Kamis, 25 Oktober 2012 0 comments

Persaingan Iphone 5 Vs Samsung Galaxy SIII (BI SS 2012)



 Persaingan iphone 5 dengan samsung galaxy SIII memang sangat mencuri perhatian bagi para kalangan terutama bagi para pecinta gadget. Munculnya iphone 5 sebagai pesaing baru yang menggoyahkan samsung galaxy s3 yang dinilai sangat ketat soal aplikasi yang masing-masing unggul dalam bidangnya. Banyak orang berpendapat bahwa samsung galaxy s3 kalah saing dibandingkan dengan iphone 5. Meskipun begitu sistem operasi android yang dianut oleh samsung galaxy s3 sudah terkenal diseluruh dunia akan tetapi, harus diakui bahwa iphone 5 lebih unggul. Ada yang beranggapan bahwa perkembangan teknologi khususnya pada gadget adalah suatu hal yang paling di nantikan oleh para pecinta gadget. Para vendor juga terus gencar untuk membuat dan berinovasi untuk membuat gadget yang semakin canggih dan semakin unggul untuk menciptakan suatu gadget yang berbeda dengan gadget lainnya. Untuk itu persaingan antara keduanya disisi lain sangat menguntungkan dan disisi lainnya juga sangat merugikan karena masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Maka dari itu, Samsung Galaxy S3 ini memiliki layar 5 inci dan layar S3 yang menggunakan teknologi yang disebut dengan AMOLED, sehingga mampu menampilkan kualitas warna yang hidup dan warna hitam yang lebih dalam. Sebaliknya iphone 5 mempunyai layar LCD yang bisa menampilkan warna putih jauh lebih baik ketimbang samsung galaxy S3. Jadi, bagi para pecinta gadget dapat dengan mudah untuk menentukan pilhan yang mana yang terbaik untuk digunakan bisnis ataupun hanya sekedar untuk kebutuhan semata.

Berikut spesifikasinya :

 Iphone 5

Full Specifications of Apple iPhone 5 64GB

GENERAL
Network
GSM 900 / 1800 / 1900 HSDPA 900 / 2100, LTE 850 / 1800 / 2100
LAYAR
Tipe
LED-backlit IPS TFT, capacitive touchscreen, 16M colors
Ukuran
640 x 1136 pixels, 4.0 inches (~326 ppi pixel density), Multitouch, Corning Gorilla Glass, oleophobic coating
DIMENSI
Ukuran/Berat
123.8 x 58.6 x 7.6 mm / 112 g
AUDIO
Fitur
Vibration, proprietary ringtones
Jack
3.5mm jack audio
Speakerphone
Ya
MEMORY
Internal
64 GB storage, 1 GB RAM
Eksternal
Tidak
DATA
3G
DC-HSDPA, 42 Mbps; HSDPA, 21 Mbps; HSUPA, 5.76 Mbps, LTE, 100 Mbps; Rev. A, up to 3.1 Mbps
EDGE
Ya
GPRS
Ya
WLAN
Wi-Fi 802.11 a/b/g/n, dual-band, Wi-Fi hotspot
Bluetooth
v4.0 with A2DP
Infrared
Tidak
USB/Port
v2.0 microUSB
KAMERA
Primer
8 MP, 3264x2448 pixels, autofocus, LED flash. Fitur: Simultaneous HD video and image recording, touch focus, geo-tagging, face detection, panorama, HDR
Sekunder
1.2 MP, 720p@30fps
Video Record
1080p@30fps
BATERAI
Tipe
Standard battery, Li-Po 1440 mAh (5.45 Wh)
Standby
Up to 225 h (2G) / Up to 225 h (3G)
Talk Time
Up to 8 h (2G) / Up to 8 h (3G)
FITUR
OS
iOS 6
CPU
Apple A6, Dual-core 1.2 GHz, GPU PowerVR SGX 543MP3 (triple-core graphics)
Browser
HTML (Safari)
GPS
Ya, A-GPS, GLONASS
Messaging
iMessage, SMS (threaded view), MMS, Email, Push Em
Java
Tidak, Fitur tambahan: - Active noise cancellation with dedicated mic - Siri natural language commands and dictation - iCloud cloud service - Twitter and Facebook integration - TV-out - Maps - iBooks PDF reader - Audio/video player and editor - Image editor - Voice memo/command/dial
FITUR LAIN
Multiple SIM
Nano SIM
Video Player
MP4/H.264/H.263 player
MP3 Player
MP3/WAV/eAAC+ player
Audio Record
Ya
TV
Tidak



