Sabtu, 04 Mei 2013

Cara Korea Selatan Mengatasi Kejahatan Cyber (BI SS 2013)



Hacker atau peretas komputer meneliti kibor masing-masing dalam sebuah ruangan yang penuh dengan komputer. Mereka tergesa-gesa mengetik kode-kode yang sebagian besar tidak dapat dipahami oleh mata awam. Misi mereka hanya untuk menerobos server virtual dalam sebuah simulasi dunia. Namun, para peretas khusus ini tidak melanggar hukum. Mereka justru ada di sana untuk memperkokoh aturan-aturan yang telah dibuat oleh perusahaan. Para hacker dapat mengambil bagian dalam program enam bulan yang diselenggarakan oleh pemerintah Korea Selatan untuk melatih para pemecah kode cerdas menjadi baris pertama pertahanan bangsa dalam perang melawan kejahatan cyber.
Menurut Korea Information Technology Research Institute (Kitri), program "Best of the Best" ini dirancang untuk melatih para ahli komputer untuk melawan serangan dari pada cyber dari dalam maupun luar negeri. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling terhubung dengan internet di dunia. Artinya, juga menjadi subyek gempuran cyber, terutama dari negara tetangganya di utara, yang secara teknis masih berperang.
Pada tahun 2009, sejumlah situs pemerintah, termasuk situs kepresidenan Blue House dan Majelis Nasional, menjadi sasaran kode berbahaya selama beberapa hari. Selanjutnya pada tahun 2011, seluruh sistem komputer bank di Negeri Ginseng itu diterobos oleh para hacker. Serangan itu membuat puluhan ribu komputer terinfeksi dan beberapa komputer rusak secara permanen, menurut jaksa negara.


Siaran pers kejaksaan Korsel menyebutkan, pemerintah Seoul menuding Pyongyang berada di balik serangan itu. Hal tersebut merujuk pada kesamaan kode dalam serangan cyber sebelumnya yang dilakukan oleh warga negara Korsel yang berkolaborasi dengan hacker yang diyakini terkait dengan badan intelijen Korea Utara. Namun pemerintah Korut hingga kini belum mengomentari masalah klaim itu.
Nilai resmi kerugian akibat serangan dunia maya itu sampai sekarang belum dapat diketahui. Namun, Hyundai Research Institute memperkirakan kerugian keuangan dalam serangan pada 2009 saja mencapai AS$33.700.000 sampai dengan AS$50.500.000.
Serangan peretas dari dalam maupun luar negeri terus meningkat, menurut pihak berwenang. Badan Keamanan Internet Korea menyebutkan gempuran di dunia maya naik hingga 37% selama 2008 sampai dengan  2011.
"Serangan cyber pada umumnya makin banyak dan lebih rumit. Diketahui pula bahwa Korea Utara melatih hacker yang sangat terampil," kata Jung Soo-whan dari Universitas Soongsil di Korsel kepada CNN, misalnya, meretas dalam sebuah sistem tenaga nuklir. Sementara itu, Korsel sangat membutuhkan sistem pertahanan yang lebih kuat.” Menurut Lee Seung-jin, Kepala Konsultan Program "Best of the Best", serangan cyber dari Utara seperti bertempur dalam perang asimetris. Sangat sulit melawan serangan-serangan tersebut.
"Industri internet Korea Selatan berkembang sangat cepat. Sangat penting untuk melatih ahli-ahli keamanan cyber dalam segala bidang, termasuk mereka yang akan bekerja untuk perusahaan komersial yang sudah terkemuka dalam komunitas hacker Korsel.
Program ini diikuti oleh 60 orang ahli komputer mulai dari siswa sekolah menengah atas hingga mahasiswa. Sebagian besar peserta sudah terkenal di negeri ini dan beberapa di antaranya adalah pemenang penghargaan dari kompetisi hacker lokal dan asing.

