Pembatasan mobil
di daerah DKI Jakarta tetap akan dilakukan meskipun terjadi pro dan kontra
terhadap kebijakan radikal tersebut. Sikap warga Jakarta ini dinilai wajar dan
akan dipakai sebagai masukan oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum aturan itu mulai
diberlakukan pada bulan Maret mendatang. Masalah kemacetan di Jakarta tidak
akan rampung bila tahapan dalam penanganan kemacetan sudah di desain dalam
rencana jangka panjang. Pembatasan kendaraan adalah salah satu tahapan
penanganan kemacetan di Jakarta. Setelah pembatasan kendaraan dengan
menggunakan pelat mobil ganjil dan genap, kemudian akan dilanjutkan dengan
adanya penerapan jalan berbayar elektronik (Elektronik Road Pricing /ERP). Pembatasan
penggunaan kendaraan akan di barengi dengan penguatan bus rapid transit (BRT),
seperti penambahan armada bus dan mengintegrasikan angkutan umum dengan
transjakarta. Selanjutnya akan dibangun transportasi berbasis rel, yaitu mass
rapid transit (MRT) dan monorel. Kebijakan yang dilakukan diharapkan tidak akan
merugikan warga karena akan ada kajiannya. Peraturan itu tidak membatasi total,
namun hanya sebatas pengaturan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar
Pristono mengatakan bahwa kebijakan ini sudah dilakukan dengan melibatkan
konsultan transportasi PT Pamintori. Hasil kajian ini dapat menghemat waktu dan
juga biaya operasi kendaraan sebesar Rp. 8,85 triliyun per tahun. Penghematan bahan
bakar minyak sebanyak 345.000 kiloliter per tahun. Dengan laju kecepatan
kendaraan meningkat menjadi rata-rata 20,8 kilometer per jam menjadi 41,3 kilometer
per jam di dalam kota.
Jangan gegabah
Penerapan aturan
tersebut harus dilakukan beberapa kajian agar kebijakan itu dapat dilakukan
secara optimal dan efektif. Padahal sudah ada kajian yang dilakukan oleh pakar
yang menggunakan dana hibah dari Australia pada tahun 2002 tentang penataan
transportasi di Jakarta dalam waktu jangka pendek. Dalam kajian tersebut,
pembatasan ganjil dan genap justru tidak direkomendasikan. Karena dengan
menggunakan model pembatasan ganjil dan genap dinilai gagal di kota-kota besar,
seperti di Beijing, Roma, Mexico City dan Athena. Akan tetapi, pemberlakuan
kebijakan itu harus tergantung dari kesiapan para masyarakat sendiri. Agar kebijakan
ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak lagi terjadi kemacetan di Ibukota
Jakarta.
Sumber : www.kompas.com
0 comments:
Posting Komentar