Samsung galaxy s3
  • Full Specifications of Samsung I9300 Galaxy S III
GENERAL
Network
GSM 850 / 900 / 1800 / 1900 ,3G HSDPA 900 /1900 / 2100
LAYAR
Tipe
Super AMOLED capacitive touchscreen, 16M colors
Ukuran
720 x 1280 pixels, 4.8 inches (~306 ppi pixel density), Multitouch, Protection Corning Gorilla Glass 2, TouchWiz UI v4.0
DIMENSI
Ukuran/Berat
136.6 x 70.6 x 8.6 mm / 133 g
AUDIO
Fitur
Vibration
MP3, WAV ringtones
Jack
3.5mm jack audio
Speakerphone
Ya
MEMORY
Internal
16/32/64 GB storage, 1 GB RAM
Eksternal
microSD, up to 64 GB
DATA
3G
HSDPA, 21 Mbps; HSUPA, 5.76 Mbps
EDGE
Class 12
GPRS
Class 12 (4+1/3+2/2+3/1+4 slots), 32 - 48 kbps
WLAN
Wi-Fi 802.11 a/b/g/n, DLNA, Wi-Fi Direct, Wi-Fi hotspot
Bluetooth
v4.0 with A2DP, EDR
Infrared
Tidak
USB/Port
microUSB v2.0 (MHL), USB On-the-go
KAMERA
Primer
8 MP, 3264x2448 pixels, autofocus, LED flash, Simultaneous HD video and image recording, geo-tagging, touch focus, face and smile detection, image stabilization
Sekunder
1.9 MP, 720p@30fps
Video Record
1080p@30fps
BATERAI
Tipe
Standard battery, Li-Ion 2100 mAh
Standby
Up to 590 h (2G) / Up to 790 h (3G)
Talk Time
Up to 21 h 40 min (2G) / Up to 11 h 40 min (3G)
FITUR
OS
Android OS, v4.0.3 (Ice Cream Sandwich)
CPU
Exynos 4212 Quad, Quad-core 1.4 GHz Cortex-A9, GPU Mali-400MP
Browser
HTML, Adobe Flash
GPS
Ya, A-GPS, GLONASS
Messaging
SMS(threaded view), MMS, Email, Push Mail, IM
Java
via Java MIDP emulator, Fitur tambahan: Stereo FM radio with RDS, MicroSIM card support only, S-Voice natural language commands and dictation, Smart Stay eye tracking, Dropbox (50 GB storage), Active noise cancellation with dedicated mic, TV-out (via MHL A/V link), SNS integration,Organizer, Image/video editor, Document editor (Word, Excel, PowerPoint, PDF), Google Search, Maps, Gmail, YouTube, Calendar, Google Talk, Picasa integration, Voice memo/dial/commands, Predictive text input (Swype)
FITUR LAIN
Multiple SIM
Tidak
Video Player
MP4/DivX/XviD/WMV/H.264/H.263 player
MP3 Player
MP3/WAV/eAAC+/AC3/FLAC player
Audio Record
Ya
TV
Tidak

Sumber :
Minggu, 21 Oktober 2012 1 comments

Mengapa Harus Outsourching? (BI SS 2012)



Penerapan sistem outsourching selama ini menempatkan pada posisi pekerja yang tidak dilindungi dan dapat di PHK tanpa alasan dan juga tanpa pesangon yang memadai setelah masa kontrak kerja mereka berakhir. Padahal, secara hukum sebenarnya outsourcing, tidak mesti mengabaikan perlindungan hak-hak buruh. Jika pun terjadi pengabaian hak-hak terhadap para buruh dalam praktik outsourcing, itu merupakan kreasi dunia kerja saja. Karena itu, dengan pemahaman mengenai outsourching ini terhadap ruang lingkup dunia kerja semakin dapat manfaat dari bisnis outsourcing, kesalahpahaman demikian diharapkan berangsur dapat diminimalisasi atau diletakkan dalam kerangka yang lebih proporsional.  Sebab, bisnis outsourcing bukan saja berfaedah bagi dunia swasta, tetapi juga bagi badan yang berasal dari pemerintah. Dalam hubungan ini, pengaturan regulasi outsourcing yang jelas dan tidak multitafsir dalam perlindungan hak buruh sekaligus bermanfaat dalam dunia bisnis dan pemerintahan. 

