Jumat, 27 Juni 2014 1 comments

Sambut Ramadhan dan Sepak Bola Dunia dengan kesehatan Optimal

Ramadhan segera datang, momen untuk berpuasa menjadi hikmah dan tantangan tersendiri bagi kesehatan tubuh, yakni dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, ternyata ramadhan kali ini berbarengan dengan berlangsungnya pertandingan sepak bola dunia yang terselenggara empat tahun sekali.  

Dengan momen dua seperti ini, baik bagi orang yang menjalankan ibadah puasa maupun mereka yang hobi menonton pertandingan sepak bola, kegiatan malam menjadi lebih menarik. Akhirnya intensitas untuk begadang yang mengakibatkan kurang istirahat akan lebih sering berlangsung ketimbang dengan hari biasa.  

Hal tersebut akan mempengaruhi kondisi fisik dan konsentrasi keesokan harinya, yang ujungnya akan berpengaruh pada kinerja di kantor atau kegiatan yang lain. Padahal, tidur yang baik memainkan peran penting dalam proses berpikir. Kurang tidur dapat mempengaruhi banyak hal. 

Pertama, mengganggu kewaspadaan, konsentrasi, penalaran, dan pemecahan masalah. Kedua, siklus tidur pada malam hari berperan “menguatkan” memori dalam pikiran. Hal ini karena tidur berfungsi untuk merekam kembali kejadian yang dialami sepanjang hari dan menyimpannya dalam bentuk memori. 

Sehubungan dengan kondisi tersebut, di saat kita harus tetap bekerja optimal sementara kurang tidur, sebaiknya tubuh mendapatkan nutrisi sehat. Konsumsilah makanan yang padat gizi, seperti buah dan sayur. Termasuk makanan berprotein tinggi, seperti suplemen kesehatan alami saripati ayam yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan konsentrasi. 

sumber : www.kompas.com


1 comments

Rahasia Jadi Kaya

Semua orang umumnya ingin kaya atau paling tidak berkecukupan. Namun, tidak jarang dijumpai penghambat kekayaan bermula dari kebiasaan buruk seseorang dalam menggunakan dana untuk hal-hal yang bukan prioritas. Perencanaan keuangan yang buruk juga kerap membuat kondisi ekonomi seseorang menjadi terpuruk. Gaya hidup yang berlebihan juga pemicu lainnya. 

Sebenarnya semua orang bisa berkecupan asalkan dapat menyesuaikan gaya hidup dengan pemasukannya. Namun, akibat sikap konsumtif, dompet tidak bisa direm. Begitu ada barang-barang yang memikat, tak butuh waktu lama kantong pun “jebol”. 

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar berkecukupan selain menyesuaikan gaya hidup dengan pemasukan bulanan dan menambung sekitar 20-30 persen dari penghasilan. Pertama, hindarilah berutang, apapun bentuknya. Jika terpaksa hutang, misalnya untuk pembelian rumah, pastikan anda telah memperhitungkan kemampuan finansial pribadi untuk melunasinya sesuai target. 

Kedua, jika anda telah menabung tetapi ada pemasukan tambahan, hindari berfoya-foya. Sebaliknya, manfaatkanlah pemasukan tambahan tersebut untuk investasi. Carilah investasi yang nilainya selalu naik tiap tahun. Misalnya, properti, mata uang asing atau emas. 

Ketiga, sediakan dana darurat. Anda tidak akan pernah tahu hal-hal yang akan terjadi esok hari. Ada baiknya anda siagakan diri mulai dari saa ini. Salah satu caranya adalah menyediakan dana darurat. Dana darurat paling tidak 10-20 persen dari pemasukan anda. 

Keempat, jika ingin pendapatan berlebih, usaha yang anda jalankan pun perlu lebih banyak. Caranya bisa dengan mencari pekerjaan sampingan. Namun, aturlah agar pekerjaan sampingan anda tidak berbenturan dengan pekerjaan utama. 

