Minggu, 25 November 2012

Menjadi Generasi Cerdas Sosial (BI SS 2012)



Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) per Februari 2012, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 120,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebanyak 112,8 juta orang sudah bekerja. Maka tidaklah heran bahwa persaingan kerja pada level lulusan di perguruan tinggi memang sangat ketat. Bayangkan saja, setiap tahunnya di berbagai perguruan tinggi di Indonesia meluluskan sekitar 1,2 juta sarjana. Dari angka tersebut, sekitar 600.000 orang belum mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang menimbulkan istilah penggangguran. Ada beragam alasan mereka belum juga mendapatkan suatu pekerjaan. Selain lapangan pekerjaan yang sangat terbatas, perusahaan kini sangat selektif mencari calon karyawan. Untuk mencari suatu pekerjaan yang sifatnya ketrampilan, perusahaan tentunya lebih suka lulusan yang siap kerja. Barangkali hal ini yang membuat lulusan SD menjadi penyumbang terbanyak tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, angka pekerja dari lulusan SD mendominasi 55,5 juta orang, sedangkan lulusan dari perguruan tinggi hanya menyumbang 7,2 juta orang. Bahkan, lulusan dari diploma lebih minim lagi, hanya 3,1 juta orang.  

Tantangan
Dari sekian banyak lulusan perguruan tinggi, perusahaan memang jeli memilih calon yang potensial bagi perusahaannya. Mereka yang mencari lulusan yang tak hanya mampu bekerja dengan baik, tetapi juga membuat kinerja perusahaan lebih baik lagi. Tantangannya kini adalah bagaimana menjadi generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas sosial. Cerdas sosial adalah cara mereka yang senantiasa memiliki orientasi untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitar. Cerdas sosial juga berarti mampu menghasilkan kreasi, karya, dan kontribusi kebaikan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik. Sejauh ini, memang banyak lulusan perguruan tinggi yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Namun, secara keseluruhan kualitas karakter mereka belum matang untuk menghadapi persaingan dalam pekerjaan. Kualitas lulusan perguruan tinggi sebenarnya bisa ditingkatkan melalui kemampuan soft kills.  Secara umum, soft kills adalah suatu ketrampilan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan intrapersonal. Beberapa contoh soft kills antara lain kemampuan beradaptasi, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan memecahkan masalah. Ada beberapa anggapan bahwa modal sukses di dunia kerja ada dua. Yang pertama adalah kompetensi akademik (hard skills) yang menyumbangkan 20 persen. Sedangkan yang kedua adalah kompetensi non akademik (soft skills) yang menyumbangkan sebanyak 80 persen. Sangat disayangkan bahwa rata-rata pengajaran di sekolah masih sangat berfokus kepada akademik. Padahal, kemampuan non akademik menjadi penentu sukses mereka pada masa yang akan datang. Beberapa terobosan sudah dilakukan oleh beberapa pihak, mulai dari sekolah yang menanamkan soft kills dalam pengajaran hingga pihak swasta, seperti Djarum Foundation yang memberikan pelatihan khusus kepada penerima Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum). Melalui program beasiswa, mereka di berikan berbagai pelatihan soft kills untuk membentuk karakter manusia Indonesia untuk disiplin, mandiri, dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang memiliki kecakapan secara intelektual dan emosional.

Sumber : www.kompas.com
  
Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar



Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) per Februari 2012, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 120,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebanyak 112,8 juta orang sudah bekerja. Maka tidaklah heran bahwa persaingan kerja pada level lulusan di perguruan tinggi memang sangat ketat. Bayangkan saja, setiap tahunnya di berbagai perguruan tinggi di Indonesia meluluskan sekitar 1,2 juta sarjana. Dari angka tersebut, sekitar 600.000 orang belum mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang menimbulkan istilah penggangguran. Ada beragam alasan mereka belum juga mendapatkan suatu pekerjaan. Selain lapangan pekerjaan yang sangat terbatas, perusahaan kini sangat selektif mencari calon karyawan. Untuk mencari suatu pekerjaan yang sifatnya ketrampilan, perusahaan tentunya lebih suka lulusan yang siap kerja. Barangkali hal ini yang membuat lulusan SD menjadi penyumbang terbanyak tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, angka pekerja dari lulusan SD mendominasi 55,5 juta orang, sedangkan lulusan dari perguruan tinggi hanya menyumbang 7,2 juta orang. Bahkan, lulusan dari diploma lebih minim lagi, hanya 3,1 juta orang.  