Ruang lingkup
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membawa banyak perubahan yang terjadi di dalam hubungan perburuhan. Salah satunya perubahan yang cukup penting adalah di izinkannya praktek outsourcing. Outsourching adalah suatu bentuk hubungan kerja sama  yang termasuk dalam kategori Precarious Work, istilah ini biasanya dipakai secara internasional untuk menunjukan situasi hubungan kerja yang tidak tetap, waktu  yang dibatasi , pekerja lepas, tidak terjamin dan tidak pasti. Praktek seperti ini sepintas terlihat wajar namun mendorong akan terjadinya eksploitasi buruh yang cukup parah. Sayangnya praktek outsourcing ini tidak di imbangi dengan pengawasan-pengawasan yang ketat yang seharusnya pemerintah dapat menjamin terpenuhinya hak-hak para buruh. Tuntutan utama para buruh adalah menghapus sistem alih daya dan menolak upah murah/minimum.

Hubungan kerja kontrak dan sistem kerja outsourcing adalah sebuah praktek dunia kerja dalam hal berbisnis. Namun di Indonesia dan lebih banyak di negara lainnya, praktek ini membawa efek fragmentatif, degradatif, diskriminatif dan eksploitatif terhadap buruh di tengah semakin lemahnya kompetensi, peran dan fungsi pengawasan oleh Disnakertans dalam kerangka Otonomi Daerah. Tentu saja persoalan ini tidak berdiri sendiri melainkan  situasi ini harus segera dipahami dalam rangka hubungan industrial yang lebih luas dimana pemerintah menempatkan dirinya hanya sebagai ‘pembuat peraturan semata’ dan tidak mengambil tanggung jawab untuk melindungi hak-hak buruh pada umumnya. Efek yang ditimbulkan itu semakin terasa di dalam situasi dimana tidak ada Sistem Jaminan Sosial yang memadai di Indonesia. Serta tidak adanya jaminan kesehatan yang memadai untuk  pekerja buruh untuk mendapatkan kesehatan secara gratis dan memadai. Padahal pekerja outsourching sangat berperan penting bagi operasional suatu perusahaan. Pekerja buruh sama-sama saling menguntungkan bagi perusahaan untuk itu mereka berhak mengemukakan keinginannya untuk menolak upah yang murah. Karena harga kebutuhan yang semakin meningkat tidak seimbang dengan upah yang mereka dapatkan. Karena Indonesia adalah negara yang demokratis sangat mudah bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya agar pendapat mereka didengar oleh pemerintah untuk menikmati kehidupan yang lebih makmur dan sejahtera. 

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar kembali menjajikan akan mencabut izin perusahaan penyalur tenaga kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Penindakan dan pengawasan terhadap outsourching harus tegas sesuai dengan kewenangannya. Saya meminta kepada pemerintah untuk mencabut izin operasional pengerah tenaga outsourching yang tidak taat pada aturan yang berlaku dengan perundang-undangn kata Muhaimin Iskandar.

Secara terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta kepada pemerintah untuk mengikuti regulasi dalam menangani masalah ketenagakerjaan sehingga tidak tunduk begitu saja terhadap tekanan yang rubuh lewat suatu unjuk rasa.

Para pengusaha membutuhkan jaminan perlindungan dan penegakan hukum agar mereka bisa memproduksi dan menciptakan lapangan kerja dengan tenang. Namun pemerintah harus tegas menghentikan kebijakan populis yang menyesatkan dan tidak mendukung iklim investasi yang bergerak dalam bidang tersebut.