Kwon Hyuk, 17 tahun, adalah salah satu kandidat yang lulus dalam tahap pertama program. Dia memfokuskan karyanya pada sistem jaringan printer, yang mudah terpapar serangan cyber. "Perusahaan dapat mencetak dokumen rahasia menggunakan jaringan printer. Jika keamanannya diterobos, informasi rahasia perusahaan bisa dicuri dengan mudahnya.
Program yang kini diikuti oleh 20 orang hacker ini, pada tahap akhir hanya menghasilkan satu pakar dari enam bidang. Yaitu ahli-ahli komputer di bidang forensik digital, konsultan keamanan, analisis kerentanan, pengamanan telepon selular, converged security, dan pengamanan komputasi awan. Selain menerima hadiah senilai 20 juta won atau AS$18.500, lulusan “Best of the Best” akan direkomendasikan ke perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin mempekerjakan mereka di masa depan.
Menurut saya, seharusnya Indonesia juga dapat melakukan program yang seperti ini karena dengan merencanakan kompetisi hacker, mereka dapat mengatasi para hacker yang sudah sangat banyak menyerang bagian data-data penting. Dengan begitu, dapat memotivasi para pelajar maupun mahasiswa agar serius mendalami masalah-masalah serangan dari para hacker. Akan tetapi perlu adanya dukungan dari pemerintah agar di masa depan nantinya, sebuah informasi penting pada suatu perusahaan atau website dapat berkurang dari serangan-serangan yang di lakukan oleh para hacker.

Sumber : 
Share on :
Show comments
Hide comments

1 comments:

hilda permatasari mengatakan...

Terimakasih artikel nya . . .

ST3Telkom

Posting Komentar



Hacker atau peretas komputer meneliti kibor masing-masing dalam sebuah ruangan yang penuh dengan komputer. Mereka tergesa-gesa mengetik kode-kode yang sebagian besar tidak dapat dipahami oleh mata awam. Misi mereka hanya untuk menerobos server virtual dalam sebuah simulasi dunia. Namun, para peretas khusus ini tidak melanggar hukum. Mereka justru ada di sana untuk memperkokoh aturan-aturan yang telah dibuat oleh perusahaan. Para hacker dapat mengambil bagian dalam program enam bulan yang diselenggarakan oleh pemerintah Korea Selatan untuk melatih para pemecah kode cerdas menjadi baris pertama pertahanan bangsa dalam perang melawan kejahatan cyber.
Menurut Korea Information Technology Research Institute (Kitri), program "Best of the Best" ini dirancang untuk melatih para ahli komputer untuk melawan serangan dari pada cyber dari dalam maupun luar negeri. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling terhubung dengan internet di dunia. Artinya, juga menjadi subyek gempuran cyber, terutama dari negara tetangganya di utara, yang secara teknis masih berperang.
Pada tahun 2009, sejumlah situs pemerintah, termasuk situs kepresidenan Blue House dan Majelis Nasional, menjadi sasaran kode berbahaya selama beberapa hari. Selanjutnya pada tahun 2011, seluruh sistem komputer bank di Negeri Ginseng itu diterobos oleh para hacker. Serangan itu membuat puluhan ribu komputer terinfeksi dan beberapa komputer rusak secara permanen, menurut jaksa negara.


Siaran pers kejaksaan Korsel menyebutkan, pemerintah Seoul menuding Pyongyang berada di balik serangan itu. Hal tersebut merujuk pada kesamaan kode dalam serangan cyber sebelumnya yang dilakukan oleh warga negara Korsel yang berkolaborasi dengan hacker yang diyakini terkait dengan badan intelijen Korea Utara. Namun pemerintah Korut hingga kini belum mengomentari masalah klaim itu.
Nilai resmi kerugian akibat serangan dunia maya itu sampai sekarang belum dapat diketahui. Namun, Hyundai Research Institute memperkirakan kerugian keuangan dalam serangan pada 2009 saja mencapai AS$33.700.000 sampai dengan AS$50.500.000.
Serangan peretas dari dalam maupun luar negeri terus meningkat, menurut pihak berwenang. Badan Keamanan Internet Korea menyebutkan gempuran di dunia maya naik hingga 37% selama 2008 sampai dengan  2011.
"Serangan cyber pada umumnya makin banyak dan lebih rumit. Diketahui pula bahwa Korea Utara melatih hacker yang sangat terampil," kata Jung Soo-whan dari Universitas Soongsil di Korsel kepada CNN, misalnya, meretas dalam sebuah sistem tenaga nuklir. Sementara itu, Korsel sangat membutuhkan sistem pertahanan yang lebih kuat.” Menurut Lee Seung-jin, Kepala Konsultan Program "Best of the Best", serangan cyber dari Utara seperti bertempur dalam perang asimetris. Sangat sulit melawan serangan-serangan tersebut.
"Industri internet Korea Selatan berkembang sangat cepat. Sangat penting untuk melatih ahli-ahli keamanan cyber dalam segala bidang, termasuk mereka yang akan bekerja untuk perusahaan komersial yang sudah terkemuka dalam komunitas hacker Korsel.
Program ini diikuti oleh 60 orang ahli komputer mulai dari siswa sekolah menengah atas hingga mahasiswa. Sebagian besar peserta sudah terkenal di negeri ini dan beberapa di antaranya adalah pemenang penghargaan dari kompetisi hacker lokal dan asing.