Tantangan
Dari sekian banyak lulusan perguruan tinggi, perusahaan memang jeli memilih calon yang potensial bagi perusahaannya. Mereka yang mencari lulusan yang tak hanya mampu bekerja dengan baik, tetapi juga membuat kinerja perusahaan lebih baik lagi. Tantangannya kini adalah bagaimana menjadi generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas sosial. Cerdas sosial adalah cara mereka yang senantiasa memiliki orientasi untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitar. Cerdas sosial juga berarti mampu menghasilkan kreasi, karya, dan kontribusi kebaikan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik. Sejauh ini, memang banyak lulusan perguruan tinggi yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Namun, secara keseluruhan kualitas karakter mereka belum matang untuk menghadapi persaingan dalam pekerjaan. Kualitas lulusan perguruan tinggi sebenarnya bisa ditingkatkan melalui kemampuan soft kills.  Secara umum, soft kills adalah suatu ketrampilan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan intrapersonal. Beberapa contoh soft kills antara lain kemampuan beradaptasi, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan memecahkan masalah. Ada beberapa anggapan bahwa modal sukses di dunia kerja ada dua. Yang pertama adalah kompetensi akademik (hard skills) yang menyumbangkan 20 persen. Sedangkan yang kedua adalah kompetensi non akademik (soft skills) yang menyumbangkan sebanyak 80 persen. Sangat disayangkan bahwa rata-rata pengajaran di sekolah masih sangat berfokus kepada akademik. Padahal, kemampuan non akademik menjadi penentu sukses mereka pada masa yang akan datang. Beberapa terobosan sudah dilakukan oleh beberapa pihak, mulai dari sekolah yang menanamkan soft kills dalam pengajaran hingga pihak swasta, seperti Djarum Foundation yang memberikan pelatihan khusus kepada penerima Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum). Melalui program beasiswa, mereka di berikan berbagai pelatihan soft kills untuk membentuk karakter manusia Indonesia untuk disiplin, mandiri, dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang memiliki kecakapan secara intelektual dan emosional.

Sumber : www.kompas.com
  



Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) per Februari 2012, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 120,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebanyak 112,8 juta orang sudah bekerja. Maka tidaklah heran bahwa persaingan kerja pada level lulusan di perguruan tinggi memang sangat ketat. Bayangkan saja, setiap tahunnya di berbagai perguruan tinggi di Indonesia meluluskan sekitar 1,2 juta sarjana. Dari angka tersebut, sekitar 600.000 orang belum mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang menimbulkan istilah penggangguran. Ada beragam alasan mereka belum juga mendapatkan suatu pekerjaan. Selain lapangan pekerjaan yang sangat terbatas, perusahaan kini sangat selektif mencari calon karyawan. Untuk mencari suatu pekerjaan yang sifatnya ketrampilan, perusahaan tentunya lebih suka lulusan yang siap kerja. Barangkali hal ini yang membuat lulusan SD menjadi penyumbang terbanyak tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, angka pekerja dari lulusan SD mendominasi 55,5 juta orang, sedangkan lulusan dari perguruan tinggi hanya menyumbang 7,2 juta orang. Bahkan, lulusan dari diploma lebih minim lagi, hanya 3,1 juta orang.  

Tantangan
Dari sekian banyak lulusan perguruan tinggi, perusahaan memang jeli memilih calon yang potensial bagi perusahaannya. Mereka yang mencari lulusan yang tak hanya mampu bekerja dengan baik, tetapi juga membuat kinerja perusahaan lebih baik lagi. Tantangannya kini adalah bagaimana menjadi generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas sosial. Cerdas sosial adalah cara mereka yang senantiasa memiliki orientasi untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitar. Cerdas sosial juga berarti mampu menghasilkan kreasi, karya, dan kontribusi kebaikan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik. Sejauh ini, memang banyak lulusan perguruan tinggi yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Namun, secara keseluruhan kualitas karakter mereka belum matang untuk menghadapi persaingan dalam pekerjaan. Kualitas lulusan perguruan tinggi sebenarnya bisa ditingkatkan melalui kemampuan soft kills.  Secara umum, soft kills adalah suatu ketrampilan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan intrapersonal. Beberapa contoh soft kills antara lain kemampuan beradaptasi, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan memecahkan masalah. Ada beberapa anggapan bahwa modal sukses di dunia kerja ada dua. Yang pertama adalah kompetensi akademik (hard skills) yang menyumbangkan 20 persen. Sedangkan yang kedua adalah kompetensi non akademik (soft skills) yang menyumbangkan sebanyak 80 persen. Sangat disayangkan bahwa rata-rata pengajaran di sekolah masih sangat berfokus kepada akademik. Padahal, kemampuan non akademik menjadi penentu sukses mereka pada masa yang akan datang. Beberapa terobosan sudah dilakukan oleh beberapa pihak, mulai dari sekolah yang menanamkan soft kills dalam pengajaran hingga pihak swasta, seperti Djarum Foundation yang memberikan pelatihan khusus kepada penerima Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum). Melalui program beasiswa, mereka di berikan berbagai pelatihan soft kills untuk membentuk karakter manusia Indonesia untuk disiplin, mandiri, dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang memiliki kecakapan secara intelektual dan emosional.

Sumber : www.kompas.com
  



Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) per Februari 2012, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 120,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebanyak 112,8 juta orang sudah bekerja. Maka tidaklah heran bahwa persaingan kerja pada level lulusan di perguruan tinggi memang sangat ketat. Bayangkan saja, setiap tahunnya di berbagai perguruan tinggi di Indonesia meluluskan sekitar 1,2 juta sarjana. Dari angka tersebut, sekitar 600.000 orang belum mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang menimbulkan istilah penggangguran. Ada beragam alasan mereka belum juga mendapatkan suatu pekerjaan. Selain lapangan pekerjaan yang sangat terbatas, perusahaan kini sangat selektif mencari calon karyawan. Untuk mencari suatu pekerjaan yang sifatnya ketrampilan, perusahaan tentunya lebih suka lulusan yang siap kerja. Barangkali hal ini yang membuat lulusan SD menjadi penyumbang terbanyak tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, angka pekerja dari lulusan SD mendominasi 55,5 juta orang, sedangkan lulusan dari perguruan tinggi hanya menyumbang 7,2 juta orang. Bahkan, lulusan dari diploma lebih minim lagi, hanya 3,1 juta orang.  

Tantangan
Dari sekian banyak lulusan perguruan tinggi, perusahaan memang jeli memilih calon yang potensial bagi perusahaannya. Mereka yang mencari lulusan yang tak hanya mampu bekerja dengan baik, tetapi juga membuat kinerja perusahaan lebih baik lagi. Tantangannya kini adalah bagaimana menjadi generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas sosial. Cerdas sosial adalah cara mereka yang senantiasa memiliki orientasi untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitar. Cerdas sosial juga berarti mampu menghasilkan kreasi, karya, dan kontribusi kebaikan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik. Sejauh ini, memang banyak lulusan perguruan tinggi yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Namun, secara keseluruhan kualitas karakter mereka belum matang untuk menghadapi persaingan dalam pekerjaan. Kualitas lulusan perguruan tinggi sebenarnya bisa ditingkatkan melalui kemampuan soft kills.  Secara umum, soft kills adalah suatu ketrampilan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan intrapersonal. Beberapa contoh soft kills antara lain kemampuan beradaptasi, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan memecahkan masalah. Ada beberapa anggapan bahwa modal sukses di dunia kerja ada dua. Yang pertama adalah kompetensi akademik (hard skills) yang menyumbangkan 20 persen. Sedangkan yang kedua adalah kompetensi non akademik (soft skills) yang menyumbangkan sebanyak 80 persen. Sangat disayangkan bahwa rata-rata pengajaran di sekolah masih sangat berfokus kepada akademik. Padahal, kemampuan non akademik menjadi penentu sukses mereka pada masa yang akan datang. Beberapa terobosan sudah dilakukan oleh beberapa pihak, mulai dari sekolah yang menanamkan soft kills dalam pengajaran hingga pihak swasta, seperti Djarum Foundation yang memberikan pelatihan khusus kepada penerima Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum). Melalui program beasiswa, mereka di berikan berbagai pelatihan soft kills untuk membentuk karakter manusia Indonesia untuk disiplin, mandiri, dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang memiliki kecakapan secara intelektual dan emosional.

Sumber : www.kompas.com