Penyimpangan
Dalam praktiknya, pengaturan UUK perihal outsourcing diatas sering menimbulkan  beberapa penafsiran yang salah. Setiap pekerjaan seolah bisa dialihkan, bahkan pekerjaan inti dari  sebuah perusahaan tersebut. Selain itu, perlindungan terhadap pekerja juga sangat minim dan juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Maka dari itu, pekerja diikat dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), sehingga ketika kontrak habis maka jalinan hubungan pekerjaan dengan perusahaan juga akan berakhir, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan kompensasi dan pesangon terhadap pekerja yang di-PHK. Hal ini harus diakui sebagai suatu kelemahan yang ditimbulkan oleh adanya sistem kerja outssourching. Lalu, konsep norma outsourcing yang diatur dalam UUK harus segera direvisi agar para pekerja mendapatkan pekerjaan yang layak di dunia kerja dan dunia usaha pada umumnya.

Dasar hukumnya
Ada beberapa peraturan dari tingkat UU, Keputusan Menteri maupun Peraturan Menteri yang mengatur hubungan kerja macam itu, yaitu:

UU 13/2003 psl.59 (2):
Perjanjian kerja paruh waktu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi oleh waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam perusahaan ataupun pekerjaan yang bukan bersifat musiman.

UU 13/2003 psl.66:
Yang dimaksud dengan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan umum.

Dampak yang ditimbulkan

1. Bagi buruh
Diskriminasi kesempatan kerja bagi mereka yang di luar kelompok usia 18-24 tahun, kesempatan kerja lebih banyak untuk perempuan, kesempatan kerja pendek, tak ada kompensasi pada akhir hubungan kerja, kesejahteraan menurun, upah tidak pernah naik, dan tidak dapat berserikat. Dalam sistem hubungan kerja kontrak/ Outsourcing, suatu perusahaan pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon ketika masa kontrak tersebut telah selesai. Kontrak terus-menerus dengan upah minimum, berarti tidak ada jaminan atas pekerjaan, tidak ada jaminan atas penghasilan, tidak ada jaminan atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Di Indonesia, hingga saat ini belum terbangun suatu fasilitas dimana sistem jaminan sosial nasional yang dapat menjadi sandaran ketika seseorang tidak memiliki penghasilan atau tidak bekerja. Akibatnya, ketika buruh yang bekerja dengan sistem kontrak/outsorcing tidak dapat bekerja karena diputus kontraknya, maka matilah sumber penghidupan baginya.

2. Terhadap pengusaha
Urusan ketenagakerjaan semakin praktis, biaya tenaga kerja jauh berkurang hingga 20%, biaya tinggi dalam jangka pendek tetapi rendah dalam jangka panjang: membayar management fee dan pesangon dalam rangka pengalihan hubungan kerja tetap menjadi kontrak tetapi tidak perlu memberikan kompensasi dan pensiun ketika hubungan kerja berakhir, mengurangi resiko dan kerugian karena fluktuasi dalam dunia bisnis tersebut.

3.  Pemerintah
Terjadi pelanggaran dan pembiaran pelanggaran terhadap peraturan dan UU mengenai outsourcing dan kebebasan berserikat, pasar tenaga kerja mengalami distorsi karena angkatan kerja harus membayar untuk mendapatkan pekerjaan, perluasan kesempatan kerja di sektor formal semakin sempit karena preferensi terhadap kelompok usia tertentu, gejala informalisasi meluas karena kesempatan kerja di sektor formal yang semakin pendek dan terbatas, penurunan wibawa, kompetensi dan profesionalisme aparat disnaker. Selama ini pada usia 18 – 55 tahun dipandang sebagai usia yang sangat produktif. Tapi sistem kerja Kontrak/Outsourcing yang mengutamakan angkatan kerja yang ‘sangat muda’ akan menyebabkan kesempatan kerja bagi buruh usia >30 tahun makin menyempit. Bila peluang kerja di sektor formal bagi Angkatan kerja ‘tua’ makin menyempit, maka akan terjadi ledakan sektor informal yang selama ini pun sudah mendominasi struktur angkatan kerja Indonesia.

Masalah outsourching masih saja dibicarakan dan tidak adanya kejelasan dari pemerintah untuk bertindak tegas atas penyelewengan yang terjadi pada sistem outsourching ini untuk melindungi hak-hak para buruh. Pemerintah seyogyanya juga harus memberikan hak-hak khusus pada buruh tidak hanya menguntungkan bagi pihak perusahaan saja tapi juga para pekerja untuk bekerja dengan baik dan tidak dibatasi oleh suatu kontrak yang hanya menguntungkan pihak perusahaan dan sangat merugikan bagi buruh. Semoga pemerintah memberikan suatu solusi atau alternatif untuk merivisi undang-undang mengenai sistem kerja buruh agar buruh bisa menikmati kehidupan yang layak dan sejahtera.
Semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat...


