Minggu, 25 November 2012

TRIK JITU MENJADI MANUSIA YANG BERKARAKTER (BI SS 2012)



Pengertian Karakter
Karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut para ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan pada suatu tindakan seseorang. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap pada kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertiannya, ternyata karakter dan akhlak tidak memilki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dapat terjadi tanpa adanya suatu pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran. Dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Suatu akhlak dapat menjadikan sempurnanya keimanan seseorang, maka tidak ada lagi alasan bagi sekolah untuk menomor duakan keseriusan dalam  upaya pembentukan karakter dibandingkan keseriusan mengejar keunggulan prestasi  dalam segala bidang. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki karakter yang baik, Insya Allah mereka pun akan jauh lebih mudah untuk memacu dalam mengejar berbagai prestasi.

Pembentukan Karakter
Dalam pembentukan karakter pemberian pelatihan soft kills ini bertujuan menyerasikan antara pencapaian akademik (hard skills) yang diperoleh di perguruan tinggi dan berbagai ketrampilan agar pada kemudian hari menjadi manusia yang memiliki kecakapan secara intelegensi maupun emosional. 
Para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter antara lain :
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:
To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏
Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!
Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .
Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figur pemimpin,
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6. Penurunan etos kerja,
7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8. Meningginya perilaku merusak diri,
9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.
Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.
Pendidikan Agama sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1.      Menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan filosofis.
2.      Mengintegrasikan nilai Islami ke dalam bangunan kurikulum.
3.     Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.
4.    Mengedepankan nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
5. Menumbuhkan iklim yang baik di dalam lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
7. Mengutamakan nilai silaturrahim dalam semua interaksi antar warga sekolah.
8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.
9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
10. Menumbuhkan budaya profesionalisme
Nilai-nilai agama menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah antara lain:
1.      Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat.
2.      Memompa semangat keilmuan dan karya.
3.      Membangun karakter/pribadi yang saleh
4.      Membangun Sikap Peduli:
5.      Membentuk pandangan yang visioner
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik
MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan
Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:
  • Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
  • Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
  • Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
  • Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
  • Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
  • Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
  • Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai
Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan Guru Berkarakter untuk menghasilkan SISWA yang Berkarakter. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya.

Dikutip dari:
Shintawati (Staf Dept. Mutu JSIT Indonesia). Pendidikan Berbasis Karakter.
Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar



Pengertian Karakter
Karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut para ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan pada suatu tindakan seseorang. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap pada kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertiannya, ternyata karakter dan akhlak tidak memilki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dapat terjadi tanpa adanya suatu pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran. Dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Suatu akhlak dapat menjadikan sempurnanya keimanan seseorang, maka tidak ada lagi alasan bagi sekolah untuk menomor duakan keseriusan dalam  upaya pembentukan karakter dibandingkan keseriusan mengejar keunggulan prestasi  dalam segala bidang. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki karakter yang baik, Insya Allah mereka pun akan jauh lebih mudah untuk memacu dalam mengejar berbagai prestasi.

Pembentukan Karakter
Dalam pembentukan karakter pemberian pelatihan soft kills ini bertujuan menyerasikan antara pencapaian akademik (hard skills) yang diperoleh di perguruan tinggi dan berbagai ketrampilan agar pada kemudian hari menjadi manusia yang memiliki kecakapan secara intelegensi maupun emosional. 
Para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter antara lain :
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:
To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏
Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!
Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .
Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figur pemimpin,
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6. Penurunan etos kerja,
7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8. Meningginya perilaku merusak diri,
9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.
Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.
Pendidikan Agama sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1.      Menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan filosofis.
2.      Mengintegrasikan nilai Islami ke dalam bangunan kurikulum.
3.     Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.
4.    Mengedepankan nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
5. Menumbuhkan iklim yang baik di dalam lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
7. Mengutamakan nilai silaturrahim dalam semua interaksi antar warga sekolah.
8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.
9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
10. Menumbuhkan budaya profesionalisme
Nilai-nilai agama menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah antara lain:
1.      Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat.
2.      Memompa semangat keilmuan dan karya.
3.      Membangun karakter/pribadi yang saleh
4.      Membangun Sikap Peduli:
5.      Membentuk pandangan yang visioner
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik
MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan
Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:
  • Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
  • Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
  • Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
  • Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
  • Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
  • Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
  • Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai
Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan Guru Berkarakter untuk menghasilkan SISWA yang Berkarakter. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya.

Dikutip dari:
Shintawati (Staf Dept. Mutu JSIT Indonesia). Pendidikan Berbasis Karakter.



