Selasa, 25 Desember 2012

Kurikulum 2013 Masih Pro-Kontra (BI SS 2012)



Kurikulum 2013 yang rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan bahwa kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa karena akan fokus kepada tantangan masa depan bangsa dan tidak memberatkan guru dalam hal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan bahwa kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Sistem seperti ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak adanya uji coba di sejumlah sekolah sebelum diadakannya penyerapan itu. Perubahan kurikulum kemungkinan tidak menjadi masalah, akan tetapi guru yang bertugas di daerah perbatasan, membutuhkan waktu adaptasi yang sangat lama dengan adanya perubahan kurikulum tersebut. Para guru menginginkan agar rancangan kurikulum 2013 segera di sosialisasikan. Supaya persiapan menjadi lebih matang, sebab sampai saat ini belum tahu sama sekali soal arah kurikulum 2013. Padahal guru-guru baru saja mempersiapkan kurikulum lama yang harusnya diperkaya dengan pendidikan berkarakter. Namun tiba-tiba saja kurikulumnya sudah berubah dan tahun ajaran baru sebentar lagi sudah ada di mata dan diharapkan adanya persiapan yang matang dari para guru yang lebih fokus dalam mendalami kurikulum baru tersebut. Hambatan yang akan di hadapi oleh para guru yaitu penggabungan IPA ke dalam Bahasa Indonesia yang masih sulit dimengerti dan sosialisasi yang belum rata di sebagian besar sekolah-sekolah untuk mengantisipasi kurikulum 2013. Meski sosialisasi belum dilakukan, sekolah mulai bersiap mengantisipasi akan datangnya kurikulum 2013. Di gresik akan menerapkan pengajaran berbasis teknologi informasi (TI) dan komunikasi yang di integrasikan ke semua mata pelajaran. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Bali Gede Wenten Aryasuda mengusulkan agar bahasa daerah dipertahankan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, bukan hanya sekedar muatan lokal. Budaya daerah merupakan benteng keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Namun dengan adanya kurikulum baru sebagian para guru merasa khawatir dengan adanya penghapusan atau pengurangan bahasa daerah yang akan menyebabkan mereka tak bisa memenuhi kewajiban 28 jam mengajar per minggu sehingga tunjangan serifikasi yang mereka terima akan dihapuskan. Padahal dari 90 guru bahasa daerah, sekitar 50% sudah lolos sertifikasi. Penghapusan bahasa daerah bisa menyebabkan siswa merasa asing dengan kultur dan karakter masyarakat.

Sumber : www.kompas.com

Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar



Kurikulum 2013 yang rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan bahwa kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa karena akan fokus kepada tantangan masa depan bangsa dan tidak memberatkan guru dalam hal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan bahwa kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Sistem seperti ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak adanya uji coba di sejumlah sekolah sebelum diadakannya penyerapan itu. Perubahan kurikulum kemungkinan tidak menjadi masalah, akan tetapi guru yang bertugas di daerah perbatasan, membutuhkan waktu adaptasi yang sangat lama dengan adanya perubahan kurikulum tersebut. Para guru menginginkan agar rancangan kurikulum 2013 segera di sosialisasikan. Supaya persiapan menjadi lebih matang, sebab sampai saat ini belum tahu sama sekali soal arah kurikulum 2013. Padahal guru-guru baru saja mempersiapkan kurikulum lama yang harusnya diperkaya dengan pendidikan berkarakter. Namun tiba-tiba saja kurikulumnya sudah berubah dan tahun ajaran baru sebentar lagi sudah ada di mata dan diharapkan adanya persiapan yang matang dari para guru yang lebih fokus dalam mendalami kurikulum baru tersebut. Hambatan yang akan di hadapi oleh para guru yaitu penggabungan IPA ke dalam Bahasa Indonesia yang masih sulit dimengerti dan sosialisasi yang belum rata di sebagian besar sekolah-sekolah untuk mengantisipasi kurikulum 2013. Meski sosialisasi belum dilakukan, sekolah mulai bersiap mengantisipasi akan datangnya kurikulum 2013. Di gresik akan menerapkan pengajaran berbasis teknologi informasi (TI) dan komunikasi yang di integrasikan ke semua mata pelajaran. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Bali Gede Wenten Aryasuda mengusulkan agar bahasa daerah dipertahankan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, bukan hanya sekedar muatan lokal. Budaya daerah merupakan benteng keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Namun dengan adanya kurikulum baru sebagian para guru merasa khawatir dengan adanya penghapusan atau pengurangan bahasa daerah yang akan menyebabkan mereka tak bisa memenuhi kewajiban 28 jam mengajar per minggu sehingga tunjangan serifikasi yang mereka terima akan dihapuskan. Padahal dari 90 guru bahasa daerah, sekitar 50% sudah lolos sertifikasi. Penghapusan bahasa daerah bisa menyebabkan siswa merasa asing dengan kultur dan karakter masyarakat.

Sumber : www.kompas.com



Kurikulum 2013 yang rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan bahwa kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa karena akan fokus kepada tantangan masa depan bangsa dan tidak memberatkan guru dalam hal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan bahwa kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Sistem seperti ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak adanya uji coba di sejumlah sekolah sebelum diadakannya penyerapan itu. Perubahan kurikulum kemungkinan tidak menjadi masalah, akan tetapi guru yang bertugas di daerah perbatasan, membutuhkan waktu adaptasi yang sangat lama dengan adanya perubahan kurikulum tersebut. Para guru menginginkan agar rancangan kurikulum 2013 segera di sosialisasikan. Supaya persiapan menjadi lebih matang, sebab sampai saat ini belum tahu sama sekali soal arah kurikulum 2013. Padahal guru-guru baru saja mempersiapkan kurikulum lama yang harusnya diperkaya dengan pendidikan berkarakter. Namun tiba-tiba saja kurikulumnya sudah berubah dan tahun ajaran baru sebentar lagi sudah ada di mata dan diharapkan adanya persiapan yang matang dari para guru yang lebih fokus dalam mendalami kurikulum baru tersebut. Hambatan yang akan di hadapi oleh para guru yaitu penggabungan IPA ke dalam Bahasa Indonesia yang masih sulit dimengerti dan sosialisasi yang belum rata di sebagian besar sekolah-sekolah untuk mengantisipasi kurikulum 2013. Meski sosialisasi belum dilakukan, sekolah mulai bersiap mengantisipasi akan datangnya kurikulum 2013. Di gresik akan menerapkan pengajaran berbasis teknologi informasi (TI) dan komunikasi yang di integrasikan ke semua mata pelajaran. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Bali Gede Wenten Aryasuda mengusulkan agar bahasa daerah dipertahankan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, bukan hanya sekedar muatan lokal. Budaya daerah merupakan benteng keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Namun dengan adanya kurikulum baru sebagian para guru merasa khawatir dengan adanya penghapusan atau pengurangan bahasa daerah yang akan menyebabkan mereka tak bisa memenuhi kewajiban 28 jam mengajar per minggu sehingga tunjangan serifikasi yang mereka terima akan dihapuskan. Padahal dari 90 guru bahasa daerah, sekitar 50% sudah lolos sertifikasi. Penghapusan bahasa daerah bisa menyebabkan siswa merasa asing dengan kultur dan karakter masyarakat.

Sumber : www.kompas.com



Kurikulum 2013 yang rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan praktisi pendidikan. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan bahwa kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa karena akan fokus kepada tantangan masa depan bangsa dan tidak memberatkan guru dalam hal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan bahwa kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Sistem seperti ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak adanya uji coba di sejumlah sekolah sebelum diadakannya penyerapan itu. Perubahan kurikulum kemungkinan tidak menjadi masalah, akan tetapi guru yang bertugas di daerah perbatasan, membutuhkan waktu adaptasi yang sangat lama dengan adanya perubahan kurikulum tersebut. Para guru menginginkan agar rancangan kurikulum 2013 segera di sosialisasikan. Supaya persiapan menjadi lebih matang, sebab sampai saat ini belum tahu sama sekali soal arah kurikulum 2013. Padahal guru-guru baru saja mempersiapkan kurikulum lama yang harusnya diperkaya dengan pendidikan berkarakter. Namun tiba-tiba saja kurikulumnya sudah berubah dan tahun ajaran baru sebentar lagi sudah ada di mata dan diharapkan adanya persiapan yang matang dari para guru yang lebih fokus dalam mendalami kurikulum baru tersebut. Hambatan yang akan di hadapi oleh para guru yaitu penggabungan IPA ke dalam Bahasa Indonesia yang masih sulit dimengerti dan sosialisasi yang belum rata di sebagian besar sekolah-sekolah untuk mengantisipasi kurikulum 2013. Meski sosialisasi belum dilakukan, sekolah mulai bersiap mengantisipasi akan datangnya kurikulum 2013. Di gresik akan menerapkan pengajaran berbasis teknologi informasi (TI) dan komunikasi yang di integrasikan ke semua mata pelajaran. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Bali Gede Wenten Aryasuda mengusulkan agar bahasa daerah dipertahankan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, bukan hanya sekedar muatan lokal. Budaya daerah merupakan benteng keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Namun dengan adanya kurikulum baru sebagian para guru merasa khawatir dengan adanya penghapusan atau pengurangan bahasa daerah yang akan menyebabkan mereka tak bisa memenuhi kewajiban 28 jam mengajar per minggu sehingga tunjangan serifikasi yang mereka terima akan dihapuskan. Padahal dari 90 guru bahasa daerah, sekitar 50% sudah lolos sertifikasi. Penghapusan bahasa daerah bisa menyebabkan siswa merasa asing dengan kultur dan karakter masyarakat.

Sumber : www.kompas.com