Kwon Hyuk, 17 tahun, adalah salah satu kandidat yang lulus dalam tahap pertama program. Dia memfokuskan karyanya pada sistem jaringan printer, yang mudah terpapar serangan cyber. "Perusahaan dapat mencetak dokumen rahasia menggunakan jaringan printer. Jika keamanannya diterobos, informasi rahasia perusahaan bisa dicuri dengan mudahnya.
Program yang kini diikuti oleh 20 orang hacker ini, pada tahap akhir hanya menghasilkan satu pakar dari enam bidang. Yaitu ahli-ahli komputer di bidang forensik digital, konsultan keamanan, analisis kerentanan, pengamanan telepon selular, converged security, dan pengamanan komputasi awan. Selain menerima hadiah senilai 20 juta won atau AS$18.500, lulusan “Best of the Best” akan direkomendasikan ke perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin mempekerjakan mereka di masa depan.
Menurut saya, seharusnya Indonesia juga dapat melakukan program yang seperti ini karena dengan merencanakan kompetisi hacker, mereka dapat mengatasi para hacker yang sudah sangat banyak menyerang bagian data-data penting. Dengan begitu, dapat memotivasi para pelajar maupun mahasiswa agar serius mendalami masalah-masalah serangan dari para hacker. Akan tetapi perlu adanya dukungan dari pemerintah agar di masa depan nantinya, sebuah informasi penting pada suatu perusahaan atau website dapat berkurang dari serangan-serangan yang di lakukan oleh para hacker.

Sumber : 



Hacker atau peretas komputer meneliti kibor masing-masing dalam sebuah ruangan yang penuh dengan komputer. Mereka tergesa-gesa mengetik kode-kode yang sebagian besar tidak dapat dipahami oleh mata awam. Misi mereka hanya untuk menerobos server virtual dalam sebuah simulasi dunia. Namun, para peretas khusus ini tidak melanggar hukum. Mereka justru ada di sana untuk memperkokoh aturan-aturan yang telah dibuat oleh perusahaan. Para hacker dapat mengambil bagian dalam program enam bulan yang diselenggarakan oleh pemerintah Korea Selatan untuk melatih para pemecah kode cerdas menjadi baris pertama pertahanan bangsa dalam perang melawan kejahatan cyber.
Menurut Korea Information Technology Research Institute (Kitri), program "Best of the Best" ini dirancang untuk melatih para ahli komputer untuk melawan serangan dari pada cyber dari dalam maupun luar negeri. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling terhubung dengan internet di dunia. Artinya, juga menjadi subyek gempuran cyber, terutama dari negara tetangganya di utara, yang secara teknis masih berperang.
Pada tahun 2009, sejumlah situs pemerintah, termasuk situs kepresidenan Blue House dan Majelis Nasional, menjadi sasaran kode berbahaya selama beberapa hari. Selanjutnya pada tahun 2011, seluruh sistem komputer bank di Negeri Ginseng itu diterobos oleh para hacker. Serangan itu membuat puluhan ribu komputer terinfeksi dan beberapa komputer rusak secara permanen, menurut jaksa negara.