Kelima, carilah penghasilan pasif. Caranya beragam misalnya menyewakan aset properti seperti rumah atau kendaraan pribadi yang jarang dipakai seperti mobil. Pemasukan dari penghasilan pasif ini bisa digunakan untuk berinvestasi. 

Keenam, rencanakan keuangan dalam jangka panjang. Hindari gaji “sepuluh koma” atau tanggal 10 sudah “koma” atau habis-habisan. Bila anda menerima dana pemasukan, susunlah skala prioritas mengenai kebutuhan yang paling utama. 

Sisihkan atau pisahkan dana yang anda tabung agar tidak tercampur dengan dana-dana lainnya. Anda bisa memasukkan tabungan dalam bentuk deposito atau reksadana. Dengan demikian, anda bisa lebih mengendalikan penggunaannya.  

sumber : www.kompas.com 

0 comments

Memahami Peran LPS Melalui Analogi Sepak Bola

Pedoman International Association of Depostit Insures (IADI) menyebutkan tiga hal pokok dalam penerapan sistem penjaminan simpanan. Pertama, penjaminan simpanan dalam jumlah terbatas. Kedua, program penjaminan disesuaikan dengan kondisi sistem perbankan. Ketiga, penjaminan simpanan menjadi bagian dari jaring pengaman keuangan (financial safety nets/FSN). FSN dibatasi hanya meliputi jaring pengaman sistem perbankan. 

FSN sendiri memiliki peranan untuk mendorong dan mengawasi perbankan untuk mengelola keuangan dengan penuh kehati-hatian (prudent). FSN sendiri bisa menjadi resolusi dan pelaksana penjamin simpanan saat bank gagal menjalankan kewajibannya. FSN bisa menangani krisis saat permasalahaan melanda perbankan. 

Peran FSN tidak pasif. Dia bukan seperti jaring pengaman sirkus yang statis menunggu pemain akrobat jatuh. FSN secara proaktif memelihara stabilitas sistem peebankan karena sumber permasalahannya diidentifikasi sehingga pencegahan permasalahannya dapat dilakukan sejak dini.  

Penyelesaian masalah pun tidak dilakukan hanya pada satu lapis. Jika tidak mampu diselesaikan pada tahap awal, upaya penyelesaian akan dilakukan pada jenjang selanjutnya dan disesuaikan denhan level masalahnya. Hasilnya, jika krisis tidak dapat dicegah atau dihindari, dampak ekonomi dan sosial dapat diminimalisasi. 

FSN dan Sepak Bola 
Penerapan FSN sendiri seperti formasi sepak bola. Selalu ada strategi dalam sebuah tim sepak bola. Apakah sebuah tim hendak bermain bertahan atau menyerang menggunakan satu, dua, atau tiga penyerang dalam bermain, selalu ada posisi tetap yang menjalankan tugasnya masing-masing. Posisi itu adalah penyerang, pemain tengah, bek (pemain belakang), dan kiper. 

Setiap posisi memiliki peran masing-masing. Penyerang punya tugas untuk menjebol gawang saat menyerang dan menjadi pertahanan pertama saat bertahan. Pemain tengah mengatur pola permainan dan menjadi lapisan pertahanan kedua. Pemain belakang tentunya menajdi penahan terakhir, tetapi terkadang bisa membantu penyerangan. Kiper adalah benteng terakhir pertahanan. Semua posisi ini harus dijalankan dengan baik dan saling bekerja sama jika tidak ingin kalah dalam permainan. 

Jika dianalogikan dengan FSN, sistem perbankan kita memiliki fungsinya masing-masing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai pemain depan. Dengan perannya untuk mengatur dan mengawasi mikroprudensial dengan kuat dan efektif, OJK diharapkan mampu mendorong perbankan untuk mencapai goal (tujuan), yaitu sistem perbankan yang sehat, stabil, bertumbuh dan bermanfaat bagi rakyat banyak. Selain itu, dengan mengidentifikasi permasalahan secara dini dan tindakan perbaikan yang segera (prompt corrective actions) diharapkan permasalahan perbankan dapat diatasi pada stadium awal. 

Dibelakang OJK, Bank Indonesia (BI) berperan sebagai pemain tengah yang mengatur kebijakan makroprudensial (moneter dan sistem pembayaran) yang kondusif bagi industri perbankan sehingga dapat membantu menciptakan peluang terjadinya goal. Konkretnya, saat berubah bank menghadapi masalah likuiditas, BI bisa memberikan fasilitas peminjaman likuiditas sebagai bentuk pertahanan terhadap sistem ekonomi kita. 

Pada posisi belakang bertahan, disinilah LPS berada. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya  dan melaksanakan resolusi (penyelamatan) bank gagal. Bank gagal dan bank yang dicabut izinnya pada umumnya mengalami permasalahan solvabilitas. Pelaksanaan fungsi tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. 

Jika ketiga pertahanan tersebut tidak mampu bertahan juga, Kementerian Keuangan adalah pemain terakhir yang diharapkan mampu menjaga gawang tetap aman. Kemenkeu sebagai pemegang otoritas terhadap fisikal dan koordinator FSN mampu memberikan kebijakan untuk menjaga sistem perbankan tetap stabil. 

Sesuai UU, LPS mendapat back-up pendanaan dari Pemerintah berupa pinjaman likuiditas dan tambahan modal apabila modal awalnya menjadi kurang dari Rp. 4 triliun. Sebagaimana tim sepak bola, FSN akan berjalan efektif mencapai goal yang diinginkan apabila tiap-tiap pemain atau kelompok pemain dapat berkoordinasi, bekerja sama, saling mendukung, dan memainkan perannya dengan baik. 

Analogi ini tidak bisa dijadikan sebagai pedoman untuk menggambarkan kondisi yang sebenarnya, tetapi bisa dijadikan gambar untuk mengetahui peran masing-masing. Perbedaannya, ada undang-undang yang mengatur peranan ini agar tidak terjadi overlapping antar lembaga. Dalam FSN, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari tiap-tiap lembaga/otoritas telah diatur dalam undang-undang sehingga overlapping dapat dicegah.    

sumber : www.kompas.com
 

1 comments

Faktor Risiko Saraf Terjepit

Sekitar 80 persen kasus saraf terjepit pada bagian punggung dipicu akibat otot kaku. Hal ini umumnya karena seseorang kurang berolahraga tetapi mendadak melakukan aktifitas yang cukup berat. 
Meskipun terkesan sepele, saraf terjepit dapat mengganggu aktivitas keseharian. Saraf terjepit ini biasanya membatasi gerak tubuh sehingga kegiatan harian tidak optimal. Rasa nyeri yang menjalar dari pusat saraf terjepit hingga ke bagian tubuh lain juga sering menyiksa. Umumnya, saraf terjepit bisa dipicu aktifitas statis dalam waktu yang lama. Misalnya, duduk atau berdiri hingga berjam-jam tanpa perubahan posisi tubuh yang signifikan. Penyakit ini kerap menghinggapi kaum urban yang banyak menghabiskan waktu dengan bekerja di depan komputer dalam posisi duduk. Akan tetapi, anda juga perlu mencermati pemicu saraf terjepit lainnya. 

Posisi Tubuh Buruk  
Tidak hanya menyebabkan postur tubuh bungkuk, hobi membaca atau menghadapi komputer dengan membungkuk juga bisa menjadi faktor risiko saraf terjepit. Ini karena tulang-tulang pada bagian tubuh tertentu saling menekan dan mengenai saraf. Timbullah rasa nyeri pada bagian pinggang atau punggung. Agar hal ini tidak terjadi, sebaiknya duduk dengan tegak. 

Komplikasi Penyakit 
Saraf terjepit juga bisa dipicu oleh komplikasi penyakit tertentu. Misalnya tuberkolosis atau TBC (TB) dan kanker atau tumor. Penyebaran sel kanker tertentu atau virus TBC dapat membuat tulang menjadi lebih rapuh sehingga rentan terjadi saraf terjepit. Pencegahan risiko saraf terjepit tentunya adalah menangani kanker atau TBC terlebih dulu. Bila seseorang telah mengalami TBC atau kanker yang menyerang tulang, ada baiknya ia memantau kondisi kesehatan secara rutin untuk mencegah risiko saraf terjepit. 

Osteoporosis 
Osteoporosis atau pengeroposan tulang dapat memicu saraf terjepit. Hal ini banyak dialami para lansia dan kaum perempuan. Secara umum, kaum perempuan memang lebih rawan terserang osteoporosis. Pada kaum lanjut usia, saraf terjepit karena bantalan penyambung dua tulang menjadi semakin tipis sehingga antartulang bisa saling menekan. Untuk itu, asupan kalsium dari berbagai jenis makanan dan minuman diperlukan. 

sumber : www.kompas.com


6 comments

Ayo Cegah Neuropati

Kebas dan kesemutan yang bisa jadi sering anda alami. Buat mereka yang tidak tahu, rasa kebas dan kesemutan acap dianggap hal yang biasa lantaran terlalu lelah atau capek. Padahal, bisa jadi kebas dan kesemutan yang dirasa merupakan gejala neuropati. Neuropati adalah istilah yang dapat disebabkan oleh penyakit, trauma pada saraf atau dapat juga karena komplikasi dari suatu penyakit sistemik. 

Sebanyak 90 persen masyarakat Indonesia tidak mengerti neuropati atau kerusakan saraf. Padahal, bisa jadi sebagian dari kita merasakan gejalanya. Ada beberapa gejala yang bisa menjadi indikasi kerusakan saraf tepi (neuropati), di antaranya adalah kesemutan, kebas, nyeri, serta kelemahan pada pergelangan dan telapak tangan. Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, hal ini dapat menyebabkan gangguan saraf yang lebih berat, seperti kelumpuhan. 

Prof Dr dr Moh Hasan Machfoed, SpS(K) MS, Ketua Umum Perdossi Pusat Dan Konsultan Neurologis,  mengatakan “sebanyak 90 persen masyarakat Indonesia ternyata belum pernah mendengar istilah neuropati. Banyak orang mengasosiasikan neuropati atau penyakit kerusakan saraf dengan stroke, gangguan kejiwaan, atau rematik. Tidak hanya memiliki pengetahuan yang minim mengenal neuropati, ternyata 80 persen masyarakat Indonesia tidak tahu bagaimana cara menjaga kesehatan saraf dan tidak tahu apa itu vitamin neurotropik. Oleh karena itu, sejak tahun 2002, Perdossi dengan dukungan Merck melalui Neurobion, mengadakan edukasi neuropati ke berbagai kota di Indonesia, dan akan berlanjut untuk seterusnya. Kami berharap, upaya edukasi yang kontinu ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai neuropati di masyarakat. 

Lebih lanjut, Dr Manfauluthy Hakim SpS(K) dalam sebuah acara yang diadakan oleh produsen vitamin neurotropik mengatakan, “Neuropati dapat dicegah, untuk upaya pencegahan, perbaiki gaya hidup dengan regenerasi sel saraf dan konsumsi vitamin neurotropik terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12 yang berfungsi memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf, dan memberikan asupan yang dibutuhkan supaya saraf dapat bekerja dengan baik”. 

Oleh karena itu, perbaikan gizi hidup anda menerapkan pada pola hidup sehat. Jauhkanlah gadget dan komputer jika tidak terlalu perlu digunakan. Bahkan, bila perlu anda gunakan saja transportasi umum untuk menghindari kegiatan mengendarai sepeda motor atau mobil yang beresiko neuropati. Bagaimana dengan anda?

sumber : www.kompas.com