Sabtu, 04 Mei 2013

Litbang, Kunci Masa Depan Kehutanan (BI SS 2013)



Para peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan dimana memberikan solusi bagi masa depan pengelolaan hutan. Mereka diminta menyediakan hasil riset yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan industri di tengah tingginya kebutuhan penduduk, perubahan iklim, serta mulai munculnya kesadaran lingkungan. Yang akan menentukan masa depan kehutanan adalah Balitbang. Jangan sampai malah belajar dari Singapura, China atau Cifor (Lembaga Penelitian Kehutanan Dunia).
Cifor telah 20 tahun berada di Indonesia, awalnya berkantor di Balitbang Kemhut. Kini pindah tak jauh dari Kantor Balitbang. Kegiatan itu diikuti Direktur Jendral Cifor Peter Holmgren dan Koordinator Regional Asia Tenggara Pusat Wanatani Dunia (ICRAF).
Menurut Zulkifli, hasil penelitian Balitbang harus bisa di manfaatkan kalangan industri dan masyarakat. Ia menekankan, perlu digalakkan penelitian kehutanan nonkayu, seperti permodelan jasa lingkungan, energi baru.
Dalam sesi dialog dengan pengguna hasil riset, petani gaharu asal Sumatera Utara meminta Menteri Kehutanan untuk mengubah regulasi. Menurut dia, produksi gaharu dibatasi kuota karena semula gaharu di dapat dari hutan alam. Berkat riset Balitbang Kehutanan, kini gaharu dipercepat dan diperbanyak hasil minyaknya dengan pemberian vaksin mikroorganisme. Dalam jangka waktu tiga tahun, produksinya sudah sangat menguntungkan.
Tiap pohon gaharu bernilai 2 juta untuk masa panen dalam waktu tujuh tahun. Dalam 1 hektar, ditanam 2000-2500 batang gaharu. Dalam kurun waktu 7 tahun di dapat penghasilan 4 miliar sampai dengan 5 miliar. Merespons hal itu, Zulkifli meminta Kepala Balitbang Kehutanan dan Sekretaris Jenderal Kemhut meninjau regulasi yang menghambat pengembangan.
Dengan menggunakan hasil penelitian teknologi paket perhitungan karbon, mempertamyakan izin reforestasi (rehabilitasi ekosistem) yang tidak kunjung terbit sejak 2 tahun 2 bulan yang diajukan ke Kemhut. Perusahaan yang dibentuk oleh Jusuf Kalla itu menabur benih tanaman endemis pada 382 hektar lahan di Palangkaraya. Setelah 6 bulan, 63 persen tumbuh dengan baik, tapi kemudian terkena panas dan banjir jadi tinggal 14 persen.
Kepala Balitbang Kemhut Iman Santoso mengatakan, para peneliti menghasilkan berbagai riset yang prospektif. Hasil riset itu diantaranya pemanfaaatan bioremediasi dari mikroorganisme hutan dan pembuatan nanoteknologi karbon aktif untuk baterai mobil listrik. Ia berharap hasil penelitian ini bisa diserap oleh masyarakat dan industri.

Sumber :
     
Share on :
Show comments
Hide comments

0 comments:

