Kelangkaan BBM bersubsidi kembali mencuat dan membuat
masalah ini menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Untuk lebih jelasnya
akan saya paparkan mengenai kelangkaan BBM bersubsidi yang saya tonton dari sebuah
tayangan berita yaitu “Insert Investigasi” di televisi swasta. Kesimpulan yang
saya dapatkan dari tayangan tersebut adalah kelangkaan BBM bersubsidi
disebabkan oleh adanya penambahan jumlah kendaraan baik motor ataupun mobil dan
perilaku konsumen menengah yang turut menghabiskan jatah BBM bersubsidi untuk
kalangan mobil mewah mereka. Pemerintah seolah cuci tangan dan dengan mudahnya
melemparkan akar permasalahannya pada pengguna BBM bersubsidi di jalan raya. Demikian juga,
dengan halnya pendapat para pakar dan artis-artis yang diwawancarai semuanya
seolah sudah mengikuti skenario untuk mengaminkan bahwa perilaku masyarakat
pengguna kendaraan bermotorlah yang menjadi sumber utama dari krisisnya BBM
bersubsidi tersebut.
Mengapa setiap kali terjadi krisis BBM bersubsidi,
masyarakat pengguna BBM yang selalu dijadikan kambing hitam? Lalu mengapa maraknya
kasus-kasus seperti penyelundupan puluhan juta liter minyak yang dilakukan oleh
kapal-kapal tanker yang tidak pernah di munculkan sebagai “tersangka” meski
jumlah yang di sinyalir bisa mencapai 70-80% dari jumlah quota BBM bersubsidi
yang dikapalkan.
Sangat ironis melihat situasi yang seperti ini. Pedagang
bensin eceran dengan jerigen selalu diawasi dan kalau perlu dituduh sebagai
penimbunan minyak, sementara puluhan jutaan liter yang diambil oleh
tanker-tanker di tengah laut tidak pernah tuntas di tangani oleh pemerintah.
Siapa orang dibalik skenario yang begitu hebatnya bisa
membuat bahkan sanggup mencuci otak masyarakat dari pengguna BBM bersubsidi
untuk saling menyalahkan? Sementara itu, jaringan mafia penyelundupan BBM
bersubsidi yang menghabiskan sebagian besar kuota BBM bersubsidi dapat dengan
mudah dan aman melakukan aksi busuknya.
Untuk kasus seperti ini apalagi diwilayah Jabodetabek
sebaiknya diadakan pengecekan jumlah riil pasokan BBM ke SPBU. Apakah sudah
sesuai dengan aturan dan data yang dilaporkan oleh pihak Pertamina dan
Pemerintah. Pihak KPK harus segera membentuk tim khusus untuk mengadakan audit
distribusi BBM yang dikirim dan dipasarkan oleh setiap SPBU di Jabodetabek dan
sekitarnya. Bukankah setiap liter BBM yang keluar dari pompa SPBU memiliki data
dan resumenya? Kumpulkan semua data meteran dari semua SPBU di Jabodetabek
untuk mendapatkan satu angka kebutuhan BBM bersubsidi. Kemudian, bandingkanlah
dengan yang laporan alokasi dan pasokan BBM yang sudah dikirim oleh pihak
Pertamina dan yang dilaporkan oleh Pemerintah.
Apakah ada selisihnya dan berapa besar selisihnya dan apakah selisihnya
wajar atau sudah tidak dapat masuk akal?
Audit yang serupa juga harus dilakukan terhadap jaringan
distribusi BBM bersubsidi secara nasional yang dilakukan oleh pihak Pertamina
selaku BUMN yang sangat bertanggung jawab untuk semua pasokan BBM di
Jabodetabek dan sekiarnya. Jumlah BBM bersubsidi dari Pertamina harus
dipastikan sama dengan jumlah BBM yang diterima dari setiap depo penerima yang
sesuai dengan data kebutuhan BBM bersubsidi yang datanya selalu di update dari
setiap pompa BBM di semua SPBU.
Jangan biarkan BBM bersubsidi dihabiskan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab akan tetapi sebagai masyarakat luas yang
menggunakan kendaraan bermotor dan pengecer kecil yang selalu dijadikan
terdakwanya. Sebagai media massa juga harus lebih kritis untuk melakukan segala
bentuk pengawasan dan investigasi terhadap masalah ini sehingga tidak lagi
mengikuti aturan skenario yang keji dan dibuat oleh pihak-pihak penguasa korup
dan para calo.
Semoga kejadian seperti ini harus segera diungkap agar
kedepannya masalah BBM bersubsidi tidak membuat masyarakat khawatir dan
seharusnya peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk terciptanya suatu solusi
agar BBM bersubsidi masih dapat dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu.
0 comments:
Posting Komentar