Siaran pers kejaksaan Korsel menyebutkan, pemerintah Seoul menuding Pyongyang berada di balik serangan itu. Hal tersebut merujuk pada kesamaan kode dalam serangan cyber sebelumnya yang dilakukan oleh warga negara Korsel yang berkolaborasi dengan hacker yang diyakini terkait dengan badan intelijen Korea Utara. Namun pemerintah Korut hingga kini belum mengomentari masalah klaim itu.
Nilai resmi kerugian akibat serangan dunia maya itu sampai sekarang belum dapat diketahui. Namun, Hyundai Research Institute memperkirakan kerugian keuangan dalam serangan pada 2009 saja mencapai AS$33.700.000 sampai dengan AS$50.500.000.
Serangan peretas dari dalam maupun luar negeri terus meningkat, menurut pihak berwenang. Badan Keamanan Internet Korea menyebutkan gempuran di dunia maya naik hingga 37% selama 2008 sampai dengan  2011.
"Serangan cyber pada umumnya makin banyak dan lebih rumit. Diketahui pula bahwa Korea Utara melatih hacker yang sangat terampil," kata Jung Soo-whan dari Universitas Soongsil di Korsel kepada CNN, misalnya, meretas dalam sebuah sistem tenaga nuklir. Sementara itu, Korsel sangat membutuhkan sistem pertahanan yang lebih kuat.” Menurut Lee Seung-jin, Kepala Konsultan Program "Best of the Best", serangan cyber dari Utara seperti bertempur dalam perang asimetris. Sangat sulit melawan serangan-serangan tersebut.
"Industri internet Korea Selatan berkembang sangat cepat. Sangat penting untuk melatih ahli-ahli keamanan cyber dalam segala bidang, termasuk mereka yang akan bekerja untuk perusahaan komersial yang sudah terkemuka dalam komunitas hacker Korsel.
Program ini diikuti oleh 60 orang ahli komputer mulai dari siswa sekolah menengah atas hingga mahasiswa. Sebagian besar peserta sudah terkenal di negeri ini dan beberapa di antaranya adalah pemenang penghargaan dari kompetisi hacker lokal dan asing.

Kwon Hyuk, 17 tahun, adalah salah satu kandidat yang lulus dalam tahap pertama program. Dia memfokuskan karyanya pada sistem jaringan printer, yang mudah terpapar serangan cyber. "Perusahaan dapat mencetak dokumen rahasia menggunakan jaringan printer. Jika keamanannya diterobos, informasi rahasia perusahaan bisa dicuri dengan mudahnya.
Program yang kini diikuti oleh 20 orang hacker ini, pada tahap akhir hanya menghasilkan satu pakar dari enam bidang. Yaitu ahli-ahli komputer di bidang forensik digital, konsultan keamanan, analisis kerentanan, pengamanan telepon selular, converged security, dan pengamanan komputasi awan. Selain menerima hadiah senilai 20 juta won atau AS$18.500, lulusan “Best of the Best” akan direkomendasikan ke perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin mempekerjakan mereka di masa depan.
Menurut saya, seharusnya Indonesia juga dapat melakukan program yang seperti ini karena dengan merencanakan kompetisi hacker, mereka dapat mengatasi para hacker yang sudah sangat banyak menyerang bagian data-data penting. Dengan begitu, dapat memotivasi para pelajar maupun mahasiswa agar serius mendalami masalah-masalah serangan dari para hacker. Akan tetapi perlu adanya dukungan dari pemerintah agar di masa depan nantinya, sebuah informasi penting pada suatu perusahaan atau website dapat berkurang dari serangan-serangan yang di lakukan oleh para hacker.

Sumber : 



Hacker atau peretas komputer meneliti kibor masing-masing dalam sebuah ruangan yang penuh dengan komputer. Mereka tergesa-gesa mengetik kode-kode yang sebagian besar tidak dapat dipahami oleh mata awam. Misi mereka hanya untuk menerobos server virtual dalam sebuah simulasi dunia. Namun, para peretas khusus ini tidak melanggar hukum. Mereka justru ada di sana untuk memperkokoh aturan-aturan yang telah dibuat oleh perusahaan. Para hacker dapat mengambil bagian dalam program enam bulan yang diselenggarakan oleh pemerintah Korea Selatan untuk melatih para pemecah kode cerdas menjadi baris pertama pertahanan bangsa dalam perang melawan kejahatan cyber.
Menurut Korea Information Technology Research Institute (Kitri), program "Best of the Best" ini dirancang untuk melatih para ahli komputer untuk melawan serangan dari pada cyber dari dalam maupun luar negeri. Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling terhubung dengan internet di dunia. Artinya, juga menjadi subyek gempuran cyber, terutama dari negara tetangganya di utara, yang secara teknis masih berperang.
Pada tahun 2009, sejumlah situs pemerintah, termasuk situs kepresidenan Blue House dan Majelis Nasional, menjadi sasaran kode berbahaya selama beberapa hari. Selanjutnya pada tahun 2011, seluruh sistem komputer bank di Negeri Ginseng itu diterobos oleh para hacker. Serangan itu membuat puluhan ribu komputer terinfeksi dan beberapa komputer rusak secara permanen, menurut jaksa negara.


Siaran pers kejaksaan Korsel menyebutkan, pemerintah Seoul menuding Pyongyang berada di balik serangan itu. Hal tersebut merujuk pada kesamaan kode dalam serangan cyber sebelumnya yang dilakukan oleh warga negara Korsel yang berkolaborasi dengan hacker yang diyakini terkait dengan badan intelijen Korea Utara. Namun pemerintah Korut hingga kini belum mengomentari masalah klaim itu.
Nilai resmi kerugian akibat serangan dunia maya itu sampai sekarang belum dapat diketahui. Namun, Hyundai Research Institute memperkirakan kerugian keuangan dalam serangan pada 2009 saja mencapai AS$33.700.000 sampai dengan AS$50.500.000.
Serangan peretas dari dalam maupun luar negeri terus meningkat, menurut pihak berwenang. Badan Keamanan Internet Korea menyebutkan gempuran di dunia maya naik hingga 37% selama 2008 sampai dengan  2011.
"Serangan cyber pada umumnya makin banyak dan lebih rumit. Diketahui pula bahwa Korea Utara melatih hacker yang sangat terampil," kata Jung Soo-whan dari Universitas Soongsil di Korsel kepada CNN, misalnya, meretas dalam sebuah sistem tenaga nuklir. Sementara itu, Korsel sangat membutuhkan sistem pertahanan yang lebih kuat.” Menurut Lee Seung-jin, Kepala Konsultan Program "Best of the Best", serangan cyber dari Utara seperti bertempur dalam perang asimetris. Sangat sulit melawan serangan-serangan tersebut.
"Industri internet Korea Selatan berkembang sangat cepat. Sangat penting untuk melatih ahli-ahli keamanan cyber dalam segala bidang, termasuk mereka yang akan bekerja untuk perusahaan komersial yang sudah terkemuka dalam komunitas hacker Korsel.
Program ini diikuti oleh 60 orang ahli komputer mulai dari siswa sekolah menengah atas hingga mahasiswa. Sebagian besar peserta sudah terkenal di negeri ini dan beberapa di antaranya adalah pemenang penghargaan dari kompetisi hacker lokal dan asing.

Kwon Hyuk, 17 tahun, adalah salah satu kandidat yang lulus dalam tahap pertama program. Dia memfokuskan karyanya pada sistem jaringan printer, yang mudah terpapar serangan cyber. "Perusahaan dapat mencetak dokumen rahasia menggunakan jaringan printer. Jika keamanannya diterobos, informasi rahasia perusahaan bisa dicuri dengan mudahnya.
Program yang kini diikuti oleh 20 orang hacker ini, pada tahap akhir hanya menghasilkan satu pakar dari enam bidang. Yaitu ahli-ahli komputer di bidang forensik digital, konsultan keamanan, analisis kerentanan, pengamanan telepon selular, converged security, dan pengamanan komputasi awan. Selain menerima hadiah senilai 20 juta won atau AS$18.500, lulusan “Best of the Best” akan direkomendasikan ke perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin mempekerjakan mereka di masa depan.
Menurut saya, seharusnya Indonesia juga dapat melakukan program yang seperti ini karena dengan merencanakan kompetisi hacker, mereka dapat mengatasi para hacker yang sudah sangat banyak menyerang bagian data-data penting. Dengan begitu, dapat memotivasi para pelajar maupun mahasiswa agar serius mendalami masalah-masalah serangan dari para hacker. Akan tetapi perlu adanya dukungan dari pemerintah agar di masa depan nantinya, sebuah informasi penting pada suatu perusahaan atau website dapat berkurang dari serangan-serangan yang di lakukan oleh para hacker.

Sumber :