Posting Komentar



Para peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan dimana memberikan solusi bagi masa depan pengelolaan hutan. Mereka diminta menyediakan hasil riset yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan industri di tengah tingginya kebutuhan penduduk, perubahan iklim, serta mulai munculnya kesadaran lingkungan. Yang akan menentukan masa depan kehutanan adalah Balitbang. Jangan sampai malah belajar dari Singapura, China atau Cifor (Lembaga Penelitian Kehutanan Dunia).
Cifor telah 20 tahun berada di Indonesia, awalnya berkantor di Balitbang Kemhut. Kini pindah tak jauh dari Kantor Balitbang. Kegiatan itu diikuti Direktur Jendral Cifor Peter Holmgren dan Koordinator Regional Asia Tenggara Pusat Wanatani Dunia (ICRAF).
Menurut Zulkifli, hasil penelitian Balitbang harus bisa di manfaatkan kalangan industri dan masyarakat. Ia menekankan, perlu digalakkan penelitian kehutanan nonkayu, seperti permodelan jasa lingkungan, energi baru.
Dalam sesi dialog dengan pengguna hasil riset, petani gaharu asal Sumatera Utara meminta Menteri Kehutanan untuk mengubah regulasi. Menurut dia, produksi gaharu dibatasi kuota karena semula gaharu di dapat dari hutan alam. Berkat riset Balitbang Kehutanan, kini gaharu dipercepat dan diperbanyak hasil minyaknya dengan pemberian vaksin mikroorganisme. Dalam jangka waktu tiga tahun, produksinya sudah sangat menguntungkan.
Tiap pohon gaharu bernilai 2 juta untuk masa panen dalam waktu tujuh tahun. Dalam 1 hektar, ditanam 2000-2500 batang gaharu. Dalam kurun waktu 7 tahun di dapat penghasilan 4 miliar sampai dengan 5 miliar. Merespons hal itu, Zulkifli meminta Kepala Balitbang Kehutanan dan Sekretaris Jenderal Kemhut meninjau regulasi yang menghambat pengembangan.
Dengan menggunakan hasil penelitian teknologi paket perhitungan karbon, mempertamyakan izin reforestasi (rehabilitasi ekosistem) yang tidak kunjung terbit sejak 2 tahun 2 bulan yang diajukan ke Kemhut. Perusahaan yang dibentuk oleh Jusuf Kalla itu menabur benih tanaman endemis pada 382 hektar lahan di Palangkaraya. Setelah 6 bulan, 63 persen tumbuh dengan baik, tapi kemudian terkena panas dan banjir jadi tinggal 14 persen.
Kepala Balitbang Kemhut Iman Santoso mengatakan, para peneliti menghasilkan berbagai riset yang prospektif. Hasil riset itu diantaranya pemanfaaatan bioremediasi dari mikroorganisme hutan dan pembuatan nanoteknologi karbon aktif untuk baterai mobil listrik. Ia berharap hasil penelitian ini bisa diserap oleh masyarakat dan industri.

Sumber :
     



Para peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan dimana memberikan solusi bagi masa depan pengelolaan hutan. Mereka diminta menyediakan hasil riset yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan industri di tengah tingginya kebutuhan penduduk, perubahan iklim, serta mulai munculnya kesadaran lingkungan. Yang akan menentukan masa depan kehutanan adalah Balitbang. Jangan sampai malah belajar dari Singapura, China atau Cifor (Lembaga Penelitian Kehutanan Dunia).
Cifor telah 20 tahun berada di Indonesia, awalnya berkantor di Balitbang Kemhut. Kini pindah tak jauh dari Kantor Balitbang. Kegiatan itu diikuti Direktur Jendral Cifor Peter Holmgren dan Koordinator Regional Asia Tenggara Pusat Wanatani Dunia (ICRAF).
Menurut Zulkifli, hasil penelitian Balitbang harus bisa di manfaatkan kalangan industri dan masyarakat. Ia menekankan, perlu digalakkan penelitian kehutanan nonkayu, seperti permodelan jasa lingkungan, energi baru.
Dalam sesi dialog dengan pengguna hasil riset, petani gaharu asal Sumatera Utara meminta Menteri Kehutanan untuk mengubah regulasi. Menurut dia, produksi gaharu dibatasi kuota karena semula gaharu di dapat dari hutan alam. Berkat riset Balitbang Kehutanan, kini gaharu dipercepat dan diperbanyak hasil minyaknya dengan pemberian vaksin mikroorganisme. Dalam jangka waktu tiga tahun, produksinya sudah sangat menguntungkan.
Tiap pohon gaharu bernilai 2 juta untuk masa panen dalam waktu tujuh tahun. Dalam 1 hektar, ditanam 2000-2500 batang gaharu. Dalam kurun waktu 7 tahun di dapat penghasilan 4 miliar sampai dengan 5 miliar. Merespons hal itu, Zulkifli meminta Kepala Balitbang Kehutanan dan Sekretaris Jenderal Kemhut meninjau regulasi yang menghambat pengembangan.
Dengan menggunakan hasil penelitian teknologi paket perhitungan karbon, mempertamyakan izin reforestasi (rehabilitasi ekosistem) yang tidak kunjung terbit sejak 2 tahun 2 bulan yang diajukan ke Kemhut. Perusahaan yang dibentuk oleh Jusuf Kalla itu menabur benih tanaman endemis pada 382 hektar lahan di Palangkaraya. Setelah 6 bulan, 63 persen tumbuh dengan baik, tapi kemudian terkena panas dan banjir jadi tinggal 14 persen.
Kepala Balitbang Kemhut Iman Santoso mengatakan, para peneliti menghasilkan berbagai riset yang prospektif. Hasil riset itu diantaranya pemanfaaatan bioremediasi dari mikroorganisme hutan dan pembuatan nanoteknologi karbon aktif untuk baterai mobil listrik. Ia berharap hasil penelitian ini bisa diserap oleh masyarakat dan industri.