Pengertian Karakter
Karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut para ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan pada suatu tindakan seseorang. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap pada kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertiannya, ternyata karakter dan akhlak tidak memilki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dapat terjadi tanpa adanya suatu pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran. Dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Suatu akhlak dapat menjadikan sempurnanya keimanan seseorang, maka tidak ada lagi alasan bagi sekolah untuk menomor duakan keseriusan dalam  upaya pembentukan karakter dibandingkan keseriusan mengejar keunggulan prestasi  dalam segala bidang. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki karakter yang baik, Insya Allah mereka pun akan jauh lebih mudah untuk memacu dalam mengejar berbagai prestasi.

Pembentukan Karakter
Dalam pembentukan karakter pemberian pelatihan soft kills ini bertujuan menyerasikan antara pencapaian akademik (hard skills) yang diperoleh di perguruan tinggi dan berbagai ketrampilan agar pada kemudian hari menjadi manusia yang memiliki kecakapan secara intelegensi maupun emosional. 
Para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter antara lain :
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:
To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏
Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!
Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .
Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figur pemimpin,
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6. Penurunan etos kerja,
7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8. Meningginya perilaku merusak diri,
9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.
Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.
Pendidikan Agama sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1.      Menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan filosofis.
2.      Mengintegrasikan nilai Islami ke dalam bangunan kurikulum.
3.     Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.
4.    Mengedepankan nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
5. Menumbuhkan iklim yang baik di dalam lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
7. Mengutamakan nilai silaturrahim dalam semua interaksi antar warga sekolah.
8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.
9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
10. Menumbuhkan budaya profesionalisme
Nilai-nilai agama menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah antara lain:
1.      Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat.
2.      Memompa semangat keilmuan dan karya.
3.      Membangun karakter/pribadi yang saleh
4.      Membangun Sikap Peduli:
5.      Membentuk pandangan yang visioner
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik
MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan
Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:
  • Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
  • Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
  • Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
  • Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
  • Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
  • Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
  • Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai
Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan Guru Berkarakter untuk menghasilkan SISWA yang Berkarakter. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya.

Dikutip dari:
Shintawati (Staf Dept. Mutu JSIT Indonesia). Pendidikan Berbasis Karakter.



Pengertian Karakter
Karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut para ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan pada suatu tindakan seseorang. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap pada kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertiannya, ternyata karakter dan akhlak tidak memilki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dapat terjadi tanpa adanya suatu pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran. Dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Suatu akhlak dapat menjadikan sempurnanya keimanan seseorang, maka tidak ada lagi alasan bagi sekolah untuk menomor duakan keseriusan dalam  upaya pembentukan karakter dibandingkan keseriusan mengejar keunggulan prestasi  dalam segala bidang. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki karakter yang baik, Insya Allah mereka pun akan jauh lebih mudah untuk memacu dalam mengejar berbagai prestasi.

Pembentukan Karakter
Dalam pembentukan karakter pemberian pelatihan soft kills ini bertujuan menyerasikan antara pencapaian akademik (hard skills) yang diperoleh di perguruan tinggi dan berbagai ketrampilan agar pada kemudian hari menjadi manusia yang memiliki kecakapan secara intelegensi maupun emosional. 
Para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter antara lain :
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:
To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”
“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏
Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!
Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .
Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figur pemimpin,
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,
6. Penurunan etos kerja,
7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,
8. Meningginya perilaku merusak diri,
9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.
Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.
Pendidikan Agama sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1.      Menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan filosofis.
2.      Mengintegrasikan nilai Islami ke dalam bangunan kurikulum.
3.     Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.
4.    Mengedepankan nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.
5. Menumbuhkan iklim yang baik di dalam lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
7. Mengutamakan nilai silaturrahim dalam semua interaksi antar warga sekolah.
8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.
9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
10. Menumbuhkan budaya profesionalisme
Nilai-nilai agama menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah antara lain:
1.      Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat.
2.      Memompa semangat keilmuan dan karya.
3.      Membangun karakter/pribadi yang saleh
4.      Membangun Sikap Peduli:
5.      Membentuk pandangan yang visioner
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik
MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan
Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:
  • Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
  • Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
  • Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
  • Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
  • Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
  • Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
  • Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai
Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan Guru Berkarakter untuk menghasilkan SISWA yang Berkarakter. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya.

Dikutip dari:
Shintawati (Staf Dept. Mutu JSIT Indonesia). Pendidikan Berbasis Karakter.