikan perhatian dan rasa kasih sayangnya pada anaknya dan memberikan bimbingan mengenai dampak dari tawuran
3.      Pihak sekolah harus berani dan tegas memberikan hukuman dan mendidik para siswanya untuk mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang berjiwa kepemimpinan
4.      Pihak kepolisian juga sangat berperan penting dalam mengatasi tawuran di sebagian wilayah dengan memberikan beberapa penyuluhan pada setiap sekolah
5.      Memperbanyak kegiatan ekstrakulikuler di lingkungan sekolah, agar para pelajar banyak yang ikut serta
6.      Menurunkan status sekolah taraf Internasional menjadi sekolah bertaraf biasa
7.      Melakukan kegiatan positif selama berada dilingkungan sekolah
8.      Para pelajar selalu berinovasi untuk membuat sesuatu agar nama sekolah mereka terkenal dan tentunya membanggakan bagi sekolah tersebut
9.      Guru juga harus selalu memperhatikan para anak didiknya saat di dalam kelas maupun diluar kelas ketika sedang berlangsung proses kegiatan sekolah
10.  Kepala sekolah dan guru juga harus memeriksa tas dan alat-alat bawaan yang dibawa oleh anak muridnya sebelum memasuki lingkungan sekolah agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan oleh semua pihak.
Semoga solusi ini dapat bermanfaat dan jangan sampai masalah tawuran ini terulang kembali dikemudian hari...
SUMBER:
Minggu, 07 Oktober 2012 0 comments

HUBUNGAN INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER DENGAN FILM WALL-E


 

-->
Wall-E adalah sebuah film animasi yang menggunakan teknik 3D dalam proses pembuatannya. Tokoh utama dalam film ini adalah sebuah robot yang bernama Wall-E atau Waste Allocation Load Lifter Earth-Class atau bisa disebut dengan Robot pengurus sampah kelas bumi yang hidup sendiri bersama sahabatnya Kecoak di bumi. Karakter- karakter dalam film ini sebagian besar suaranya tidak disuarai oleh manusia, tetapi oleh suara mekanik. Film animasi ini sangat menghibur dan juga sangat komunikatif, dan film ini juga dapat ditonton oleh semua kalangan mulai dari anak-anak sampe orang dewasa. Namun gerakan dan tingkah laku robot dalam film ini sudah menjelaskan apa yang mereka lakukan dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Film ini juga menggambarkan interaksi manusia dengan robot. Walaupun ada sedikit kekurangan, tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena tujuannya dalam film ini untuk menghibur dan  sekaligus memberi himbauan kepada manusia agar mereka selalu memperhatikan lingkungan dan mengelola sampah  yang merupakan pesan utama dalam film ini. Selain itu, interaksi sosial dan kegiatan fisik yang tidak bergantung sepenuhnya pada mesin seperti robot dalam kehidupan juga merupakan pesan yang sangat penting. Maka dari itu, manusia disarankan tidak bergantung pada robot karena robot digunakan dan diciptakan oleh manusia hanya sebagai alat bantu dalam kehidupan bukan sebagai bergantungnya manusia sepenuhnya kepada robot itu sendiri.

Wall-E bertugas untuk membersihkan sampah-sampah yang ada dibumi yang diakibatkan oleh manusia. Sampah-sampah elektronik yang dibuang oleh para manusia ini tidak dapat didaur-ulang, maka bumi menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah, sehingga kelangsungan hidup para manusia menjadi sangat terancam. Untuk mencegah kepunahan manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO Buy N Large, melakukan pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di atas armada kapal luar angkasa eksekutif yang bernama axiom yang menyediakan segala keperluan manusia dan dilengkapi oleh robot-robot yang semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan semua manusia. Dalam film ini, Wall-E merupakan satu-satunya robot pembersih sampah yang tersisa di bumi, karena robot pembersih sampah yang lain sudah tidak dapat bertahan dengan begitu banyaknya sampah yang menumpuk dibumi. Maka dari itu, Wall-E diprogram untuk memadatkan dan menumpuk sampah-sampah elektronik yang telah memenuhi seluruh daratan di bumi, agar memudahkan untuk peleburan. Tumpukan sampah-sampah elektronik telah dipadatkan dan dikumpulkan oleh WALL-E dan tumpukan sampah tersebut sudah mencapai setinggi gedung pencakar langit.

Berabad-abad kehidupan telah dilalui oleh Wall-E, sebagai robot ia memiliki kecerdasan dan rasa keingintahuan. Ia gemar mengoleksi barang-barang yang menarik yang terdapat di berbagai tumpukan sampah yang memenuhi bumi, ia pun mengambil onderdil untuk suku cadangnya dari Wall-E lainnya  yang sudah tidak aktif lagi. Ia pun sering menonton film musikal dari sebuah kaset video dan adegan berpegangan tangan dalam video musikal tersebut telah mengajarnya untuk memiliki sebuah perasaan.

Pada suatu hari, Wall-E menemukan sebuah bibit tumbuhan, lalu menanamnya di dalam sebuah sepatu usang. Kemudian, sebuah kapal luar angkasa mendarat di bumi dan mengeluarkan sebuah robot yang bernama EVE. EVE adalah sebuah robot perempuan yang dikirim oleh pesawat raksasa yang bernama Axiom, ia bertugas mencari bentuk kehidupan di bumi, mencari apakah masih ada tanda-tanda kehidupan di bumi. Kisah mulai menarik ketika Wall-E tertarik dan ingin berkenalan dengan EVE dan akhirnya mereka saling berinteraksi. Saat Wall-E ingin menunjukkan bibit tumbuhan yang ditemukannya, EVE secara otomatis menyimpan bibit itu dan langsung berada dalam keadaan diam yang berstatus non aktif. Lalu, EVE pun menjadi tidak berfungsi, yang artinya misi yang dijalankannya itu berhasil, kemudian menunggu pesawat yang mengantarnya ke bumi hingga ia dibawa kembali keluar angkasa untuk diteliti. Dengan rasa gelisah dan panik, WALL-E mengejar pesawat itu dan kemudian WALL-E berhasil menyusup ke dalam pesawat Axiom tersebut.

