Peran
teknologi nano dalam pengembangan teknologi informasi (IT,information
technology), sudah tidak
diragukan lagi. Bertambahnya kecepatan komputer dari waktu ke waktu,
semakin meningkat dengan kapasitas hardisk
dan memori, semakin kecil dan
bertambahnya fungsi telepon genggam, adalah contoh-contoh kongkrit
produk teknologi nano di dalam bidang IT. Dalam tulisan ini akan
dipaparkan kontribusi teknologi nano pada pengembangan IT secara
garis besar, yang sampai saat ini dapat dibagi menjadi tiga.
Pertama,
penambahan kepadatan jumlah divais. Gambaran mudahnya, bila ukuran
satu buah transistor bisa dibuat lebih kecil maka kepadatan jumlah
transistor pada ukuran chip
yang sama secara otomatis
akan menjadi lebih besar. Dalam pembuatan LSI (large
scale integrated), sedapat
mungkin jumlah transistor dalam satu chip
bisa diperbanyak.
Sebagai contoh, tahun 2005, INTEL
berhasil meluncurkan 70 Megabit SRAM (static
random access memory) yang
dibuat dengan teknologi nano proses tipe 65 nanometer (nm). Pada
produk baru ini, di dalam satuchip
berisi lebih dari 500 juta
buah transistor, dimana lebih maju dibanding teknologi processor
tipe 90 nm yang dalam satu
chipnya berisi kurang lebih 200 juta transistor. Diperkirakan ke
depannya, sejalan dengan terus majunya teknologi nano, ukuran
transistor terus akan mengecil sesuai dengan hukum Moore
dan processor
tipe 45 nm akan masuk pasar
tahun 2007, dan selanjutnya tahun 2009 akan diluncurkan processor 32
nm.
Terkait dengan usaha untuk memperkecil
ukuran divais ini, salah satu mimpi besar dari para ilmuan di Amerika
saat ini adalah membuat memori atom, dan ini pernah secara langsung
dilontarkan oleh Presiden Bill Clinton tahun 2001 ketika peluncuran
proyek nasional nanoteknologi. Mereka bermaksud untuk memasukkan
semua data yang ada di perpustakaan nasional ke dalam satu chip
memori atom yang berukuran
satu sentimeter (cm) kubik.
Mari kita coba menganalisa apakah
memungkinkan data sebanyak itu dikumpulkan dalam satu chip
berukuran satu cm kubik. Satu
cm jika diubah dalam satuan ukuran atom yaitu amstrong, berarti sama
dengan 10 pangkat 8 amstrong. Jika chip memori berupa kubus yang
masing-masing panjang sisinya 1 cm, maka chip tersebut berisi atom
sebanyak 10 pangkat 24 buah.
Prinsip pembuatan memori atom sendiri
adalah dengan menyiapkan 2 jenis atom yaitu atom besar dan atom
kecil, dan mendefinisikan atom besar sebagai 0 dan atom kecil sebagai
1. Jika kedua jenis atom tersebut ketika dijejerkan bisa dibaca
dengan baik, maka bisa didefinisikan bahwa jumlah bit sebanyak jumlah
atom.
Data atau informasi yang terdapat dalam
satu buah buku biasanya akan bisa masuk dalam satu lembar CD-ROM yang
jumlah bit-nya
kurang lebih 10 pangkat 9. Karena jumlah atom dalam chip
memori atom sebanyak 10
pangkat 24 buah, dan satu buah buku diperkirakan sebanyak 10 pangkat
9 bit,
maka dalam satuchip akan
bisa memuat sekitar 10 pangkat 15 buah buku. Sungguh, jumlah yang
sangat besar. Kalau saja, dalam satu tahun ada 1 juta buku, maka
secara kalkulasi, satuchip
bisa memuat informasi selama
lebih dari 10 tahun. Jadi, jika teknologi kontrol peletakan satu
persatu atom bisa dilakukan dengan baik, maka bukan hal yang mustahil
memori atom tersebut bisa direalisasikan.
Kedua,
memungkinkannya aplikasi efek kuantum. Ukuran material jika mencapai
satuan nanometer, maka secara otomatis akan muncul fenomena-fenomena
baru dalam fisika kuantum yang tidak dijumpai pada fenomena fisika
klasik, yaitu efek kuantum. Fenomena unik ini menjadi perhatian yang
besar bagi ilmuan sekarang untuk diaplikasikan dalam teknologi
elektronika saat ini.
Penggunaan efek kuantum sendiri dalam
divais bermacam-macam. Salah satunya adalah divais elektronika yang
menggunakan struktur kecil kuantum dot maupun superlatis. Pada divais
dengan struktur superlatis inilah yang diproyeksikan bisa dipakai
dalam aplikasi divais dengan kecepatan tinggi. Contoh divais dari
jenis ini yang sudah diproduksi adalah HEMT (High
Electron Mobility Transistor)
yang biasa dipakai pada sistem pemancar satelit.
Keunikan fenomena lain di area nanometer
ini adalah munculnya energi level yang diskrit. Bahkan, semakin kecil
ukuran suatu benda, maka diskritnya energi level semakin jelas.
Aplikasi yang sudah terlihat betul dari fenomena ini adalah pembuatan
laser berwarna biru dan ungu dengan bahan kuantum dot. Laser ini
bekerja berdasarkan sifat diskrit energi level pada struktur dot
tersebut.
Menariknya adalah material yang semula
tidak bisa menghasilkan cahaya, seperti silikon yang biasa dipakai
dalam LSI, akan berubah sifat menjadi bisa bercahaya ketika efek
kuantum muncul. Aplikasi lain dari efek kuantum ini adalah single
electron device(Kompas, 12
Mei 2004), yang konon selain menjadi kandidat divais untuk LSI
generasi selanjutnya, bisa juga diaplikasikan dalam pembuatan sensor
dengan sensitifitas tinggi, kuantum informasi, dan kuantum komputer.
Ketiga, penambahan fungsi baru pada
sistem yang sudah ada. Yang dimaksud adalah bukan sebatas membuat
material sama dalam ukuran kecil sehingga kepadatannya semakin besar,
tetapi lebih pada titik tekan lahirnya fungsi baru ketika atom atau
molekul yang berbeda jenis disusun dalam suatu sistem divais.
Sebagai contoh, pembuatan mata buatan
yang mempunyai fungsi menangkap cahaya, kemudian sekaligus
mentransfer cahaya tersebut menjadi informasi dan kemudian
mengolahnya, itu akan lebih mudah dilakukan dengan peran teknologi
nano. Bahkan dengan teknologi nano, diharapkan ke depan intelejensi
sensor buatan bisa dibuat dengan sensitifitas mendekati apa yang
dimiliki manusia.
Demikian 3 kontribusi besar teknologi
nano di bidang IT, yang tentu masih memungkinkan lagi nantinya muncul
kontribusi ke-4, ke-5, dan seterusnya seiring dengan temuan-temuan
baru teknologi nano di masa mendatang.
Sumber: