Minggu, 17 Februari 2013

TEPATKAH ROY SURYO MENJADI MENPORA? (BI SS 2013)

Penunjukan Roy Suryo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sangat mengejutkan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat. Tidak ada yang menyangka bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memilih kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi I DPR tersebut. Sebelumnya, Presiden di perkirakan akan memilih kader Partai Demokrat yang berlatar belakang aktif terhadap organisasi sepak bola di Indonesia. Nama-nama itu antara lain Ramadhan Pohan (manajer timnas per April 2012), Achsanul Qosasi (Wakil Bendahara PSSI pada era Ketua Umum Nurdin Halid), dan Hinca Panjaitan (pengurus Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia/KPSI, organisasi tandingan PSSI). Pertimbangannya, tugas pokok pemerintahan Yudhoyono yang tersisa hanya dua tahun di bidang olahraga adalah berkeinginan untuk menyatukan dua kompetisi sepak bola karena FIFA mengancam membekukan sepak bola Indonesia. Rasanya, di nilai gagal mengelola konflik sepak bola bukan jenis kenangan yang di kehendaki oleh Presiden. Maka, orang kebanyakan berpikir Presiden akan memilih sosok yang memiliki koneksi atau mungkin sangat berpengaruh terhadap kedua organisasi sepak bola di Indonesia. Namun, Presiden ternyata menunjuk Roy yang tidak pernah berkutat di dunia sepak bola, bahkan di dunia olahraga secara umum. Jika melihat ke belakang, langkah Presiden itu sebenarnya tidak mengejutkan. Situasi penunjukan Roy mirip ketika Presiden memutuskan untuk mengajukan Komisaris Jenderal (Pol) Timur Pradopo kepada DPR sebagai Kapolri, Oktober 2010. Tidak ada yang menyangka Presiden mengajukan calon tunggal Timur. Sebelumnya, nama yang kuat beredar ialah Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Komjen Imam Sudjarwo (Kepala Badan Pendidikan Polri), serta Komjen Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri).
Dengan menunjuk Roy, Presiden tampaknya ingin Menpora adalah orang dengan latar belakang yang sama sekali tidak terkait dengan dunia sepak bola, tidak pernah terkait dengan salah satu kubu yang sedang bertikai. Sebut saja, Roy diharapkan akan lebih mudah diterima kubu PSSI dan KPSI. Selain itu, dengan menunjuk Roy, Presiden memiliki ”sekutu” yang betul-betul tunduk kepada dirinya. Jika betul perhitungan semacam itu yang dikalkulasi, kesimpulannya, Presiden ingin memastikan 200 persen problem dualisme kompetisi tuntas pada era pemerintahannya. Selain itu, Kemenpora menghadapi persoalan serius, yakni ketidakberesan proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor. Bersama kasus wisma atlet, kasus Hambalang menjadi sumber malapetaka bagi Partai Demokrat, partai yang didirikan Yudhoyono. Sikap Roy yang akan tunduk tanpa syarat kepada Yudhoyono, dan terbebasnya Roy selama ini dari ingar-bingar Hambalang/ wisma atlet, membuat pria berkumis itu menjadi sosok yang tepat untuk membantu Presiden menjalankan semua rencananya guna mengatasi ketidakberesan proyek Hambalang.

Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar

Penunjukan Roy Suryo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sangat mengejutkan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat. Tidak ada yang menyangka bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memilih kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi I DPR tersebut. Sebelumnya, Presiden di perkirakan akan memilih kader Partai Demokrat yang berlatar belakang aktif terhadap organisasi sepak bola di Indonesia. Nama-nama itu antara lain Ramadhan Pohan (manajer timnas per April 2012), Achsanul Qosasi (Wakil Bendahara PSSI pada era Ketua Umum Nurdin Halid), dan Hinca Panjaitan (pengurus Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia/KPSI, organisasi tandingan PSSI). Pertimbangannya, tugas pokok pemerintahan Yudhoyono yang tersisa hanya dua tahun di bidang olahraga adalah berkeinginan untuk menyatukan dua kompetisi sepak bola karena FIFA mengancam membekukan sepak bola Indonesia. Rasanya, di nilai gagal mengelola konflik sepak bola bukan jenis kenangan yang di kehendaki oleh Presiden. Maka, orang kebanyakan berpikir Presiden akan memilih sosok yang memiliki koneksi atau mungkin sangat berpengaruh terhadap kedua organisasi sepak bola di Indonesia. Namun, Presiden ternyata menunjuk Roy yang tidak pernah berkutat di dunia sepak bola, bahkan di dunia olahraga secara umum. Jika melihat ke belakang, langkah Presiden itu sebenarnya tidak mengejutkan. Situasi penunjukan Roy mirip ketika Presiden memutuskan untuk mengajukan Komisaris Jenderal (Pol) Timur Pradopo kepada DPR sebagai Kapolri, Oktober 2010. Tidak ada yang menyangka Presiden mengajukan calon tunggal Timur. Sebelumnya, nama yang kuat beredar ialah Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Komjen Imam Sudjarwo (Kepala Badan Pendidikan Polri), serta Komjen Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri).
Dengan menunjuk Roy, Presiden tampaknya ingin Menpora adalah orang dengan latar belakang yang sama sekali tidak terkait dengan dunia sepak bola, tidak pernah terkait dengan salah satu kubu yang sedang bertikai. Sebut saja, Roy diharapkan akan lebih mudah diterima kubu PSSI dan KPSI. Selain itu, dengan menunjuk Roy, Presiden memiliki ”sekutu” yang betul-betul tunduk kepada dirinya. Jika betul perhitungan semacam itu yang dikalkulasi, kesimpulannya, Presiden ingin memastikan 200 persen problem dualisme kompetisi tuntas pada era pemerintahannya. Selain itu, Kemenpora menghadapi persoalan serius, yakni ketidakberesan proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor. Bersama kasus wisma atlet, kasus Hambalang menjadi sumber malapetaka bagi Partai Demokrat, partai yang didirikan Yudhoyono. Sikap Roy yang akan tunduk tanpa syarat kepada Yudhoyono, dan terbebasnya Roy selama ini dari ingar-bingar Hambalang/ wisma atlet, membuat pria berkumis itu menjadi sosok yang tepat untuk membantu Presiden menjalankan semua rencananya guna mengatasi ketidakberesan proyek Hambalang.

Penunjukan Roy Suryo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sangat mengejutkan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat. Tidak ada yang menyangka bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memilih kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi I DPR tersebut. Sebelumnya, Presiden di perkirakan akan memilih kader Partai Demokrat yang berlatar belakang aktif terhadap organisasi sepak bola di Indonesia. Nama-nama itu antara lain Ramadhan Pohan (manajer timnas per April 2012), Achsanul Qosasi (Wakil Bendahara PSSI pada era Ketua Umum Nurdin Halid), dan Hinca Panjaitan (pengurus Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia/KPSI, organisasi tandingan PSSI). Pertimbangannya, tugas pokok pemerintahan Yudhoyono yang tersisa hanya dua tahun di bidang olahraga adalah berkeinginan untuk menyatukan dua kompetisi sepak bola karena FIFA mengancam membekukan sepak bola Indonesia. Rasanya, di nilai gagal mengelola konflik sepak bola bukan jenis kenangan yang di kehendaki oleh Presiden. Maka, orang kebanyakan berpikir Presiden akan memilih sosok yang memiliki koneksi atau mungkin sangat berpengaruh terhadap kedua organisasi sepak bola di Indonesia. Namun, Presiden ternyata menunjuk Roy yang tidak pernah berkutat di dunia sepak bola, bahkan di dunia olahraga secara umum. Jika melihat ke belakang, langkah Presiden itu sebenarnya tidak mengejutkan. Situasi penunjukan Roy mirip ketika Presiden memutuskan untuk mengajukan Komisaris Jenderal (Pol) Timur Pradopo kepada DPR sebagai Kapolri, Oktober 2010. Tidak ada yang menyangka Presiden mengajukan calon tunggal Timur. Sebelumnya, nama yang kuat beredar ialah Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Komjen Imam Sudjarwo (Kepala Badan Pendidikan Polri), serta Komjen Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri).
Dengan menunjuk Roy, Presiden tampaknya ingin Menpora adalah orang dengan latar belakang yang sama sekali tidak terkait dengan dunia sepak bola, tidak pernah terkait dengan salah satu kubu yang sedang bertikai. Sebut saja, Roy diharapkan akan lebih mudah diterima kubu PSSI dan KPSI. Selain itu, dengan menunjuk Roy, Presiden memiliki ”sekutu” yang betul-betul tunduk kepada dirinya. Jika betul perhitungan semacam itu yang dikalkulasi, kesimpulannya, Presiden ingin memastikan 200 persen problem dualisme kompetisi tuntas pada era pemerintahannya. Selain itu, Kemenpora menghadapi persoalan serius, yakni ketidakberesan proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor. Bersama kasus wisma atlet, kasus Hambalang menjadi sumber malapetaka bagi Partai Demokrat, partai yang didirikan Yudhoyono. Sikap Roy yang akan tunduk tanpa syarat kepada Yudhoyono, dan terbebasnya Roy selama ini dari ingar-bingar Hambalang/ wisma atlet, membuat pria berkumis itu menjadi sosok yang tepat untuk membantu Presiden menjalankan semua rencananya guna mengatasi ketidakberesan proyek Hambalang.

Penunjukan Roy Suryo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sangat mengejutkan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat. Tidak ada yang menyangka bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memilih kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi I DPR tersebut. Sebelumnya, Presiden di perkirakan akan memilih kader Partai Demokrat yang berlatar belakang aktif terhadap organisasi sepak bola di Indonesia. Nama-nama itu antara lain Ramadhan Pohan (manajer timnas per April 2012), Achsanul Qosasi (Wakil Bendahara PSSI pada era Ketua Umum Nurdin Halid), dan Hinca Panjaitan (pengurus Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia/KPSI, organisasi tandingan PSSI). Pertimbangannya, tugas pokok pemerintahan Yudhoyono yang tersisa hanya dua tahun di bidang olahraga adalah berkeinginan untuk menyatukan dua kompetisi sepak bola karena FIFA mengancam membekukan sepak bola Indonesia. Rasanya, di nilai gagal mengelola konflik sepak bola bukan jenis kenangan yang di kehendaki oleh Presiden. Maka, orang kebanyakan berpikir Presiden akan memilih sosok yang memiliki koneksi atau mungkin sangat berpengaruh terhadap kedua organisasi sepak bola di Indonesia. Namun, Presiden ternyata menunjuk Roy yang tidak pernah berkutat di dunia sepak bola, bahkan di dunia olahraga secara umum. Jika melihat ke belakang, langkah Presiden itu sebenarnya tidak mengejutkan. Situasi penunjukan Roy mirip ketika Presiden memutuskan untuk mengajukan Komisaris Jenderal (Pol) Timur Pradopo kepada DPR sebagai Kapolri, Oktober 2010. Tidak ada yang menyangka Presiden mengajukan calon tunggal Timur. Sebelumnya, nama yang kuat beredar ialah Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Komjen Imam Sudjarwo (Kepala Badan Pendidikan Polri), serta Komjen Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri).
Dengan menunjuk Roy, Presiden tampaknya ingin Menpora adalah orang dengan latar belakang yang sama sekali tidak terkait dengan dunia sepak bola, tidak pernah terkait dengan salah satu kubu yang sedang bertikai. Sebut saja, Roy diharapkan akan lebih mudah diterima kubu PSSI dan KPSI. Selain itu, dengan menunjuk Roy, Presiden memiliki ”sekutu” yang betul-betul tunduk kepada dirinya. Jika betul perhitungan semacam itu yang dikalkulasi, kesimpulannya, Presiden ingin memastikan 200 persen problem dualisme kompetisi tuntas pada era pemerintahannya. Selain itu, Kemenpora menghadapi persoalan serius, yakni ketidakberesan proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor. Bersama kasus wisma atlet, kasus Hambalang menjadi sumber malapetaka bagi Partai Demokrat, partai yang didirikan Yudhoyono. Sikap Roy yang akan tunduk tanpa syarat kepada Yudhoyono, dan terbebasnya Roy selama ini dari ingar-bingar Hambalang/ wisma atlet, membuat pria berkumis itu menjadi sosok yang tepat untuk membantu Presiden menjalankan semua rencananya guna mengatasi ketidakberesan proyek Hambalang.