40
Pasal RUU Keamanan Nasional Bermasalah
Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Reformasi Keamanan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat
untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional.
Formulasi RUU dinilai tidak baik dan 40 pasal di antaranya bisa
mengancam kebebasan warga. Secara filosofis, tidak ada argumen kuat
yang mengharuskan DPR menyetujui RUU Kamnas disahkan tahun ini.
Selain sudah banyak aturan yang mengatur sektor keamanan, kekosongan
hukum tentang aturan kerja sama antara Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Kepolisian Negara RI (Polri) seharusnya di selesaikan
dengan undang-undang tentang perbantuan. Tujuan mengkoneksikan semua
sektor keamanan tidak tercapai. Malah yang akan timbul itu daerah
abu-abu. Lewat pasal 20 dan 28 yang mengenai kepolisian daerah justru
tidak di masukkan dalam unsur keamanan nasional di daerah. Justru,
TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang masuk. Selain itu, status
tertib sipil yang merupakan realitas keseharian normal yang sudah
diatur dengan berbagai peraturan dan undang-undang malah diatur
kewenangannya oleh Presiden dengan mengerahkan TNI di dalamnya. Kalau
benar, berarti pendekatan keamanan yang berlebihan, bisa buruk
efeknya bagi warga negara. Dimasukannya keamanan Insani dan hak asasi
manusia menjadi pertanyaan. Karena menunjukkan dari formulasi RUU
tersebut, tampak bahwa konsep keamanan individu hanya dijiplak. Tidak
ada konsep keamanan individu di draf akademis dan formulasinya
menggunakan bahasa Inggris. Ham sebagai pertimbangan justru tidak
dimasukkan. Disini tampak sekali ada ketidakberimbangan dari
pemerintah yang ingin memaksakan pengetatan keamanan ke dalam negeri,
namun sementara aturan berkaitan dengan hak dasar warga dan
pengawasan terhadap militer tidak di atur. Pemerintah juga menolak
meratifikasi konvensi PBB tentang penghilangan paksa dan Statuta Roma
tentang pengadilan Internasional.
Beberapa
Pasal Kontroversi :
- Jenis dan bentuk ancaman di tentukan oleh peraturan Presiden (Pasal 17)
- Pemogokan massal, kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, ketidaktaatan hukum, korupsi dianggap sebagai bentuk ancaman sosial ( Pasal 17 ayat 2)
- Wewenang Dewan Keamanan Nasional mulai dari membuat ketetapan hingga mengendalikan keamanan (Pasal 25)
- Presiden memiliki kewenangan mengerahkan TNI dalam status tertib sipil tanpa pertimbangan parlemen (Pasal 30)
- Penanggulangan ancaman dilaksanakan berdasar keputusan Presiden atas saran Dewan Keamanan Nasional (Pasal 37)
Alasan
Penolakan :
- Mengancam kebebasan parlemen dalam membuat UU
- Multitafsir ancaman keamanan nasional
- Mengancam kebebasan sipil dan kebebasan berekspresi
- Kewenangan terlalu luas
- Potensi penyalahgunaan kekuasaan
- Tumpang tindih aturan
- Beretentangan dengan sejumlah undang-undang lain tentang keamanan nasional, seperti UU TNI, UU Kepolisian, dan UU Intelijen
- Potensi penyalahgunaan kekuasaan
Sumber
: www.kompas.com
0 comments:
Posting Komentar