SUMBER :

2 comments

Alternatif Solusi Mengurangi Frekuensi Tawuran (BI SS 2012)



Perkelahian atau yang biasa disebut dengan tawuran, sering terjadi di antara pelajar bahkan pula sudah merambah pada kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa tawuran merupakan hal yang sangat wajar pada kenakalan para remaja. Sebab itu, tawuran pun sangat beragam mulai dari hal sepele sampai pada hal yang menjuruskan suatu tindakan bentrok antar pelajar.
Tawuran antar pelajar merupakan penyimpangan sosial yang berupa perkelahian. Penyimpangan sosial ini harus segera dicari solusinya agar tidak timbul perkelahian antar pelajar dan tidak menimbulkan korban jiwa. Namun dalam waktu setahun saja, sudah ada 14 pelajar di jabodetabek yang tewas mengenaskan gara-gara tawuran dan sudah sepantasnya pelaku tawuran dihukum pidana agar kasus seperti ini diproses secara hukum yang berlaku dengan undang-undang sehingga memberikan efek jera bagi para pelajar.
 Tidak hanya itu, pihak sekolah juga harus menunjukan sikap yang tegas kepada para pelajar yang ikut terlibat dalam tawuran yaitu berupa sangsi yang tegas.  Di lain pihak polisi juga ikut serta dalam berkoordinasi dengan menteri pendidikan dan pihak sekolah untuk mencari sistem pencegahan kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan sekolah agar lebih efektif.
Pemberian sangsi selanjutnya, bisa dengan menurunkan status sekolah menjadi status sekolah biasa. Perlu adanya inovasi dari dinas pendidikan dan sekolah untuk meredam aksi tawuran antar pelajar. Kalau perlu, tindakan tegas bagi institusi sekolah dan pelajar yang terlibat tawuran tersebut.
Tindakan tegas itu sangat diperlukan karena tawuran sudah mengarah pada tindakan kejahatan, bukan sekedar kenakalan remaja pada umumnya. Selama ini sekolah berkilah, bahwa terjadinya tawuran bukan sekedar merupakan tanggung jawab pihak sekolah melainkan terjadi di luar lingkungan sekolah dan jam sekolah. Padahal sangat jelas bahwa sekolah ikut serta bertanggung jawab kepada para pelajar yang terlibat pada aksi tawuran tersebut. Namun pada faktanya pihak sekolah tidak mau disalahkan akan terjadinya tawuran di lingkungan sekolah itu sendiri. Ini merupakan suatu contoh yang buruk bagi sistem pendidikan. 
Dosen psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman mengatakan bahwa persoalan kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar dan penanganannya belum banyak beranjak. Persoalan tawuran ini baru dapat dilihat sebatas masalah lokal, bukan masalah nasional. Kalau sudah menjadi masalah nasional, semua elemen masyarakat ikut terlibat dan ikut waspada di semua lini yang ada. Winarini juga menambahkan bahwa pada masa orientasi sekolah menjadi masa paling krusial untuk memutuskan mata rantai kekerasan kelompok.
Masa itu harus diisi oleh hal-hal yang produktif karena masa orientasi sekolah justru biasanya masa ketika kebencian kelompok itu diturunkan kepada para siswa baru disekolah tersebut. Psikologi forensik yang juga Kepala Bagian Psikologi Polda Metro Jaya Arif Nurcahyo menjelaskan, ada dua perspektif dalam kasus tawuran yaitu psikologi para remaja dan psikologi massa.
Pada fase remaja, siswa mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Perspektif psikologi massa menyangkut proses meleburnya individu dalam perilaku massa. Sebagai bagian dari perilaku massa, para remaja mengalami deindividuasi yang berupa hilangnya tanggung jawab pribadi, tindakan irasional dan tindakan sugestif.
Bagi saya bahwa kekerasan para pelajar sudah sangat memprihatinkan bahkan bisa menjadi ancaman dari berbagai pihak. Padahal pola antisipasi agar tidak terjadinya tawuran sudah dikoordinasikan dan sepertinya harus sangat diperlukan. Tawuran ini sendiri juga bisa dihindari dengan pola yang ditanamkan dari lingkungan keluarga bahkan dari lingkungan sekolah yang mengajarkan para murid untuk disiplin. Sangat jelas sekali bahwa dampak yang ditimbulkan oleh perkelahian antar pelajar itu sudah sangat merugikan banyak pihak. Maka dari itu, tindakan kekerasan pada pelajar harus di tindaklanjuti dan diberikan arahan agar para pelajar sadar bahwa tindakan tersebut merupakan suatu tindakan yang kriminal.
Dampak Perkelahian Pelajar
Yang pertama, pelajar dan keluarganya yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif yaitu bila mengalami cedera atau bahkan tewas pada saat tawuran itu terjadi. Kedua, rusaknya beberapa fasilitas-fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko, kendaraan umum maupun pribadi. Ketiga, terganggunya proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. Dan yang terakhir adalah yang paling dikhawatirkan bagi para pendidik, yaitu berkurangnya penghargaan bagi para siswa terhadap toleransi antar sesama, perdamaian dan nilai-nilai pengendalian sosial pada orang lain. Pengendalian sosial dapat dilakukan melalui institusi atau non institusi, secara lisan, simbolik, dan melalui kekerasan atau biasa disebut pengendalian secara koersif, menggunakan hukuman atau imbalan dan secara formal dan informal. Sementara itu, pengendalian sosial dapat dilakukan melalui sosialisasi dan dapat dilakukan melalui tekanan sosial.  
Bagi para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, yaitu dengan perkelahian dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar mencapai suatu tujuan. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi pada jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia dan kehidupan bermasyarakat menjadi tidak nyaman akibat yang ditimbulkan oleh tawuran tersebut.
Tinjauan Psikologi Penyebab Remaja Terlibat Perkelahian Pelajar
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat aksi perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Akan tetapi,  pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi untuk pengembangan diri mereka sendiri. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan dan perhatian khusus dari orang-orang yang ada disekitarnya.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi dengan kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak buruk pada kondisi lahir maupun batin pada seorang anak. Ketika meningkat menjadi seorang remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dalam dirinya, dan merupakan hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh menjadi sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani untuk mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah terlebih dahulu harus dinilai kualitasnya dari segi pengajaran maupun segi mendidiknya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting dan juga guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan yang berlaku disekolah, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam  cara mendidik para siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang para remaja untuk belajar dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi tersebut.