Sumber :
     



Para peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan dimana memberikan solusi bagi masa depan pengelolaan hutan. Mereka diminta menyediakan hasil riset yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan industri di tengah tingginya kebutuhan penduduk, perubahan iklim, serta mulai munculnya kesadaran lingkungan. Yang akan menentukan masa depan kehutanan adalah Balitbang. Jangan sampai malah belajar dari Singapura, China atau Cifor (Lembaga Penelitian Kehutanan Dunia).
Cifor telah 20 tahun berada di Indonesia, awalnya berkantor di Balitbang Kemhut. Kini pindah tak jauh dari Kantor Balitbang. Kegiatan itu diikuti Direktur Jendral Cifor Peter Holmgren dan Koordinator Regional Asia Tenggara Pusat Wanatani Dunia (ICRAF).
Menurut Zulkifli, hasil penelitian Balitbang harus bisa di manfaatkan kalangan industri dan masyarakat. Ia menekankan, perlu digalakkan penelitian kehutanan nonkayu, seperti permodelan jasa lingkungan, energi baru.
Dalam sesi dialog dengan pengguna hasil riset, petani gaharu asal Sumatera Utara meminta Menteri Kehutanan untuk mengubah regulasi. Menurut dia, produksi gaharu dibatasi kuota karena semula gaharu di dapat dari hutan alam. Berkat riset Balitbang Kehutanan, kini gaharu dipercepat dan diperbanyak hasil minyaknya dengan pemberian vaksin mikroorganisme. Dalam jangka waktu tiga tahun, produksinya sudah sangat menguntungkan.
Tiap pohon gaharu bernilai 2 juta untuk masa panen dalam waktu tujuh tahun. Dalam 1 hektar, ditanam 2000-2500 batang gaharu. Dalam kurun waktu 7 tahun di dapat penghasilan 4 miliar sampai dengan 5 miliar. Merespons hal itu, Zulkifli meminta Kepala Balitbang Kehutanan dan Sekretaris Jenderal Kemhut meninjau regulasi yang menghambat pengembangan.
Dengan menggunakan hasil penelitian teknologi paket perhitungan karbon, mempertamyakan izin reforestasi (rehabilitasi ekosistem) yang tidak kunjung terbit sejak 2 tahun 2 bulan yang diajukan ke Kemhut. Perusahaan yang dibentuk oleh Jusuf Kalla itu menabur benih tanaman endemis pada 382 hektar lahan di Palangkaraya. Setelah 6 bulan, 63 persen tumbuh dengan baik, tapi kemudian terkena panas dan banjir jadi tinggal 14 persen.
Kepala Balitbang Kemhut Iman Santoso mengatakan, para peneliti menghasilkan berbagai riset yang prospektif. Hasil riset itu diantaranya pemanfaaatan bioremediasi dari mikroorganisme hutan dan pembuatan nanoteknologi karbon aktif untuk baterai mobil listrik. Ia berharap hasil penelitian ini bisa diserap oleh masyarakat dan industri.

Sumber :