Ternyata roket itu menuju ke pesawat raksasa bernama AXIOM,
dimana tempat tinggal para manusia selama puluhan tahun sementara robot-robot di bumi mengurus dan membersihkan sampah yang sudah tak dapat di daur ulang lagi dan juga karena lingkungan bumi  yang sudah tak dapat dihuni oleh mahluk hidup. Kelucuan dan keseruan pun muncul, terutama akibat ulah Wall-E yang hendak menyelamatkan EVE. Robot-robot lain serta kehidupan manusia jadi berubah gara-gara tindakan Wall-E mencari EVE. Wall-E dan EVE sampai ke dalam tempat kapten kapal yang didampingi Autopilot untuk memberi laporan adanya bentuk kehidupan di bumi dengan membawa tumbuhan yang ditempatkan pada sepatu usang. Akan tetapi, Autopilot mempunyai perintah rahasia untuk mencegah kembalinya para manusia untuk ke bumi sehingga menyulitkan kapten kapal, EVE dan Wall-E. Akhirnya setelah melalui berbagai kesulitan, mereka semua berhasil kembali ke bumi dan manusia kembali menghuni bumi yang sudah ditinggalkan selama puluhan tahun lamanya. Wall-E, EVE, Kapten kapal serta robot-robot lain lalu membantu para manusia untuk mengelola dan menjaga bumi agar tidak merusak bumi dengan membuang sampah elektronik yang tidak dapat di daur ulang.

Di
dalam pesawat itu Wall-E menemukan dunia baru yang mana kehidupan manusia sebelumnya sudah ia pelajari.  Akan tetapi, manusia menjadi sangat gendut dan bahkan tidak bisa berjalan hanya dengan bantuan sebuah alat untuk menopang tubuhnya. Semua itu dikarenakan oleh kebiasaan buruk manusia yang segala aktifitasnya dilakukan dengan cara serba praktis dan otomatis. Wall-E dan EVE berusaha menyakinkan  para manusia bahwa bumi layak untuk ditinggali kembali dan dengan keyakinan serta kegigihan mereka usaha untuk mengajak para manusia tinggal di bumi itu pun berhasil. Manusia akhirnya menyadari arti kehidupan untuk tinggal kembali dibumi untuk dijaga dan dipelihara agar lingkungan tetap lestari dan kehidupan manusia pun tidak terancam punah serta fauna dan flora tetap terjaga dengan baik.

Akhirnya manusia dan robot bekerja sama dalam memperbaiki kehidupan di Bumi dengan penuh semangat dan harapan yang baru di bawah pimpinan kapten kapal. Sebuah kehidupan yang normal pun dapat di nikmati kembali oleh manusia. Seiring waktu dan kerja sama manusia dengan robot-robot, bumi pun kembali normal seperti sedia kala.

Hubungan Film Wall-E dengan Interaksi Manusia dan Komputer

Interaksi antara manusia dengan komputer dapat dilihat dalam film tersebut, salah satunya adalah film Wall-E. Di mana manusia yang hidup didalam sebuah pesawat raksasa yang bernama axiom tersebut mendapatkan kehidupan yang serba nyaman dan otomatis, berbeda jauh ketika mereka tinggal di bumi. Berbagai aktivitas dan fasilitas tersebut semuanya sudah dapat terpenuhi dengan menggunakan teknologi yang canggih dan dikendalikan oleh sistem komputer serta para robot dalam kehidupannya. Untuk melakukan segala aktivitasnya manusia tidak perlu repot, hanya dengan memerintah atau menggunakan alat teknologi tersebut maka segala kebutuhannya akan segera terpenuhi oleh teknologi tersebut. Itulah yang membuat manusia menjadi sangat malas karena bergantung kepada teknologi dan robot yang membantu mereka dalam segala aktifitasnya.
Manusia di dalam film ini juga harus dapat menyadari bahwa teknologi tidak hanya membuat segala kebutuhan terpenuhi tetapi juga teknologi dapat menolong manusia dari ancaman sampah yang tidak dapat didaur ulang dengan cara berinovasi membuat suatu teknologi yang mampu untuk mendaur ulang sampah, sehingga kehidupan di bumi akan menciptakan  sebuah go green.

Pada film Wall-E ini dapat diambil kesimpulannya bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa terlepas dari teknologi dan robot. Manusia selalu menggunakan teknologi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan teknologi yang mereka gunakan adalah berupa komputer untuk menjalankan banyak hal. Banyak dampak positif dapat kita ambil yaitu dengan menggunakan teknologi komputer segala pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat, dan kebutuhan dapat terpenuhi serta segala aktivitas dapat berjalan dengan lancar. Dampak negatifnya yang dapat kita antisipasi adalah manusia menjadi sangat malas dan manusia menjadi bergantung dengan teknologi dalam kehidupan serta manusia juga tidak dapat menjaga lingkungan di bumi. Padahal bumi sangat memerlukan manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dari ancaman yang di timbulkan oleh para manusia itu sendiri.