Solusi Mengurangi Frekuensi Tawuran
 Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat mengatasi tawuran yaitu:
1.      Mengadakan seminar atau workshop yang diadakan di sekolah ataupun di lingkungan  universitas tentang cara mengatasi tawuran yang semakin marak terjadi di lingkungan sekitar
2.      Orang tua juga harus memberikan perhatian dan rasa kasih sayangnya pada anaknya dan memberikan bimbingan mengenai dampak dari tawuran
3.      Pihak sekolah harus berani dan tegas memberikan hukuman dan mendidik para siswanya untuk mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang berjiwa kepemimpinan
4.      Pihak kepolisian juga sangat berperan penting dalam mengatasi tawuran di sebagian wilayah dengan memberikan beberapa penyuluhan pada setiap sekolah
5.      Memperbanyak kegiatan ekstrakulikuler di lingkungan sekolah, agar para pelajar banyak yang ikut serta
6.      Menurunkan status sekolah taraf Internasional menjadi sekolah bertaraf biasa
7.      Melakukan kegiatan positif selama berada dilingkungan sekolah
8.      Para pelajar selalu berinovasi untuk membuat sesuatu agar nama sekolah mereka terkenal dan tentunya membanggakan bagi sekolah tersebut
9.      Guru juga harus selalu memperhatikan para anak didiknya saat di dalam kelas maupun diluar kelas ketika sedang berlangsung proses kegiatan sekolah
10.  Kepala sekolah dan guru juga harus memeriksa tas dan alat-alat bawaan yang dibawa oleh anak muridnya sebelum memasuki lingkungan sekolah agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan oleh semua pihak.
Semoga solusi ini dapat bermanfaat dan jangan sampai masalah tawuran ini terulang kembali dikemudian hari...
SUMBER: