Penunjukan Roy
Suryo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sangat
mengejutkan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat. Tidak ada yang
menyangka bahwa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
akan memilih kader Partai Demokrat yang duduk di Komisi I DPR
tersebut. Sebelumnya, Presiden di perkirakan akan memilih kader
Partai Demokrat yang berlatar belakang aktif terhadap organisasi
sepak bola di Indonesia. Nama-nama itu antara lain Ramadhan Pohan
(manajer timnas per April 2012), Achsanul
Qosasi (Wakil
Bendahara PSSI pada era Ketua Umum Nurdin Halid), dan Hinca Panjaitan
(pengurus Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia/KPSI, organisasi
tandingan PSSI). Pertimbangannya, tugas pokok pemerintahan Yudhoyono
yang tersisa hanya dua tahun di bidang olahraga adalah berkeinginan
untuk menyatukan dua kompetisi sepak bola karena FIFA mengancam
membekukan sepak bola Indonesia. Rasanya, di nilai gagal mengelola
konflik sepak bola bukan jenis kenangan yang di kehendaki oleh
Presiden. Maka, orang kebanyakan berpikir Presiden akan memilih sosok
yang memiliki koneksi atau mungkin sangat berpengaruh terhadap kedua
organisasi sepak bola di Indonesia. Namun, Presiden ternyata menunjuk
Roy yang tidak pernah berkutat di dunia sepak bola, bahkan di dunia
olahraga secara umum. Jika melihat ke belakang, langkah Presiden itu
sebenarnya tidak mengejutkan. Situasi penunjukan Roy mirip ketika
Presiden memutuskan untuk mengajukan Komisaris Jenderal (Pol) Timur
Pradopo kepada DPR sebagai Kapolri, Oktober 2010. Tidak ada yang
menyangka Presiden mengajukan calon tunggal Timur. Sebelumnya, nama
yang kuat beredar ialah Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan
Umum Polri), Komjen Imam Sudjarwo (Kepala Badan Pendidikan Polri),
serta Komjen Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri).
Dengan menunjuk Roy, Presiden tampaknya
ingin Menpora adalah orang dengan latar belakang yang sama sekali
tidak terkait dengan dunia sepak bola, tidak pernah terkait dengan
salah satu kubu yang sedang bertikai. Sebut saja, Roy diharapkan akan
lebih mudah diterima kubu PSSI dan KPSI. Selain itu, dengan menunjuk
Roy, Presiden memiliki ”sekutu” yang betul-betul tunduk kepada
dirinya. Jika betul perhitungan semacam itu yang dikalkulasi,
kesimpulannya, Presiden ingin memastikan 200 persen problem dualisme
kompetisi tuntas pada era pemerintahannya. Selain itu, Kemenpora
menghadapi persoalan serius, yakni ketidakberesan proyek pembangunan
kompleks olahraga Hambalang, Bogor. Bersama kasus wisma atlet, kasus
Hambalang menjadi sumber malapetaka bagi Partai Demokrat, partai yang
didirikan Yudhoyono. Sikap Roy yang akan tunduk tanpa syarat kepada
Yudhoyono, dan terbebasnya Roy selama ini dari ingar-bingar
Hambalang/ wisma atlet, membuat pria berkumis itu menjadi sosok yang
tepat untuk membantu Presiden menjalankan semua rencananya guna
mengatasi ketidakberesan proyek Hambalang.
0 comments:
Posting Komentar